Mohon tunggu...
Harjono Honoris
Harjono Honoris Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Generasi Ke-2 Penjaga Toko Obat Cina Makassar | Aktif di Instagram Multi Prima @obatmultiprima

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Jadi Indonesia KTP: Indonesia itu Beragam

13 Agustus 2017   13:56 Diperbarui: 14 Agustus 2017   10:14 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bhinneka Tunggal Ika. Sumber Gambar: Youtube Dek Lestari

Masih banyak penduduk Indonesia yang belum benar-benar jadi orang Indonesia. Mereka yang susah menerima perbedaan tak bisa menerima Indonesia yang beragam.

Sekarang sedang heboh kasus penutupan patung Dewa Kongco Kwan Sing Tee Koen di Tuban, Jawa Timur. Jujur, saya sempat terpelatuk mengira kasus penutupan patung atas desakan sekelompok orang intoleran. Setelah menggali lebih dalam, saya pun melihat ini adalah masalah izin yang belum tuntas, dan wajar saja jika ada sanksi seperti misalnya penutupan patung dengan kain. Lah, orang-orang di Tuban aja santai, kok kita yang bawel? Saya bisa tenang.

Faktanya, tetap ada orang-orang yang berharap agar patung itu dirobohkan. Argumennya, karena masih banyak tokoh lain yang lebih pantas dibuat patung, sesuai dengan sejarah bangsa Indonesia. Padahal, patung ini berdiri dengan maksud sebagai properti ibadah. Kasus penutupan patung itu memalukan, tapi adanya permintaan merobohkan patung itu sebenarnya jauh lebih memalukan. Namun, bisa jadi inilah sebagian karakter yang masih luput dari pengajaran Pancasila.

Teman saya bercerita soal penduduk yang tak mengenal kotanya sendiri. Sebagai manajer sales, dia sering berkeliling kantor cabang kami di berbagai tempat, termasuk dengan kota kecil. Interaksinya tetap lancar dengan sales-sales disana, sampai dia meminta mereka survei lapangan. Para sales itu langsung mengeluh, katanya terlalu jauh. Temanku lalu bertanya, "Seberapa jauh, Pak?" Jawab mereka, "30 menit, Pak. Nggak biasa saya."

Teman saya merasa linglung. Dirinya yang lahir di kota besar merasa perjalanan 30 menit itu sama sekali nggak jauh, masih bisa ditangani. Dia kemudian berpindah topik soal mencari tempat makan yang enak-enak disana. Ketika bertanya pada sales-sales disana, mereka cuma tahu tempat-tempat di sekitarnya. Ketika ditanya ke tempat yang agak jauh, lagi-lagi dia mendapat jawaban nggak tahu. Dia lagi-lagi linglung, kok penduduk sendiri nggak mengenal tempat tinggalnya sendiri.

Menurutnya, sales-sales disana terlalu nyaman dengan lingkupnya sendiri. Mereka adalah contoh jelas dari peribahasa katak dalam tempurung.

Mungkin banyak dari kita jadi orang Indonesia, cuma dari yang tertulis di Kartu Tanda Penduduk (KTP). Negara Indonesia itu terdiri dari 1.340 suku beserta budayanya dan 6 agama, itu pun belum terhitung kepercayaan adat. Namun, tampaknya kita seperti hidup dalam masyarakat 1 suku, 1 budaya, dan 1 agama. Yang beda harus mulai disidik, ditindak, ditutupi kain, atau dirobohkan.

Kita memang hidup di masyarakat yang beragam. Kita hidup dalam paham pluralisme, sampai-sampai kita bisa merasa kehilangan identitas. Namun, menunjukkan identitas nggak mesti menggunakan cara kekerasan.

Menunjukkan identitas bisa dengan cara yang lembut. Kita tidak harus sampai membongkar tata cara peribadatan, memprotes sana-sini,  dan cara-cara kekerasan lainnya. Kalau kita merasa agresif adalah cara untuk menjadi "damai", tampaknya itu hanya akan jadi kedamaian milik satu pihak, bukan kedamaian milik Indonesia.

Tak cukup dengan menunjukkan identitas, mungkin kita juga ingin mempengaruhi orang lain mengenai kepercayaan kita. Saya hidup di lingkungan beragama yang giat. Umat yang semakin taat biasanya akan semakin giat mengajak orang lain untuk meyakini Tuhan yang dia yakini. Saya tak mempermasalahkan itu; itu hak setiap orang untuk mempraktekkan agamanya. Jika Anda juga adalah orang seperti itu, maka mesti dipahami bahwa itu adalah sesuatu yang tak bisa semata selesai dengan kekerasan.

Pendapat saya, kalau memang Anda mau mengubah mereka, ya jadilah serupa dengan mereka dahulu. Tunjukkan kepercayaanmu dengan penuh kasih. Anda menyuruh orang berubah hampir seperti menyuruh orang pindah agama, makanya belajarlah dari para ahli agama seperti ulama dan misionaris, bukan dari teroris.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun