Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kecelakaan Maut Ketika Berkendara, Tidakkah Jadi Pembelajaran bagi Orang Tua?

12 April 2019   12:03 Diperbarui: 12 April 2019   12:34 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: bangsaku.web.id

Beberapa hari lalu suami yang bekerja di sebuah instansi sekolah di wilayah Gunungkidul bercerita kalau seorang siswi di sekolahnya yang duduk di kelas VIII meninggal dunia.

Saya tanyakan penyebabnya. Ternyata siswi tersebut meninggal setelah mengalami kecelakaan tunggal. Siswi tersebut mengendarai motor dan terjatuh akibat jalan berlubang.

Ketika siswi ditemukan kondisinya sudah memprihatinkan. Akhirnya keesokan harinya siswi yang dikenal pandai dan ramah itu meninggal dunia.

Cerita seperti ini sudah sering kita dengar. Rata-rata anak yang belum berusia 17 tahun yang menjadi korban. Sungguh membuat miris sekali. Tak terbayang bagaimana perasaan kedua orangtuanya ketika buah hatinya telah berpulang kehadirat Illahi.

Namun kisah kecelakaan maut akibat berkendara sepertinya tak menjadikan pembelajaran bagi orang tua. Kita lihat saja di jalan. Tak usah sampai di kota. Di desa pun sudah banyak anak SD yang diperbolehkan mengendarai motor. 

Bahkan pernah ada orangtua siswa yang datang ke sekolah yang secara khusus meminta kepada pihak sekolah agar anaknya diperbolehkan mengendarai motor ketika ke sekolah. Tentu keinginan orangtua itu ditolak. Pihak sekolah tak ingin anak yang baru "sekedar bisa" mengendarai motor ke sekolah. Resikonya terlalu besar. Anak bisa ugal-ugalan di jalan. Disamping juga bisa mengalami kecelakaan.

Ada juga kisah lain. Ketika akan pembagian rapor, saya bertemu seorang bapak dari siswa saya di jalan. Dia bertanya anaknya juara berapa. Saya tak mengatakan langsung karena rapor akan dibagikan di sekolah hari itu juga.

Saya hanya mengatakan kalau si anak ranking 5 besar. Kemudian si bapak tadi bilang kalau sudah menyiapkan motor sebagai hadiah jika juara 1. Dalam hati saya, saya jadi senang soalnya si anak memang tak juara 1.

Sering juga saya bertemu anak SD yang ke sekolah dengan mengendarai motor. Memang sekolahnya lumayan jauh  dari rumahnya. Yang membuat prihatin, ternyata anak tersebut adalah putri  dari seorang guru di SD tempat si anak bersekolah.

Entah mengapa si guru itu tak melarang anaknya bermotor ketika ke sekolah. Padahal biasanya sekolah mendisiplinkan siswa agar tidak mengendarai sepeda motor karena riskan kecelakaan.

Saya heran dan merasa prihatin. Mengapa orangtua siswa tersebut kok malah ingin anaknya bersekolah dengan motor? Kok tidak ada kekhawatiran terhadap keselamatan putra-putrinya? Apakah memperbolehkan anak kecil mengendarai motor itu wujud dari sayang atau karena tujuan lain? Tak bisakah kecelakaan lalulintas menjadi pelajaran bagi orang tua untuk lebih berhati-hati dalam menjaga putra-putrinya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun