Mohon tunggu...
Boedi Julianto
Boedi Julianto Mohon Tunggu... wiraswasta -

Networker who like sharing and connecting to the people in Social Media. Penikmat sepak bola yang menjadi penjaga gawang di situs www.seaplant.net dan www.jasuda.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Manusia Rakus

15 November 2010   18:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:35 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1289845140525648602

Selama seminggu terakhir, Mas Ajur pusing karena keingintahuan anaknya seputar Gayus dan istilah baru yang sering muncul di media. Cahaya, anak pertama Mas Ajur baru masuk SD kelas I sering kali bertanya sesuatu yang baru yang dia dengar dan lihat dari TV. Anak Mas Ajur yang masih polos dan lugu mulai kritis . Cahaya sering bertanya  untuk memuaskan rasa ingin tahunya yang sedang pada puncaknya. Terkadang Mas Ajur sampai pening kepala menjawab pertanyaan Cahaya. Sampai saat ini belum ada kata pas untuk menjelaskan istilah Makelar Kasus (Markus) kepada Cahaya yang baru menginjak umur ketujuh.

Sambil minum secangkir kopi pahit dan membaca koran pagi di beranda rumah yang teduh, mata Mas Ajur menemukan kembali Markus di headline news. Gayus kembali beraksi. Markus ternyata tidak saja ada di instansi keuangan, kepolisian, kejaksaan dan kehakiman. Dunia olah raga yang menjunjung tinggi fair play seperti sepak bola, ternyata juga ada Markus-nya. Wajar saja prestasi sepak bola negeri ini berada di titik nadir prestasi.

Mas Ajur teringat kembali wejangan Kyai Desa, sepuluh tahun yang lalu ketika nyantri di Pesantren Desa, Jogjakarta.

"Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia, cinta terhadap apa yang diinginkan berupa wanita-wanita, anak-anak, harta benda yang banyak dari jenis emas dan perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik" (QS 3:14).

Kyai Desa selalu antusias ketika menjelaskan surat Ali Imran ayat empat belas dengan Tauhid Mulkiyah, untuk meyakinkan santrinya bahwa hanya ada satu Sang Pemilik, yaitu Allah al-Maalik. Sang Pemilik seluruh isi jagat alam raya ini, bumi, bulan, bintang, matahari dan lautan, termasuk harta benda, nyawa, dan tubuh manusia. Semuanya sesungguhnya milik Allah dan semuanya pasti kembali kepada Sang Pemilik. Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi.

Wejangan Kyai Desa kembali terlintas dalam pikiran Mas Ajur. "Manusia di dunia ini tidak memiliki apa-apa kecuali mendapat pinjaman dan titipan dari Allah yang sifatnya sementara. Apa saja yang dititipkan Allah harus didapatkan dan digunakan manusia dalam kerangka beribadah kepada-Nya, sebagai bentuk perwujudan tujuan hidup yang nantinya wajib dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat.

Urip ing donya iku mung mampir ngombe lan Gusti Allah ora sare (Hidup di dunia itu sementara saja dan Allah tidak tidur).

Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya pula" (QS 99:7-8).

Mas Ajur termenung dan merenungkan kembali wejangan Kyai Desa. Kebaikan dan kejahatan seberat biji atom yang tak terlihat oleh mata pasti mendapatkan balasan setimpal. Manusia memang kadang sering lupa sehingga tergelincir menjadi Markus ketika dalam kalbunya muncul keinginan berlebih-lebihan terhadap apa saja yang ingin "dimakan dan dimilikinya" .

Dalam dunia yang semakin tua ini, Markus bukan hanya Makelar Kasus seperti Gayus yang punya uang haram Milyaran Rupiah di rekening Bank. Sejatinya, Markus adalah Manusia Rakus yang menginginkan apa saja dengan meghalalkan segala cara untuk memuaskan nafsu buruknya. Markus selalu ada dan berkeliaran seperti Gayus. Dimana dan kapan saja ketika manusia lupa akan fitrah dan tujuan hidupnya akan terjerumus menjadi Markus.

Mentari pagi mulai meninggi. Sinarnya menghangatkan jiwa. Mas Ajur bergegas menutup lembaran koran pagi dan  ingin segera menemui Cahaya

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun