Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

PPDB Sistem Zonasi, Kelebihan dan Kekurangannya

29 Mei 2019   02:03 Diperbarui: 29 Mei 2019   12:40 2443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kompas.com/Iwan Setiyawan

Setiap akhir tahun pelajaran di berbagai media sering membahas sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Memang sistem ini menarik dibahas karena berkaitan pandangan masyarakat terhadap kualitas sekolah dan guru. 

Sebelum dicanangkannya sistem zonasi maka orangtua dan anak yang memiliki prestasi bisa masuk di sekolah favorit. Anak-anak ketika akan menghadapi ujian pasti punya semangat belajar luar biasa karena merasa dirinya harus memiliki nilai tinggi agar bisa masuk sekolah favorit dengan guru yang mereka nilai berkualitas tinggi pula. 

Seiring berkembangnya kebijakan di mana orangtua dan siswa tidak bisa memilih sekolah lanjutan sesuai keinginan maka di kalangan sekolah dan rumah, anak-anak sudah malas duluan belajar. Mereka, para siswa terutama, sudah tahu bahwa seberapapun nilainya takkan bisa membantu banyak hal dalam memilih sekolah.

Sekolah favorit yang semula diserbu para siswa yang pintar, mau tak mau harus menerima siswa yang kemampuannya biasa saja. Ini dinilai adil dalam hal tantangan bagi guru. Guru di sekolah manapun punya tantangan yang sama dalam mendidik siswa. 

Gambaran alur PPDB dengan sistem zonasi. (impuls.id)
Gambaran alur PPDB dengan sistem zonasi. (impuls.id)
Namun sekali lagi para siswa pintar merasa dirugikan karena memang sarpras dan fasilitas pendidikan jelas lebih bagus di sekolah yang tadinya favorit. Meski sebenarnya pada perkembangannya seluruh sekolah akan memiliki fasilitas juga sarpras yang sama. 

Yang perlu ditekankan di sini adalah kurangnya gereget belajar siswa. Toh mereka akan manut saja dengan kebijakan atau keputusan final di mana dia bisa melanjutkan sekolah. Kebijakan atau penentuan sekolah berada di tangan Dinas Pendidikan di kabupaten.

Pernah di sekolah kami ketika akan menerima sosialisasi dari sekolah lanjutan baik sekolah negeri maupun swasta melihat selebarannya. Dengan santai anak didik kami mengobrol. Kebetulan banyak guru yang mendengar percakapan itu. 

Ada salah satu siswa yang mengejek salah satu sekolah dan tak mau melanjutkan di sekolah tersebut. Saya prihatin tentunya. Saya hafal kemampuan anak tersebut, membaca juga belum lancar dan kurang memahaminya. Tapi saya pikir dia juga tak perlu menghina salah satu sekolah. 

Saya sempat menegur anak tersebut. Ucapan itu tak layak diucapkan. Saya kira memang sekolah dimanapun sama. Kemampuan guru juga sama. Hanya saja dulu, sebelum sistem zonasi PPDB, sekolah favorit lebih mudah mendapat prestasi karena inputnya sudah top. Sedang sekolah non favorit inputnya memang kurang. 

Saya sempat menasehati para siswa juga, mereka boleh sekolah dimanapun asal mau belajar. Tapi nyatanya masih saja yang santai dalam belajar. "Buat apa belajar, kan tinggal dekat dengan SMP X. Aku pasti bisa masuk sekolah di sana", begitu pikir siswa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun