Mohon tunggu...
Joko Winarto
Joko Winarto Mohon Tunggu... profesional -

Change Agen

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Janji Tinggal Janji

5 Desember 2010   01:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:01 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

JANJI-JANJI

Janji Tinggal Janji. Mana Janjimu?

Apakah Anda Sudah Menepati Janji?

Janji merupakan kata yang sering kita dengar dan kitapun juga pernah / selalu berjanji baik sewaktu menjadi pelajar, diangkat menjadi pegawai maupun pada waktu nikah. Sayangnya kadang-kadang kita tidak mau tahu hakekat janji itu sendiri. Seenaknya mengobral janji, terlebih apabila ada maunya sampai -sampai tak terkontrol lagi dalam berjanji sehingga kadang muluk-muluk sampai tidak rasional, dan tak sedikit oknum yang memanfaatkan janji ini sebagai media untuk meraih kemenangan atau untuk mengeruk suatu keuntungan.
Apabila kita dapat menepati janji berarti no problem. Akan tetapi apabila janji tinggal janji seperti dalam nyanyian, bisa berabe/berantakan. Selain merugikan diri sendiri juga merugikan orang lain. Umpamanya seorang penjahit yang ternama bisa menjadi tidak laku, pasarannya mati gara-gara ulahnya sendiri yaitu tidak menepati janji dalam penyelesaiannya. Apalagi janji-janjinya orang yang lagi pendekatan ke cewek supaya tergiur....ngerti sendiri lah.

Menyelisihi janji sangat mengecewakan orang lain. Apalagi berjanji mau menikahi tanggal sekian tetapi malah kabur / njelendot. Atau berjanji apabila kamu ..... saya akan ...maka.... Dls. Akhirnya prêt menyelisihinya. Menyelisihi janji tidak hanya dapat, tetapi menurunkan harkat dan martabat kita sendiri. Sehingga yang ada kita mendapatkan stempel/cap penghianat, pembuat , pengecut muna dan sederet kata lainnya yang tidak sae.
Dan tidak bakal dipercaya lagi walaupun sudah berusaha berbuat yang sebaik mungkin. Ingat sekali lancung..... itu.

Mengingat dahsyatnya menyelisihi janji, apabila berjanji ya di tepati. Sebab setiap janji yang diperbuat merupakan suatu pertanggungjawaban terhadap hati nurani dan terhadap Allah Subhanahu Wata'ala. Sebagaimana firman-Nya " Wa aufuu bil 'ahdi innal 'ahda kaana masuulaa" artinya penuhilah janji, sebab tiap-tiap janji akan dipertanggungjawabkan (QS Al Isra' ayat 34).

Disengaja atau tidak, disadari atau tidak, sebenarnya kita sering kali menyelisihi janji, baik yang dibuat sendiri maupun dari instansi atau lainnya lebih-lebih dengan Allah Subhanahu Wata'ala. Pelaku menyelisihi janji dikategorikan dalam agama kita yaitu Munafiq yaitu lain di mulut lain di hati. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori disebutkan" Aayatul munaafiqi tsalaatsun idzaa haddasta kadzaba wa'idza wa'adaa akhlafa waidza'tumina khoona" artinya tanda-tanda munafiq itu ada tiga perkara, pertama, apabila di berbicara bohong kedua jika dia berjanji menyelisihi/ingkar dan ketiga jika dipercaya berhianat.

Pada garis besarnya, janji ada dua macam yaitu janji kepada Allah Subhanahu Wata'ala dan janji kepada manusia (termasuk pada diri sendiri). Janji kepada Allah Subhanahu Wata'ala yaitu ketika menjalankan shalat saat membaca do'a iftitah mengucapkan janji: ...Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah semesta alam". Kemudian ketika membaca fatikhah berjanji lagi"...hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya Engkaulah yang kami minta pertolongan>"

Janji-janji tersebut harus ditepati. Tidak malah seenaknya sendiri janji tinggal janji tanpa direalisasikannya dengan baik. Dan suatu kesalahan yang fatal bila janjinya meminta pertolongan kepada Allah Subhanahu Wata'ala malah ramai-ramai pergi ke tempat - tempat keramat dan dukun untuk meminta pertolongan.
Janji terhadap manusia pun harus ditepati dan dilakukan dengan sungguh-sungguh tanpa memandang keadaan seseorang. Misalnya jika berjanji dengan orang-orang yang terhormat/berpangkat atau yang ditakuti ditepati, dipenuhi dengan sungguh-sungguh. Tetapi terhadap orang-orang yang lemah dan tak berpangkat, disia-siakan bahkan tidak ditepati sedikitpun.

Sebagai insan/manusia yang punya harkat dan martabat, supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan jika berjanji ya ditepati dipenuhi sebaik-baiknya, sebab janji adalah hutang "Al Wa'du dainun".
Untuk mengetahui secara terinci, apakah kita termasuk/kategori munafiq atau bukan. Al Qur'an memberikan beberapa penjelasan tentang sifat orang munafiq yaitu antara lain tidak berpendirian teguh, tetap dan jelas, tidak dapat dipercaya sama sekali, perkataannya bohong dan dusta, sumpah dan janjinya tidak ditepati, amal ibadahnya riya atau ingin dipuji, suka bergaul dengan orang-orang yang memusuhi Islam, suka berbuat kerusakan, selalu curiga dengan kegiatan keislaman, enggan berjihad dan berda'wah. Lebih takut kepada manusia daripada kepada Allah Subhanahu Wata'ala, tidak suka berhukum dengan hukum Allah Subhanahu wata'ala dan mencari keuntungan pribadi.

Orang - orang munafiq tersebut diibaratkan dalam Al Qur'an sebagai orang yang menyalakan lampu/api tetapi tidak menerangi, ibarat orang tuli, bisu, buta seperti saat hujan lebat yang gelap gulita disertai guruh dan kilat atau seperti kayu besar yang bersandar, sekalipun penampilannya menarik tetapi mereka itu bodoh dan tidak berbobot

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun