Mohon tunggu...
Yuniarto Hendy
Yuniarto Hendy Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis Lepas di China Report ASEAN

Youtube: Hendy Yuniarto

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Pesan yang Diterima oleh Penjual Sembako

5 April 2020   09:09 Diperbarui: 5 April 2020   17:39 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Yoga Hastyadi Widiartanto/Kompas.com)

Kencangnya angin di sore hari mengguncang sayur dan buah di rak sederhana, di sebuah warung sembako. Beras menumpuk setinggi punggung orang dewasa telah disiapkan untuk dijual esok hari, bersama dengan gula, minyak, mi instan, dan paket-paket yang telah dibungkus rapi. Seorang pria memunguti sayur bayam dan kangkung yang berjatuhan karena terpaan angin. 

Kemudian  ia melanjutkan menghitung pemasukan hari ini. Pelanggannya dalam beberapa minggu ini bertambah banyak. Mereka tak punya banyak pilihan kecuali membeli bahan pokok di sembako terdekat yang jarang kehabisan stok. Hampir semua bahan pokok adalah dari petani desa.

Sebelumnya mereka mengeluh karena harga hasil taninya selalu rendah dan kalah bersaing dengan komoditas impor. Banyak yang putus asa dan menjual sawah-sawahnya untuk kemudian dibeli para investor untuk dibangun pabrik. 

Banyak generasi muda yang tak lagi menjadi petani melainkan menjadi buruh di pabrik karena hasil per bulan jelas ia dapatkan. Menjadi petani dengan masa panen 3 bulan sekali tidak menjamin mendapatkan hasil yang sepadan dengan modal dan tenaga kerjanya.

Setelah situasi pageblug ini akhirnya masyarakat desa mengharapkan warung sembako satu-satunya. Mereka seharusnya merasa sangat beruntung dan sekaligus khawatir jika warung sembako dan pak tani tak hadir melayani mereka. Tiba-tiba para petani pun diapresiasi, merasa dibutuhkan pada saat tak menentu ini yang mana banyak kepala keluarga masih berdiam di rumah.

Pemerintah membatasi dan mewajibkan tetap di dalam rumah sampai kondisi semakin terkendali. Namun kondisi normal yang diharapkan pun tak kunjung datang. Harapan untuk kembali bekerja terus dinanti. Panggilan bos pabrik pada buruh-buruhnya terus dihajatkan. 

Petani desa tentu tak peduli dengan panggilan bos buruh pabrik. Mereka terus berangkat ke sawah, membawa cangkul, menenteng cerek air. Hasil pertaniannya tak lagi sulit dijual. Kini warung sembako dan masyarakat desa selalu menantinya.

Suara pembawa berita di televisi terus mengabarkan kondisi terkini yang semakin tak menentu. Masyarakat di berbagai negara panik dan pemerintah terus mencoba usaha terbaiknya untuk mengatasi wabah yang tak disangka sebelumnya. 

Setelah berita malam muncul debat para politisi yang saling serang tak kunjung selesai. Dilanjutkan berita kriminal yang mengabarkan berbagai modus penipuan saat situasi semakin kacau ini.

Penjual sembako masih sibuk menghitung pendapatan hari ini sambil memeriksa barang-barang di rak. Jauh memandang ke depan terhampar luas persawahan dengan bermacam tanaman. Ia membayangkan bahwa tanah di garis khatulistiwa dengan baik hati memberikan hasil bumi untuk dinikmati tanpa habis.

Sesudah mengitung ia membuka pesan di grup desa, memeriksa siapa saja yang membutuhkan sembako untuk esok hari. Ia telah mengecek semua nama pemesan, namun ada satu nomor tak bernama mengirimnya pesan. Ia pikir nomor baru dari seorang warga desa yang ingin memesan paket sembako, namun sepertinya ia melihat cara komunikasi yang tak biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun