Mohon tunggu...
jonansaleh
jonansaleh Mohon Tunggu... Ilustrator - Hands are the second thought

Tangan adalah pena dari pikiran.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

NKRI Bukan Punyanya Parpol

17 Agustus 2017   19:43 Diperbarui: 18 Agustus 2017   07:28 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selamat!!

Buat Indonesia yang telah menginjak usia 72 tahun Kemerdekaannya. Usia yang terbilang bukan lagi muda untuk ukuran seorang manusia, apalagi mengancu pada angka harapan hidup manusia Indonesia (yang konon katanya 68 koma sekian atau 70 koma sekian). Usia senja bagi seorang anak manusia tentu tak sama dibandingkan dengan usia sebuah negara. Bahwa Indonesia patut berbangga telah melewati bertahun-tahun mengisi Kemerdekaannya. Sekali lagi selamat untuk NKRI tercinta.

Mari Kita Selamatkan!

Sebagai salah satu negara demokratis, Indonesia telah dan sedang membangun peradaban negara yang berasaskan musyawarah mencapai mufakat demi keadilan bersama. Untuk itulah konstitusi negara kita menjamin hak-hak setiap warganya untuk berpendapat, bersuara, berkumpul dan atau berserikat. Maka lahirlah organisasi termasuk partai-partai politik sejak berdirinya negara ini sampai sekarang. 

Partai-partai politik datang silih berganti menghiasi dan memberi dinamika kehidupan demokrasi Indonesia. Ada yang bertahan melawan jaman dengan ideologinya yang kuat dan terarah. Ada pula yang cuma jadi pelipur lara saat musim Pemilu tiba. Ada juga yang beraliran sesat dan dilarang karena tidak sesuai dengan ideologi NKRI; dan ada yang sesaat mencuri perhatian lalu hilang bak ditelan lumpur. Hebat dan tangguh bagi yang tetap bertahan di jalannya.dan memberi sumbangsih bagi kemajuan bangsa dan negara. 

Namun,

Sangat disayangkan, semakin bertambahnya usia negara kita semakin anehlah alam demokrasinya. Bukan bablas lagi, tapi 'maju kena mundur kena'. Selalu dilema dalam menentukan arah. Banyaknya orang pintar dan cerdas di Indonesia semakin banyak pula gonjang-ganjing sana sini. Semua ingin berpolitik. Setelah diberi ruang malah bertiki taka gemar menciptakan 'Politik Gelitik'. Membuat orang senyam senyum karena geli, bahkan berbahak ria menertawakan kebodohan orang sendiri. 

Tengok saja...masakan kuda ikut berpolitik juga. Aneh bin ajaib. Sampai kata Lebaran juga dipelintir dalam ranah perpolitikan. Dan yang terbaru, boe boerrrr dan naci goyeng pun ikut nangkring mengisi skrip dan narasi politik kita. Lucu Bingiit.

Entah sampai kapan bangsa ini berbuat dan menghasilkan kerja nyata bagi negeri tercinta? Selama masih ada yang peduli pada apa yang dimakan oleh kuda-entahkah itu nasi goreng atau bubur- maka selama itu pula kita disibukkan dan ditipu oleh lambang yang kita ciptakan serta kita tafsir sendiri. Maka bodohlah kita oleh mata dan khayalan kita yang sibuk menduga hal-hal kecil itu. Atau jangan-jangan nanti kita juga menafsir apa yang dikeluarkan oleh kuda (baca:hasil pencernaan) setelah makan bubur dan nasi goreng?!. Entahlah. Banyak pengamat gadungan di negeri ini. Apa-apa diamati, ditafsir seenaknya. 

Andai saja lagu bulan bisa ngomong diganti dengan "andai kuda, bubur dan naci goyeng bisa ngomong" maka tak dapat dibayangkan, berapa kuda yang masih dipelihara dan liar di alam Indonesia? Atau berapa nasi goyeng dan bubur yang disaji? 

Masih ada Harapan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun