Mohon tunggu...
Joko Martono
Joko Martono Mohon Tunggu... Penulis - penulis lepas

belajar memahami hidup dan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Belajar Menjadi Profesional, Mengapa Tidak?

4 Maret 2011   13:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:04 1954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14213747281869499319

Obral-obrol kata profesional seringkali terdengar di tengah pergaulan sehari-hari. Pada umumnya, profesional dipersepsikan sebagai seseorang yang melakukan pekerjaan untuk mendapatkan bayaran (uang). Hampir seluruh jenis pekerjaan yang dilakukan seseorang - tanpa memandang persyaratan - kemudian disebut sebagai profesi.

[caption id="attachment_391126" align="alignleft" width="150" caption="joko martono (jm)"][/caption]

Mengacu pada persepsi tersebut, maka seluruh jenis pekerjaan seperti tukang bersih-bersih kebun, tukang membangun rumah, memulung barang bekas,bekerja menjadi pegawai (negeri/swasta), mendidik dan mengajar (guru, dosen), advokat, jaksa, hakim, dokter dapat disebut profesi. Bahkan, meliput-mengolah dan menyebarluaskan berita (wartawan/jurnalis, reporter), sampai menulis/memasok informasi di kompasiana pun (kompasianer) dapat disebut sebagai suatu profesi. Orang yang menjalankan aktivitas tersebut lantas dapat dikategorikan sebagaiprofesional.

Benarkah demikian?

Tanpa bermaksud menggurui dan menyalahkan siapa pun, pemahaman terhadap profesional yang masih terlalu umum tersebut sepertinya perlu diluruskan, dilengkapkan serta perlu didiskusikan untuk menemukan makna profesional supaya kita terbiasa melangkah berdasar pijakan yang jelas.

Atribut Profesional

Membincangkan sesuatu hanya berdasar definisi-definisi memang tidak selalu salah. Namun penulis tak hendak terjebak pada definisi yang beragam dan seringkali masih memerlukan pemahaman lebih lanjut.

Menurut berbagai bahan bacaan yang selama ini sempat terekam dalam benak penulis, berbagai pengalaman bergauldengan berbagai kalangan (awam maupun intelektual), juga merangkum berbagai catatan dalam pertemuan-pertemuan terbatas (seminar, lokakarya, dan sejenisnya) maka dapatlah disimpulkan sementara bahwa profesional itu tidak sekadar diartikan sesederhana seperti disebut di awal tulisan ini.

Itu sebabnya, beberapa atribut perlu dipahami agar suatu pekerjaan dapat disebut profesi dan pelakunya disebut profesional, di antaranya sebagai berikut:

* Ada ilmunya

Dimaksudkan, pekerjaan yang dilakukan mempunyai dasar keilmuan. Dalam perkataan lain, bahwa pekerjaan yang ditekuni itu melalui proses pembelajaran berkelanjutan, bisa dipelajari (ada sekolahnya), para pelaku tentu mengenyam dunia pendidikan, pengajaran, dan pelatihan, bahkan menekuni hingga memahami filosofi keilmuannya. Ini penting, mengingat seseorang yang disebut profesional selalu memiliki landasan pijak yang jelas, bekerja menggunakan cara (baca: metode) alias tidak asal-asalan.

* Menjiwai pekerjaan

Dimaksudkan, ketika menjalankan profesinya selalu serius, teliti/cermat, tekun, jujur dalam mengimplementasikan kepakaran/keahlian dan menjadikan setiap pekerjaan yang dihadapi merupakan sebuah tantangan. Pantang menyerah tanpa harus di-intervensi oleh kepentingan lain di luar pekerjaan yang dihadapi/dilakukan. Pendek kata, seorang profesional selalu menjiwai pekerjaan, bekerja secara terus-menerus hingga apa yang dilakukan benar-benar selesai.

Seringkali banyak beranggapan bahwa untuk menemui seorang profesional merasa kesulitan. Hal demikian tidak benar, karena seorang profesional mempunyai waktu luang tersendiri, artinya para profesional sudah terbiasa memanfaatkan hampir seluruh waktunya untuk melangsungkan pekerjaan, menyadari bahwa “hidupnya” memang diperoleh dari keahliannya, selalu bangga akan apa yang dilakukan.

* Pelayanan umum

Pekerjaan yang ditekuni bermanfaat untuk kepentingan umum. Maksudnya, apa yang dilakukan/dikerjakan kalangan profesional bukan semata untuk dirinya sendiri, melainkan untuk memenuhi kepentingan lebih luas dan memberikan pelayanan kepada siapa saja yang memerlukan. Hasil kerja dapat dinikmati berbagai kalangan melalui pelayanan berkualitas. Singkat kata, mengingat pelayanan bersifat umum dan memenuhi kebutuhan publik, maka “bayaran” layak diperoleh atas keahlian yang telah dilakukan tersebut.

* Kode etik

Barang tentu untuk memenuhi kelayakan seseorang dapat disebut profesional bilamana dalam menjalankan pekerjaan (profesinya) selalu terkait tanggung jawab moral. Etika merupakan salah satu atribut yang melekat dan tercermin melalui sikap atau perilaku dalam setiap pekerjaan yang dihadapi. Pertimbangan atas dampak (terutama dampak negatif) yang akan terjadi selalu menjadi fokus perhatian. Dalam pengambilan keputusan tidak gegabah, kelayakan dan kepatutan untuk bertindak menjadikan “self censorship” sehingga pekerjaan menjadi pantas dilakukan.

Dalam kaitan ini, kalangan profesional biasanya memiliki perkumpulan atau organisasi profesi, antara lain untuk mengawasi bilamana di kemudian hari ditemui masalah, apakah profesi yang dijalankan sudah sesuai kode etik profesi yang telah disepakati bersama.

Demikian sepintas kilas tulisan ini sengaja penulis lontarkan dalam rangka pembelajaran bersama menjadi pekerja profesional, mengapa tidak? Dan secara jujur bahwa tulisan ini bukanlah sebuah topik aktual, anggap saja refreshing sejenak di akhir pekan, perlu didiskusikan lebih jauh sehingga dapat menjadi pengayaan pengetahuan/wawasan sekaligus menyadarkan kita untuk dapat bekerja optimal.

Sudah layakkah kita disebut sebagai profesional?

JM (4-3-2011).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun