Mohon tunggu...
Jati lanang
Jati lanang Mohon Tunggu... Lainnya - Seseorang yang selalu suka dengan tantangan

Masih diatas bumi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Priyayi

13 September 2017   09:28 Diperbarui: 19 September 2017   13:04 759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber Photo : Historinu.blogspot.com)

Dalam beberapa bulan terakhir ini, di berbagai media massa berskala local atau nasional, publik disibukkan dengan tontonan akrobat politik, yang bermacam macam, kalau tak mau di bilang aneh. Entah itu, proses pilkada, hingar bingar hak angket, dan siapa  calon presiden berikutnya 2019. Apakah Putra Mahkota, atau outsider yang notabene tidak memiliki trah politik sama sekali, tetapi layak jual alias memiliki elektabilitas yang tinggi. 

Walau demikian, saat ini, saya tidak sedang menulis tentang perihal di atas atau beranaliasa seperti para pengamat politik, sambil mengatakan; oligharki politik di partai-partai besar, partai partai besar mengalami krisis kader dalam kontestasi politik di 2019 dan seterusnya, luar biasa canggihnya. Biarlah itu urusan para intelektual, para pengamat politik, lembaga Survey dengan angka-angka yang mencengangkan. Kalau kata teman saya di salah satu "Group Whatsapp" : "saya mah, lagi gak ada urusan dengan itu semua. Kerenkan..?

Situasi tersebut justru menggiring ingatan saya pada dua cerita tentang perjuangan seseorang untuk menjadi Priyayi. Kisah pertama, cerita dalam Novel karya Umar Khayam "Para Priyayi", terbitan  PT Pustaka Utama Grafiti tahun 1992. Sebuah novel fiksi yang bercerita tentang Asal muasal ke-priyayi-an seseorang, perjuanganam menjadi Priyayi dan membangun trah Priyayi baru.

Cerita dalam novel, dimulai dari sebuah tempat bernama Wanagalih, kota fiksi yang merupakan tempat pertemuan Bengawan Solo dan Kali Mediun. sebuah ibukota kabupaten yang hadir sejak pertengahan abad ke-19. Kota kecil yang gersang dan sangat panas. Di tempat itu lah Sudarsono dalam novel "Para Priyayi" membuktikan bahwa rakyat jelata pun bisa menjadi Priyayi. Soedarsono yang kemudian mengubah namya menjadi Sastro Darsono (untuk semakin me-legitimasi status ke-priyayi-an nya)  adalah seorang anak petani Kedungsimo (buruh tani) yang berhasil menjadi seorang guru bantu di Plosoberkat, atas  bantuan dan dorongan untuk sekolah dari Asisten Wedana, Ndoro Seten. 

Dia lah orang pertama dalam keluarganya yang berhasil menjadi Priyayi. Keluarga Sastro Darsono, secara perlahan berhasil membangun dinasti Priyayi mereka sendiri. Kelahiran 3 anak mereka Noegroho, Hardoyo dan Sumini menambah lengkap keluarga Priyayi mereka. Semua anak mereka pun sukses megikuti jejak Sastro Darsono menjadi seorang priyayi. Begitu juga dengan Lantip (tokoh utama) Cucu jauh dari Sastro Darsono pun berhasil menjadi Priyayi.

Kisah Kedua, adalah perjuangan Ken Arok untuk menjadi raja di tanah jawa. Kisah tersebut di tuangkan dalam "Kitab Pararaton". walau, saat ini banyak orang mempertanyakan kebenaran atau ke absahan dari isi kitab tersebut. Di sebab kan pengarangnya anonym serta di tulis pada abad 16 M, jauh setelah ken Arok menjadi Raja pada abad 13 M di Singasari. Di tempat yang lain, seorang Pramodya ananta Toer pun menulis kisah Ken Arok ini, dengan persefektif yang agak berbeda. Ken Arok adalah pemimpin perlawan rakyat terhadap penguasa yang menindas.

Sebagaimana di ceritakan dalam kitab Pararaton, Ken arok adalah seorang Perampok dari Kara Utan, perampok yang sangat di takuti di seluruh kawasan kerajaan Kediri. Sampai suatu hari Ken arok bertemu dengan Brahmana Lohgawe, pendeta ahama Hindu. Atas bantuan Dahyang Lohgawe, Ken Arok dapat diterima bekerja sebagai pengawal Tunggul Ametung, yaitu Akuwu (bupati) di Tumapel. 

Dalam perjalanannya waktu, Ken Arok membunuh Tunggul Ametung dan menjadi akuwu baru di Tumapel. Agar memiliki legalitas politik yang kuat maka Ken Arok memperistri janda mendiang Tunggul Ametung yaitu Ken Dedes. Tidak puas hanya dengan menjadi Akuwu, Ken Arok Memproklamirkan bahwa Tumapel menjadi wilayah merdeka, lepas dari Kediri.  Pada tahun 1222 M Ken Arok melakukan pemberontakan, lewat pertempuran di desa Ganter, akhirnya Kediri kalah, Dangdhang Gendis (Raja Kerta Jaya) tewas. 

Sejak saat itu berdirilah sebuah kerajaan baru, yaitu Singasari. Ken Arok sebagai raja pertama dengan gelar, Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabhumi. Dari perkawinan trah Ken Arok dan Ken Dedes muncul trah baru, trah Rajasa. Dari trah  inilah Raja-raja besar di tanah jawa lahir. 

Apa itu Priyayi..?

Secara etomologi Kata Priyayi berasal dari dua suku kata Jawa : para dan yayi yang secara harafiah berarti "Para Adik " yang dimaksud adalah para adik raja. Jadi jelas bahwa sebutan Priyayi menunjuk untuk kaum ningrat. Di sisi yang lain juga, Status ke- Priyayi-an seorang juga dapat meningkat seiring degan bertambah usianya. dengan catatan ia mampu menjadi semakin bijak dan welas asih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun