Mohon tunggu...
Jamesallan Rarung
Jamesallan Rarung Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Kampung dan Anak Kampung

Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan Magister Manajemen Sumber Daya Manusia

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Alat Kesehatan Bukan Barang Mewah, Apakah Akan Terwujud?

25 Mei 2016   23:16 Diperbarui: 25 Mei 2016   23:32 932
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Sampai saat ini hampir semua alat kesehatan (alkes) masih termasuk dalam kategori barang mewah. Konsekuensinya adalah transaksi alat-alat ini otomatis akan dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Apa sih yang dimaksud dengan PPnBM ini? PPnBM menurut UU nomor 42 tahun 2009 Pasal 5 adalah pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk menghasilkan atau mengimpor dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Adapun dalam teknis pelaksanaannya PPnBM ini hanyalah dikenakan satu kali saja, yaitu pada saat penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah oleh pengusaha atau produsen kepada pembelinya, seperti penjelasan di atas tadi. Ada bebarapa alasan dari pemerintah sehingga beberapa barang dagangan dikenakan pajak barang mewah ini. Diantaranya adalah:

- Pemerintah menginginkan terciptanya keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi, sehingga tentunya yang membeli barang-barang mewah ini dianggap berpenghasilan tinggi dan harus "membayar lebih".

- Merupakan usaha dari pemerintah untuk mengendalikan pola konsumsi atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah. Dalam hal ini, pemerintah menginginkan konsumsi barang-barang tersebut tidak terlalu tinggi, karena jika terlalu tinggi akan dapat mempengaruhi nilai inflasi secara keseluruhan.

- Bertujuan dalam hal perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional, sehingga mereka dapat bersaing untuk menjual barang produksi mereka.

- Tentunya dengan membayar pajak yang tinggi terhadap barang-barang mewah ini, maka akan meningkatkan penerimaan bagi kas negara.

Nah, sekarang yang menjadi pertanyaannya adalah bagaimana dengan alat-alat kesehatan yang sangat diperlukan untuk diagnostik dan terapi terhadap penyakit? Apa dampaknya bila sebagian besar alkes ini masuk dalam kategori barang mewah?

Tak perlu kita berlama-lama berpikir, tentu saja hal ini akan meningkatkan "ongkos" dari pemeriksaan dan pengobatan. Sehingga rakyat Indonesia yang sedang sakit atau yang hanya sekedar melakukan "general check-up" akan mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Bukankah hal ini akan makin menambah penderitaannya?

Memang bagi fasilitas kesehatan milik pemerintah, semua pengadaan alat-alat ini ditanggung oleh APBN. Tetapi bukankah hal ini akan membuat pos anggaran yang sangat besar untuk pengadaannya? Otomatis hal ini akan menggerus total biaya dan anggaran kesehatan yang pas-pasan saat ini, yaitu 5% dari APBN. Padahal WHO merekomendasikan setidaknya 15% dari APBN. Dampaknya adalah pos anggaran yang bisa kita alokasikan untuk kebutuhan lain, akan terserap sangat besar "hanya" oleh membeli alkes yang sangat mahal ini. Belum lagi berbagai penyimpangan dan "mark up" yang terjadi, karena paritas nilai PPnBM ini adalah mulai dari 10% sampai dengan 200% (pasal 8 UU nomor 42 Tahun 2009). Wow, ini terlihat dari banyaknya kasus yang ditangani oleh aparat hukum kita.

Bagaimana dengan fasilitas kesehatan milik swasta. Tentu saja tingginya pajak barang-barang alkes ini, akan menyebabkan modal pembelian yang sangat besar. Dan kita semua sama-sama tahu, bahwa ujung-ujungnya "pengembalian" modal ini akan ditanggung oleh pasien nantinya. Hal ini sangatlah jelas kita lihat dan alami dimana "besarnya" biaya pemeriksaan dan pengobatan di RS dan klinik swasta tersebut.

Apakah dengan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan operasionalisasi oleh Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hal ini akan dapat di atasi? Jangan terlalu berharap. Gonjang-ganjing dan berbagai keluhan telah kita dengar dan bahkan kita alami secara langsung. Dimana RS dan Klinik baik pemerintah maupun swasta, tetap merasakan kerugian atau tidak sesuainya "real cost" operasionalisasi alkes ini dengan jumlah klaim yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun