Mohon tunggu...
mufti arifin
mufti arifin Mohon Tunggu... karyawan swasta -

karyawan biasa yang suka jalan-jalan. Cita-cita keliling dunia dan menulis buku.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Memaksimalkan Shuttle Bus Bandara Soekarno Hatta

16 Maret 2013   15:05 Diperbarui: 4 April 2017   17:43 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bandara Soekarno-Hatta saat ini terdiri dari tiga terminal, Terminal 1, Terminal 2, dan Terminal 3. Di Terminal 1 terdapat terminal 1A, 1B, dan 1C. Terminal 2 terdiri dari terminal 2D, 2E, dan 2F. Semua terminal terhubung dengan shuttle bus berupa bus kecil berwarna kuning dengan frekuensi 10-30 menit sekali. Sebagian besar penumpang mengetahui shuttle bus sebagai satu-satunya sarana untuk berpindah dari satu terminal ke terminal lain.

Barangkali hanya karyawan maskapai dan yang bekerja di bandara mengetahui adanya angkot yang dapat digunakan sebagai penghubung antar terminal. Mobil berwarna silver dengan tulisan Airport Transportation ini memiliki rute Rawa Bokor-Bandara-M1. Di bandara angkot ini melewati hampir semua lokasi di bandara, termasuk semua terminal tentunya. Tentu saja karena angkot, diterapkan tarif Rp 4000 sekali jalan. Sayangnya karena tidak ada petunjuk yang jelas dan rute yang tidak tetap, angkot ini sering sepi penumpang dan berputar-putar untuk mencari penumpang sebelum mencapai tujuannya.

Dengan kurang berfungsinya Airport transportation, shuttle bus menjadi satu-satunya harapan penumpang. Untuk penumpang yang berpindah di dalam terminal 1 (1A ke 1B atau ke 1C dan sebaliknya) atau di dalam terminal 2 (2D, 2E ke 2F dan sebaliknya) jalan kaki masih bisa menjadi alternatif, tetapi hampir tidak mungkin untuk perpindahan dari terminal 1 ke 2, 1 ke 3, 2 ke 3, dan sebaliknya dengan jalan kaki (beberapa kali ada penumpang yang jalan kaki dari terminal 1 ke terminal 2 karena tidak tahu ada shuttle bus dan beberapa karyawan bandara kadang jalan kaki dari terminal 1A ke terminal 3). Dengan rute awal shuttle bus terminal 1-terminal 2-terminal 3-terminal 1 dan seterusnya, bagi penumpang yang akan berpindah dari terminal 1 ke terminal 3, harus melewati terminal 2. Hal yang sama juga terjadi pada penumpang yang akan berpindah dari terminal 3 ke terminal 2, harus melewati terminal 1. Tentu saja waktu yang diperlukan menjadi lama dan shuttle bus penuh dengan penumpang yang tidak akan turun di terminal antara.

Pengelola bandara saat ini sudah menerapkan 4 rute shuttle bus yaitu terminal 1-2 pp, terminal 2-3 pp, terminal 1-3 pp, dan rute awal (terminal 1-2-3-1) tentu saja untuk mengurangi waktu tempuh dan mengurangi kepadatan. Sayangnya dengan jumlah armada yang tetap, waktu tempuh memang lebih cepat, tapi waktu tunggu menjadi lebih lama yang bagi penumpang hasilnya sama saja. Belum lagi kemacetan sering terjadi lobby terminal dan di jalan antar terminal.  Meskipun beberapa ruas jalan sudah diberi tanda khusus shuttle, tapi area khusus ini tidak steril dari kendaraan lain. Sopir shuttle sering mengeluhkan bus lain yang berhenti di area khusus shuttle bus. Dengan "tidak ada"nya alternatif lain seharusnya pengelola bandara meningkatkan kehandalan shuttle bus ini.Beberapa langkah bisa dilakukan untuk memaksimalkan shuttle bus ini.

1. Ukuran shuttle bus diperbesar. Seharusnya ukuran shuttle bus minimal sama dengan bus yang digunakan maskapai di dalam apron untuk mengangkut penumpang dari boarding lounge ke pesawat jika parkir berada jauh dari boarding lounge (berada di remote). Sebagian besar penumpang yang berpindah terminal membawa barang atau bagasi cukup besar dan sangat repot sekaligus merepotkan penumpang lain pada saat naik dan turun shuttle bus yang kecil. Bus shuttle di Changi antara terminal 2 dan Budget terminal (sekarang akan menjadi terminal 4) jauh lebih besar dan nyaman.

2. Seharusnya ada jalur khusus yang steril dari kendaraan lain. Tempat berhenti shuttle bus harus benar-benar khusus untuk shuttle bus, tidak terpakai oleh bus lain, kendaraan pribadi, bahkan VIP sekalipun.

3. Jalur yang dilewati tidak hanya antar terminal tetapi juga bagian bandara yang lain, seperti klinik (sebenarnya sarana kesehatan cukup lengkap, tapi tidak ada penumpang yang akan memanfaatkan karena akses yang susah), kantor pos, kantor AP II (untuk mengurus pas harian), Karantina (jika membawa tumbuhan atau binatang), Imigrasi, POLSEK Bandara, Gudang (untuk mengambil kargo atau bagasi yang berukuran besar), tempat parkir, dan Masjid. Barangkali hanya sebagian kecil penumpang yang ada di Terminal 1A yang bisa dan tahu akses ke Masjid (dengan jalan kaki) untuk menunaikan sholat Jumat. Pengelola bandara seakan tidak perduli dengan kebutuhan ini, mungkin karena kantor mereka di depan Masjid.

4. Agar semua bagian dilewati shuttle maka seharusnya Bandara Soekarno-Hatta meniru Suvarnabhumi di Bangkok. Ada dua jalur shuttle bus, satu khusus antar terminal dan jalur lain yang melewati semua tempat termasuk terminal. Karyawan bandara menggunakan shuttle jalur kedua. Jika bandara Soekarno-Hatta menerapkan cara yang sama, maka menjelang sholat Jumat, penumpang bisa naik shuttle bus jalur kedua untuk ke Masjid.

5. Agar shuttle bus bisa lancar dan tidak terkena macet, tidak semua kendaraan melewati lobby terminal. Seperti di Suvarnabhumi, terdapat public transport center, yaitu pusat transportasi umum yang letaknya jauh dari terminal. Taksi, minivan, bus kota,  charter, dan transportasi umum lainnya parkir di tempat ini. Penumpang yang menggunakan jasa transportasi umum bisa naik dan turun dari tempat ini. Dari dan ke terminal penumpang menggunakan shuttle bus yang nyaman. Transportasi dari public transportation center ini tarifnya lebih murah dibandingkan taxi bandara atau bus express dari depan pintu kedatangan. Moda transportasi tersebut selain skytrain yang sudah ada di bandara Suvarnabhumi (KRL bandara Soekarno-Hatta belum tahu kapan jadinya). Jika dibuat public transportation center di Rawa Bokor misalnya, Bus Damri cukup parkir di tempat ini. Penumpang tinggal datang, pilih bus sesuai tujuan, dan berangkat sesuai jadwal atau kalau sudah penuh. Sopir bus tidak perlu berputar-putar di terminal, dan penumpang tidak perlu setengah mati mencegat dan rebutan masuk bus Damri. Bus yang standby menunggu penumpang adalah salah satu penyebab macet di depan terminal. Taksi non stiker juga tidak perlu main kucing-kucingan dengan security bandara untuk mendapat penumpang supaya tidak kembali ke kota dengan kosong. Taksi non stiker tinggal parkir di public transportation center dan penumpang akan datang menggunakan jasa mereka karena harganya lebih murah dibandingkan taksi stiker. (Sebenarnya banyak taksi balik yang parkir di bawah jembatan Rawa Bokor setelah mengantar penumpang ke bandara, sayangnya penumpang yang akan ke Jakarta sulit untuk mencapai Rawa Bokor dari bandara, sehingga hanya karyawan bandara yang memanfaatkan taksi balik ini). Bagaimana dengan taksi stiker ? Penumpang yang tidak punya waktu banyak atau repot kalau harus naik shuttle ke public transportation center adalah jatah taksi stiker.

Tentu saja semua hal di atas bisa terjadi jika ada kemauan dari pengelola bandara, penumpang, awak angkutan umum, karyawan bandara, dan semua pihak yang ada di bandara termasuk VIP dan protokolernya untuk mewujudkan bandara Soekarno-Hatta yang nyaman, tidak macet, teratur, dan ramah buat siapa saja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun