Mohon tunggu...
Muhammad Ivan
Muhammad Ivan Mohon Tunggu... Administrasi - PNS di Kemenko PMK

Sebagai abdi negara, menulis menjadi aktivitas yang membantu saya menajamkan analisa kebijakan publik. Saya bukan penulis, saya hanya berusaha menyebarkan perspektif saya tentang sesuatu hal.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ciptakan Petarung Sejati (Mensyukuri Bonus Demografi)

21 September 2016   13:18 Diperbarui: 21 September 2016   13:51 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Prawacana

Ketimpangan membuat ketidakseimbangan di berbagai lini kehidupan.  Ketimpangan membuat rasionalitas tidak lagi berguna. Menunggu orang sakit lebih banyak, kebodohan merajalela, dan nilai-nilai moralitas runtuh hanya akan membuat pekerjaan rumah lebih banyak, dan lebih perih lagi, bahwa kemiskinan telah menjadi bagian dari keseharian kita.

Dengan jumlah penduduk yang semakin banyak, maka bukan hal yang mudah mengelola masalah kependudukan. Kemiskinan dan pengangguran merupakan tugas berat untuk pemerintah kini dan masa mendatang. Berhenti meratap dan mulai bergerak. Ibarat bermain sepakbola 90 menit lamanya, maka perlu strategi yang tepat untuk memulainya.

Menunggu dan diam bukanlah perilaku yang baik di zaman ini, terlebih bagi seorang pemimpin, entah itu presiden, gubernur, walikota/bupati hingga ketua RT. Mereka yang menjadi pemenang, adalah mereka yang mampu beradaptasi dengan zaman yang terus membaru. Inilah yang dituntut globalisasi pada segenap pemimpin. Tidak mudah dan tidak murah karena hegemoni kepemimpinan masih banyak diintervensi politik praktis secara membabi buta. Analisis kebutuhan dengan berbagai pertimbangan dan kematangan analisis belum tentu disepakati dalam sebuah rencana kerja pemerintah (daerah).

Perlu pemimpin yang bervisi,   mampu membaca arah dan pergerakan zaman, tanpa satupun manusia Indonesia yang tidak berdaya di kemudian hari. Di bidang olahraga, Indonesia matikutu, tidak ada kemajuan yang berarti, mempertahankan emas di bulu tangkis itu sudah harga mati. Tidak ada perubahan yang berarti selama hampir tiga dasawarsa. Olahraga menjadi cerminan betapa buruknya kualitas olahraga, bukan karena fisik, namun tidak adanya strategi yang mumpuni untuk beradaptasi dengan dunia olahraga yang semakin maju. 

Beberapa olahraga barupun siap dipertandingkan di olimpiade Tokyo 2020, yakni  baseball, karate, olahraga mendaki, papan seluncur dan berselancar. Negara-negara lain sedang bersiap membina manusia dan beradaptasi dengan olahraga-olahraga yang baru, namun kita memilih  untuk bergerak dan bertahan. Dari cerminan tersebut, pemerintah telah abai terhadap banyak potensi anak muda yang melimpah ruah, namun tanpa pelibatan sejak dini, mereka hanya akan tumbuh menjadi jago kandang dan rendah daya saing, karena lingkungan olahraga yang tidak mendidik mereka untuk menjadi juara, melainkan menjadikan olahraga hanya sebagai selingan dan ala kadarnya saja.

Beberapa perspektif

Ada beberapa pandangan/perspektif saya terkait dengan bonus demografi, yakni:

  1. Kemiskinan itu dosa pemimpin, karena pemimpin yang riil, yakni pemimpin yang tidak akan membuat warga negaranya pandai mengemis. Mengemis adalah perbuatan tercela, bahkan Tuhan membencinya. Kemiskinan merupakan penjajahan baru, yang menutup nurani. Namun mengapa perbuatan mengemis masih terjadi saat sudah merdeka 71 tahun lamanya.   
  2. Anak-anak adalah tunas, mereka akan tumbuh menjadi pemuda. Produktif atau tidak, tergantung apakah mereka memiliki view yang baik tentang apa-apa yang akan mereka hadapi di masa mendatang. Jika tiada pandangan, bagaimana mereka akan mampu beradaptasi dengan dunia, yang justru lebih banyak menyingkirkan mereka. Inilah mengapa, pemerintah (daerah) harus memiliki sikap tegas, bahwa anak-anak adalah aset yang dapat menjadi harta karun berharga daerah. Dengan mendapat sekolah yang baik dan lingkungan orang dewasa yang baik, mereka akan tumbuh dengan kepribadian yang menawan. Pernah beberapa kali saya menyaksikan anak-anak usia 5-6 tahun mengeluarkan kata-kata yang tidak senonoh di depan umum. Dan kita hanya bisa diam seribu bahasa.
  3. Ledakan bonus usia muda, bukanlah hadiah cuma-cuma. Jika berhasil, pastikan  tidak ada satu anakpun di berbagai belahan papua, dan daerah-daerah tertinggal lainnya tertinggal. Mereka juga memiliki hak yang sama memperoleh pendidikan yang layak. Selain ada SM3T, Guru Garis Depan, Sekolah Garis Depan, pemerintah (daerah) perlu membuat proyek kota kecil yang dapat menjadi akses untuk pendidikan, kesehatan, dan pelayanan publik lainnya. Bukan untuk membandingkan, namun Australia Barat dapat menjadi contoh untuk menjamin kualitas pendidikan di daerah terpencil dengan didukung oleh kualitas fasilitas dan sarana yang menunjang program tersebut. Australia Barat memiliki program guru untuk daerah terpencil melalui The Remote Teaching Serviceyang terdiri dari kelompok yang berdedikasi lebih dari 200 guru yang tinggal dan bekerja di 38 masyarakat terpencil di Australia Barat. Mereka memberikan program pendidikan yang fleksibel dan inovatif untuk memastikan siswa di daerah terpencil tidak dirugikan oleh lokasi mereka dan memiliki akses ke program pembelajaran berkualitas tinggi. Pernah saya menonton
  4. Kita bernama Indonesia, yang dimaknakan oleh negara lain dengan garis pantai terpanjang kedua, sumber daya alam melimpah, dan salah satu negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia, serta sedang menikmati bonus demografi yang melimpah. Namun jangan belajar dari pencapaian negara lain, karena tiap ide akan jauh berbeda di masa depan. Mungkin pencapaian ekonomi Korea Selatan tidak dapat disamakan dengan konteks negara kita yang sangat heterogen. 

Akhir kata, Peter Thiel menjelaskan dalam bukunya “Zero to One” bahwa “The next Bill Gates will not build an operating system. The next Larry Page or Sergey Brin wont make a search engine. And the next Mark Zuckerberg won’t create a social network. If you are copyng these guys, you aren’t learning from them.“  Ide-ide anak muda perlu dieksplorasi, bukan dirusak dan diseragamkan memiliki keahlian yang sama. Genuinitas pemikiran mereka perlu diutamakan, sehingga ketika Perpres Revitalisasi SMK diundangkan, mereka takkan bernasib buruk seperti alumni-alumni mereka yang dipecat, dan ketika itu terjadi, mereka terus mengemis mencari pekerjaan, namun minus keahlian berwirausaha. Berhenti mengeluh, berhenti mengemis, dan berhenti menunggu merupakan karakteristik para petarung sejati yang siap bersaing, bukan untuk menyingkirkan yang lain, namun berdayaguna di tempat yang tepat, terus memperbaiki kualitas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun