Mohon tunggu...
Ajang Kamaludin
Ajang Kamaludin Mohon Tunggu... -

seorang penjahit tas yang ingin merubah hidupnya dengan cara berpendidikan di UNIGA..pi do'ana ti sadayana..hahahah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perubahan UUD 1945

21 Januari 2012   05:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:37 12436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan mulitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.

Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensil

Apa sih sebenarnya amandemen UUD 45 itu ?. Amandemen diambil dari bahasa Inggris yaitu "amendment". Amends artinya merubah, biasanya untuk masalah hukum. The law has been amended (undang-undang itu telah di amandemen). Jadi yang dimaksud dengan Amandemen UUD 45, artinya misalnya pasal-pasalnya dari UUD 45 itu sudah mengalami perubahan yang tertulis atau maknanya, barangkali. Kapan UUD 45 itu dimandemen ?. Perlu diketahui ada perbedaan antara rancangan UUD yang dibuat oleh pantia BPUPKI dengan naskah UUD 45 yang disetujui dan ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Jadi anggaplah dasar UUD 45 yang belum diamandemen adalah UUD 45 yang tercantum dalam ketetapan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) no.1. No.2 kan memilih Soekarno Htta menjadi Presiden dan Wakil Presiden. No.3 berbunyi : Pekerjaan Presiden untuk sementara waktu dibantu oleh sebuah Komite Nasional. Dan memang dalam Aturan Peralihan UUD 45, pasal IV tercantum : Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan perwakilan rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional. Dengan perkataan lain saat itu Presiden berkuasa tampa batas karena beliau berfungsi ya sebagai eksekutif, ya sebagai pimpinan legislatif. Ini kurang demokratis, padahal Republik Indonesia saat itu harus menunjukkan sifatnya yang didukung rakyat. Kalau tidak, maka Belanda bakal berkaok-kaok membenarkan bahwa Pemerintahan Soekarno, fasistik ala Jepang. Makanya konstitusi kita dicermati harus diamandemen. Bagaimana caranya ?. Sejarah menggambarkan bahwa muncullah petisi (kurang lebih 50 orang) untuk merubah KNIP (yang tadinya sekadar badan pembantu Presiden) menjadi sebuah badan legislatif. Karena apa ?. Karena untuk memunculkan apa yang tertulis dalam undang-undang yaitu terbentuknya MPR dan DPR, sulit direalisir saat itu. Jadi mengapa tidak KNIP saja yang dirubah jadi MPR sementara. Pada tanggal 22 Agustus 1945, PPKI yang berubah menjadi PK (Panitia Kemerdekaan) menetapkan pembentukan Komite nasional, Partai Nasional Indonesia (Staat partij, bukan PNI partai politik) dan Badan Keamanan Rakyat. dan pada tanggal 29 Agustus 1945, anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) terbentuk dengan ketuanya Mr Kasman Singodimedjo. Wakilnya ada 3 orang yaitu masing-masing, Sutardjo Kartohadikoesoemo (I), Mr Johanes Latuharhary (II) dan Adam Malik (III). Dalam sidangnya yang pertama dibalai Muslimin Jakarta, pada tanggal 16 Oktober 1945, KNIP keadaannya kacau. Semua ingin bicara dan merasa perlu ikut bicara. Meskipun demikian hasilnya ada juga yaitu meminta hak legislatif kepada Presiden sebelum terbentuknya MPR dan DPR. Seperti telah disebutkan diatas, sejumlah 50 orang dipimpin Soekarni membuat petisi untuk merubah fungsi dan status KNIP. Sejumlah anggota kabinet seperti Amir Sjarifudin dan Hatta bisa menyetujui (Soekarno tidak hadir dalam sidang KNIP pertama ini). Maka Wakil presiden Mohammad Hatta menerbitkan Maklumat wakil Presiden no.X tapi dengan kop : Presiden Republik Indonesia. Isinya : Memutuskan : Bahwa KNIP sebelum terbentuknya MPR dan DPR diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN serta menyetujui bahwa pekerjaan KNIP sehari-hari berhubung dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang dipilih diantara mereka dan yang bertanggung jawab kepada KNIP. Siapakah yang diangkat menjadi ketua BP KNIP itu ?. Dialah Sutan Sjahrir. Dan Wakilnya diangkat Amir Sjarifudin. Sekretaris Mr Soewandi. Jumlah anggota BP KNIP adalah 15 orang. Maka mulailah bekerja BP KNIP ini dan kantornya di Jalan Cilacap Jakarta (sekarang dipakai UBK). Salah satu produk hukum yang dibuat oleh BP KNIP adalah maklumat no.5 tentang pertanggung jawaban menteri-menteri dan susunan dewan kementerian baru. Dokumen ini amat penting karena tampa disadari merupakan rancangan perubahan konstitusi yang amat mendasar. Konsekwensinya kalau disetujui, maka terjadilah perubanah sistim kabinet presidentiel, menjadi kabinet ministriel . Lucunya Soekarno-Hatta menyetujui. Bahkan Soekarno meminta Sjahrir bertindak sebagai Perdana menteri. Kabinet Sjahrir terbentuk dan serah terima terjadi pada tanggal 14 November 1945. Anehnya ketika berlangsungnya sidang KNIP kedua (foto diatas, bertempat di Sekolah Tinggi Obat-obatan dimuka CBZ) Sjahrir masih sebagai ketua BP KNIP dan sudah serah terima dengan kabinet lama. Padahal saat itu dia sudah Perdana menteri. Demikianlah kisah sejarah dalam negeri yang namanya Republik Indonesia ini. Rupanya amandemen bukan barang baru. Tidak aneh kalau Amin Rais Cs melakukannya tahun 2002. (Disarikan dari berbagai sumber). Tanpa bermaksud menyetujui tulisan dalam detik kom diatas. Mungkin untuk menyiasati tantangan yang muncul yang menggoyahkan sendi negara, para politikus, tidak segan-segan mengamandemen peraturan-perundangan yang sedang berlaku. Bukankah dalam politik, siapa kuat dialah yang menang ?
. Berkenaan dengan terjadinya polemik seputar proses Amandemen UUD 1945. Dan telah dilaksanakannya perubahan sampai tahap ke III.

Berdasarkan hasil kajian terhadap materi perubahan pertama sampai ketiga, dan dengan mencermati rancangan materi perubahan ke empat, didasari oleh semangat kebangsaan Korda GMNI Jawa Timur berpendapat telah terjadinya 2 kesalahan prinsip dalam proses perubahan UUD 45.
1. KESALAHAN SUBSTANTIF, adalah kesalahan yang terdapat dalam hasil-hasil perubahan, yang merupakan kesalahan pokok substantif.
• Hilangnya semangat kebangsaan. Bahwa hasil hasil perubahan/ Amandemen sampai tahap ketiga telah mendistorsi semangat kebangsaan menjadi semangat kedaerahan. Bahwa kepentingan daerah harus diakomodasi oleh kepentingan nasional, itu jelas; tetapi yang dimunculkan oleh perubahan sampai tahap ke III adalah sebuah kemunduran. Semangat kebangsaan telah direduksi sedemikian jauh. Jauh meninggalkan cita-cita Nasional.
• Kentalnya muatan “kepentingan sesaat”. Bahwa UUD haruslah dipersiapkan untuk mampu mengantisipasi perubahan dan tantangan jaman kedepan, sambil menjelaskan arah kemana bangsa ini akan bergerak. Sampai perubahan ke III, warna kepentingan sesaan sangat nampak. Muncul akibat ketakutan yang berlebihan terhadap isu “sentralisme”. Bahwa akar dari nasionalisme adalah “persatuan nasional”, dijawab oleh perubahan I-II-III UUD 45 sebagai “kecurigaan nasional”. Kecurigaan yang berlebihan muncul dan diwujudkan dengan “mengamankan” kepentingan masing-masing. Ketidakjelasan atas ide bentuk pemerintahan, dijawab dengan munculnya pasal-pasal dominasi legislatif misalnya.
• Ketidak jelasan arah terhadap bentuk negara dan bentuk pemerintahan. Bahwa tiap negara mempunyai ke-khas-an dalam sistem kenegaraannya haruslah diakui. The Founding Fathers Indonesia telah menetapkan pondasi yang cukup kokoh dalam pembacaan ke-khas-an sosiologi politik masyarakat Indonesia. Yang nampak dalam Perubahan I-III UUD 45 adalah adopsi sepotong-sepotong terhadap berbagai sistem pemerintahan negara lain, dan melupakan origin sosio-kultural-politik bangsa Indonesia. Yang terjadi akhirnya bukan penguatan konsep Negara Kesatuan berbentuk Republik dengan sistem Pemerintahan Presidensiil , tetapi yang muncul kemudian adalah Negara Federal berbentuk Republik dengan sistem Pemerintahan Tidak Jelas Arah. Bentuk negara apapun akan cocok JIKA cocok (macth) dengan kharakteristik geo-politik dan sosio-kultural-politik negara yang bersangkutan. Dan Indonesia, satu satunya negara kepulauan terbesar dengan penduduk terbesar sudah harus sadar untuk menemukan ciri diri sendiri, bukan dengan semangat inferior meniru konsep negara lain yang jelas berbeda geo-politik-nya.

2. KESALAHAN PROSES, adalah kesalahan yang terjadi dalam proses dirubahnya UUD 1945, yang akan bisa jadi berpengaruh terhadap output yang dihasilkan.
• Semangat Amandemen UUD 1945 direduksi hanya menjadi urusan MPR semata, bahkan telah direduksi hanya menjadi urusan PAH I semata. Amandemen UUD, secara prinsip, jelas akan mempengaruhi seluruh sendi-sendi kehidupan bernegara, sehingga seharusnya seluruh warga negara berhak turut dalam proses usulan, penolakan, maupun tuntutan atas perubahan-perubahan yang dilakukan.
• Tidak fokus. Perubahan I-III UUD 45 dari proses berjalannya tidak fokus. Terlalu banyak yang disoroti sehingga akhirnya memunculkan bias, memunculkan ketidak jelasan. Di semua negara-negara demokratik, hubungan penataan pembahasan, baik dari bab ke bab, maupun dari pasal ke pasal, termasuk bagian penjelasannya merupakan suatu susunan yang utuh dan terintegrasi. Ini tidak terjadi di perubahan I-III UUD 45, justru yang terjadi adalah perloncatan pembahasan, tidak runtut, ketiadaan penjelasan, dan jelas kemudian akan nampak: Tidak Fokus.
• Terlalu cepat. Pembahasan perubahan I-III memakan waktu yang sangat cepat, terkesan memaksakan kehendak bahwa perubahan ini kemudian “harus dipakai” pada pemerintahan hasil pemilu 2004 nanti. Sehingga melupakan proses bahwa TIDAK PERNAH di negara manapun ada perubahan UUD yang begitu drastis seperti yang terjadi di Indonesia sekarang ini.
• Orde Baru. Begitu kentalnya kita, kelompok pro-demokratik, tahun tahun lalu menuntut adanya clean and good governance, dan meng-ide-kan bahwa Orde Baru adalah sama dan sebangun dengan rejim korup dan otoriter. Dan pada saat ini kita percayakan perubahan nasib negara kita pada orang orang di MPR yang sama sekali belum bersih dari campur tangan orde baru. Artinya sama dengan kita meletakkan arah perubahan terhadap orang-orang yang telah membawa Indonesia ke keterpurukan selama 2 kali!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun