Mohon tunggu...
JepretPotret
JepretPotret Mohon Tunggu... Freelancer - ........ ........

........

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Konten Kearifan Lokal, Kekuatan Perfilman Nasional di Kancah Global

28 Mei 2017   16:09 Diperbarui: 28 Mei 2017   16:42 1458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pikiran-Rakyat.com

Sineas Eros Djarot berusaha menampilkan sikap pola pikir masyarakat Aceh terhadap kolonialisme pada jamannya, dalam film Tjoet Nyak Dhien yang diproduksi tahun 1998. Riri Reza dalam film Laskar Pelangi tahun 2008, berusaha menampilkan perjuangan hidup kelompok masyarakat dalam memperoleh akses pendidikan yang baik di Pulau Belitung.

Dari alur kedua film tersebut dapat jelas terlihat suguhan muatan (content) kearifan lokal. Sementara itu film aksi The Raid 2 di tahun 2014, tak menampilkan kehidupan khas masyarakat Indonesia namun cerminan dunia kekerasan internasional seperti dalam film asing. 

Inilah contoh film nasional yang dikemukakan oleh Tino Saroengallo dalam Dialog Film Nasional bertemakan "Kearifan Lokal Sebagai Kekuatan Film Indonesia Di Tengah Budaya Asing", yang diselenggarakan oleh Pusat Pengembangan Film (Pusbangfilm) Kementerian Pendidikan & Kebudayaan RI bersama Forum Wartawan Hiburan Indonesia  (ForWan) di Santika Premiere Slipi Jakarta Barat.

Dialog Film Nasional sesi pertama ini membahas "Kearifan Lokal Sebagai Kekuatan Film Indonesia", yang menghadirkan narasumber Tino Saroengallo (Produser Film), Maman Wijaya (Kepala Pusat Pusbangfilm Kemendikbud RI), Ahmad Syaikhu (Jurnalis Film). 

Foto:JEPRETPOTRET
Foto:JEPRETPOTRET
Kearifan lokal itu absurd, terdapat banyak elemen kebudayaan lainnya yang saling berinteraksi. Terjadi proses asimilasi dan evolusi untuk saling mengembangkan persamaan antar kebudayaan. Setiap kebudayaan memiliki filter berupa kearifan lokal untuk menghadapi pengaruh dari interaksi dengan kebudayaan lainnya. Percampuran budaya dapat terlihat dari tata cara berbicara / berbahasa, tata makan hingga tata busana. Ini juga dapat terlihat pada unsur penunjang kebudayaan seperti seni kerajinan tangan, seni ukir & patung, seni tari, seni suara hingga pola berpikir. Kearifan lokal dapat tercermin melalui sebuah karya film. 

Gaya bertutur sebuah film akan berpakem pada sebuah skenario. Skenario merupakan kunci utama dan cikal bakal dalam memasukkan unsur kearifan lokal.  

Tino Saroengallo lalu menjelaskan bahwa guru besar film yang menjadi kiblat dunia adalah film-film Barat. Diakui ini yang menjadi tren yang diikuti ("dijiplak") oleh dunia perfilman.  Jika ada terobosan untuk membuat film diluar pakem maka dianggap aneh dan bereksperimen.

Penggunaan bahasa dalam skenario film mengalami perkembangan menyesuaikan dengan kearifan lokal. Film "Genghis Khan" yang diproduksi tahun 1965, menggunakan bahasa Inggris dan diproduksi di sebuah studio. Kemudian berkembang penggunaan bahasa lokal dalam sebuah film di negara tempat produksi film.

Film nasional kini pun tak lagi memaksakan pemain berbahasa Indonesia dengan dialek daerah. Bagi yang tak memahami alur cerita film, kini dimudahkan dengan bantuan teknologi sub-title. Film "Turah" (2016) merupakan contoh film yang menggunakan secara keseluruhan bahasa Jawa Ngapak (Tegal) dalam cerita film. Hal menggembirakan ini merupakan perwujudan pelestarian bahasa daerah, sebagai perwujudan merekam unsur budaya dari sebuah kearifan lokal. 

Acungan jempol patut diberikan pada Mouly Surya yang pada tahun 2017 ini, berani mengangkat budaya kekerasan di Sumba Barat dalam film "Marlina: Si Pembunuh Dalam Empat Babak". Jangan kan publik internasional, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum mengetahui berlakunya budaya kekerasan membawa parang dalam keseharian hidup warga Sumba Barat. 

Perwujudan kearifan lokal dalam pola pikir sebuah film, dapat dilihat dari peran penjahat yang dilakoni oleh aktor seperti Farouk Afero, Soekarno M Noor, Didi Petet. Penjiwaan peran lintah darat dalam film Pasir Berbisik, dapat diperankan baik oleh Didi Petet yang sangat jauh bertolak belakang perilakunya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun