"Sudah nggak seru." Lamat-lamat saya mendengar suara itu.
"Tidak ada lagi pesta, semuanya sudah usai." Sosok lain menimpali.
Ini pembicaraan warung kopi. Sembari ngopi, mereka membahas apa yang baru saja disampaikan pembaca berita. Tidak lama setelah itu pemilik warung mematikan TV. Sekaligus memberi kesempatan para pelanggannya untuk konsentrasi pada bidak-bidak caturnya.
"Kalian urus sajalah pemerintahan kalian itu. Tidak ada lagi yang enak ditonton." Sembari mengelap meja yang baru saja ditinggalkan pelanggannya.
Apapun channelnya, isi berita sama. Pertemuan presiden dengan lawan-lawan politiknya. Lebaran dijadikan momentum memperbaiki hubungan. Setelah melalui banyak kontroversi, tanpa diduga presiden benar-benar menemui Amien Rais, di rumahnya. Menumpang bajaj yang pernah dipakai saat kampanye dulu. Tidak ada pengawalan berarti.
Ini mengejutkan, karena presiden mematahkan hampir semua spekulasi. Jokowi masih seperti sebelumnya. Susah ditebak. Tidak terkecuali bagi Amien Rais. Tanpa bahas politik, presiden berkali-kali menegaskan pada awak media. Ini murni silaturahmi pada orang tua, dalam rangka lebaran. Jadi tidak perlu dipolitisasi.
Pernyataan presiden justru mengundang tanya. Penjelasannya tak tuntas. Tetapi, ini justru peluang bagi para pengamat untuk bekerja. Membangun opininya sendiri, bekerjasama dengan media, klop. Jokowi memang mampu menggerakkan roda perekonomian. Setelah jaket, motor modifikasi, tempat makan, tempat cukur, dan sekarang penjelasan tanggungnya.
Masih dengan salam takjimnya, begitulah Jokowi meninggalkan kediaman Amin Rais. Senyum pak Amin sumringah, meski tidak ada pers conference pasca pertemuan itu. Â Masing-masing pihak sepakat, silaturahmi. Cess, begitulah kira-kira suasana batin dari sekian banyak orang pendamba ketentraman. Tetapi sekaligus juga membara, bagi yang tidak rela. Ini terlalu menyakitkan bagi mereka.
Belum hilang keterkejutan masyarakat, di tempat lain, ada hal unik yang juga mengejutkan terjadi. Denny Siregar menyambangi Jonru. Ini jelas bakal merugikan bagi ekspansi social media di Indonesia. Penggila medsos akan kehabisan amunisi untuk saling serang. Meski bang Denny pasca pertemuan sembunyi-sembunyi itu juga bilang, ini murni silaturahmi. Saya tetap cebong dan ahoker. Sepertinya bang Denny memang sedang menggenapi sebuah ungkapan; benci tapi rindu.
Dua peristiwa ini membuat saya menantikan kejutan berikutnya. Tetapi karena tidak sabar saya malah menduga-duga. Fadli Zon menulis di Seword, Cebong dan Kampret menggelar nonton bareng, dan...
"Pah..pah, bangun! Katanya kita mau jalan-jalan naik Transjakarta. Ayo !"