Mohon tunggu...
Jeff Sinaga
Jeff Sinaga Mohon Tunggu... Guru - Suka menulis, olahraga dan berpikir

pendidik, ju-jitsan, learn to stay humble and live to give good impact. :-) follow twitter: @Jef7naga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mimpi Dunia Lain

8 Mei 2013   18:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:53 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Entah mengapa, tiba-tiba aku temukan diriku menghadap sebuah lubang pada tembok yang rata. Dengan rasa penasaran aku mengintip sedikit keluar. Terlihat ada langit lain di sebelah sana, biru tapi tidak panas. Lubang seukuran bola salju tersebut mendesakku untuk masuk ke dalam. Memandang jauh terlihat hamparan padang rumput yang hijau. Terdapat juga beberapa pohon pinus, dan di sebelah pepohonan terdapat sebuah rumah sederhana.

Rumah tersebut terbuat dari kayu, ada cerobong asapnya dan kandang kuda. Juga terdapat bentangan kecil dari kebun sayur. Secara landscape, sungguh itu adalah pemandangan yang menakjubkan. Aku semakin bingung saat beberapa orang menyambutku, mungkin si pemilik rumah. Ternyata bukan sambutan sebagai tamu, melainkan sepertinya aku adalah bagian dari mereka, tidak menganggapku asing sama sekali. Entah kenapa kehangatan tersebut membuatku merasa aneh. Sebagian diriku tidak biasa dengan mereka, namun jauh di dalam hatiku merasa seperti aku pernah berada di sini dan hidup dengan mereka, entah suatu waktu.

Ku lihat beberapa orang yang menuju ke arahku tersebut adalah seorang gadis kecil, seorang lagi gadis remaja dan lainnya seorang ibu. Sementara yang laki-laki sepertinya sibuk dengan garapan kebunnya. Perawakan mereka seperti orang-orang normandy atau mungkin skandinavia.

Aku disambut dan digandeng sambil berlari kecil oleh gadis kecil tadi. Berlari sambil melepas gelak tawa dan keceriaan, begitu terasa. Apakah aku masuk ke dalam tubuh orang lain, atau mungkin inikah aku pada masa lalu?

Tiba-tiba terdengar suara gemuruh langit, sama-samar juga terdengar suara mesin pesawat terbang. Ternyata benar, sebuah pesawat terbang yang besar melintasi kami dengan suara mesinnya yang memekakkan telinga, memaksa kami berlari ke rumah. Aku berlari semampuku, hingga kudapati setitik sinar mentari mengganggu penglihatanku. Ku buka mataku, tersadar bahwa aku tak lagi di padang rumput tadi. Tidak ada siapa-siapa di sini. Ku pandangi sekelilingku, sepertinya kamar ini tak asing lagi, ini adalah kamarku! Ku lihat jam dan ternyata aku telat lagi pagi ini.

Samudera Hindia, June 2013

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun