Mohon tunggu...
Indra Sastrawat
Indra Sastrawat Mohon Tunggu... Administrasi - Wija to Luwu

Alumni Fakultas Ekonomi & Bisnis - UNHAS. Accountant - Financial Planner - Writer - Blogger

Selanjutnya

Tutup

Money

Semua Agen Asuransi Pembohong!!!

5 April 2012   06:09 Diperbarui: 18 Oktober 2016   07:54 14527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1333605922901523643

 

Mengalami penolakan dari nasabah adalah lumrah bagi agen asuransi, saya sudah sering mendengarnya dari istri dan teman-teman. Agen asuransi sering di konotasikan negatif sebagai mahkluk yang susah di ajak kompromi waktu dan tempat. Bahkan ketika masih menjadi karyawan di perusahaan asuransi, saya menyimpan pandangan seperti itu. Padahal saya bisa gajian dari hasil keringat marketing. Sudah beberapa bulan ini saya banting setir menjadi agen asuransi, seorang akuntan berubah 360 derajat menjadi marketing. Ippho Santoso dalam salah satu tulisannya Marketing vs. Accountant pernah berujar, bahwa di perusahaan mana pun seorang akuntan dan marketing akan sulit untuk berdamai. Seorang akuntan cenderung menggunakan otak kirinya yang linear sedangkan marketing cenderung menggunakan otak kanan yang lompat-lompat. 

Dalam bahasa psikologi akuntan adalah seorang pragmatis sedangkan marketing adalah sanguinis sejati. Dan anehnya seperti melawan takdir saya ditakdirkan menjadi partner istri sebagai agen marketing. Saya ingin cerita pengalaman kami beberapa hari yang lalu, bagaimana kami harus bersikap defensive ketika menghadapi calon nasabah yang cenderung menyerang dengan opini sempit. Siang hari kami membuat jadwal ketemuan dengan salah satu calon nasabah. Dari salah satu agen kami, kami di berikan jadwal ketemu malam hari. Saya dan istri datang di temani seorang agen yang kebetulan kenal dengan calon nasabah itu. 

Kami datang agak malam sekitar jam 09.00, diterima hangat oleh istri dan suaminya. Sebagai intro kami membahas tentang pekerjaan dan keluarga. Keadaan berubah ketika suami calon nasabah kami menyerang dengan statemen bahwa mereka lebih percaya dengan asuransi yang punya asset lebih besar. Alasannya sederhana dengan asset lebih besar mereka lebih aman. Padahal kami sama sekali belum mengeluarkan selembar proposal pun apalagi jurus-jurus  marketing sama sekali belum keluar. Si suami ini berubah menjadi tidak ramah dan cenderung merendahkan profesi dan perusahaan kami. Kami coba menjawabnya dengan argument yang lebih baik, kami bilang bahwa RBC (Risk Based Capital) atau kemampuan bayar perusahaan kami jauh di atas persyaratan Bank Indonesia. 

Ketika saya ingin menjelaskan tentang perbedaan pengelolahan dana antara kami asuransi syariah dengan konvensional, si suami hanya berkata semuanya sama saja. Istri saya coba menenangkan suasana dengan bertanya tentang pekerjaannya, lalu bertanya tentang tempat kuliahnya dulu. Eh ternyata di suami ini adalah junior istri saya dulu. Seketika mimic wajahnya sedikit berubah tapi sikap egoisnya tetap kuat bahwa semua asuransi sama dan hanya yang punya aset besar yang bisa di percaya. Mungkin dia lupa dengan salah satu asuransi besar di USA yang tiba-tiba bangkrut dan bagaimana perusahaan sebesar Lehman Brothers bisa kolaps. Padahal aset mereka besar. Jadi aset bukan ukuran baku dalam binis keuangan. Saya yang sejak awal sudah emosi mencoba menjelaskan dari sudut pandang saya sebagai akuntan tanpa berusaha mengguruinya, bahwa asset hanya instrument laporan keuangan yang dibuat oleh seorang akuntan. 

Angka-angka dalam laporan keuangan tidak lantas dijadikan dasar, sebab binis asuransi adalah bisnis kepercayaan. Saya tidak sempat menjelaskan dengan singkat bahwa asset = hutang + Modal sesuai dalam ilmu akuntansi. Bagaimanapun hebatnya penjelasan kami semua akan sia-sia, dia sudah menanamkan mental block sejak kami datang. Lebih mudah mengprospek seorang insurance minded dari pada yang masih buta tentang asuransi. 

Pulang, kami melakukan evaluasi atas kejadian tadi. Ada beberapa kesalahan kami yang kurang mempersiapkan data pribadi si suami calon nasabah tersebut. Sebenarnya mental block hanyalah kedok untuk tidak ingin membeli produk kami atau ini hanya alasan karena tidak punya duit yang cukup, saya bisa mengerti tapi bukankah banyak cara dan alasan untuk menolak dengan santun. Trauma terhadap agen asuransi sering terjadi gara-gara edukasi asuransi yang masih kurang. Termasuk seringnya nasabah itu merasa di bohongi sama agen asuransi, persoalannya seringkali agen tidak menjelaskan secara detail tentang jualannya atau bisa jadi si nasabah memang tidak paham atau lebih parah tidak mau tahu bahwa dalam berasuransi  dia harus untung. Penjelasan yang detail sangat perlu demi menjaga integritas dan kejujuran profesi ini. 

Sebagai contoh setiap agen asuransi syariah di tekankan untuk menjelaskan biaya yang timbul dari membeli polis asuransi juga dalam ilustrasi biaya di cantumkan di halaman depan sehingga semangat fairness (kejujuran) menjiwai setiap semangat dan langkah kami. Pengalaman paling menyedihkan pernah di dapatkan istri saya, ketika salah satu nasabahnya marah-marah karena dananya banyak yang terpotong. Padahal sudah dijelaskan sejak pengajuan aplikasi bahwa asuransi adalah investasi jangka panjang. BEP atau kembali modal umumnya terjadi pada tahun kelima, sedangkan nasabah yang marah ini baru setahun berasuransi, yah otomotais dananya berkurang banyak untungnya belum habis. 

Sekali lagi pengalaman di caci maki menjadi cambuk untuk lebih bersemangat. Sekali lagi tugas agen asuransi bukan hanya menjual polis tapi sebagai perencana keuangan yang bisa di percaya. Termasuk kami agen asuransi syariah datang memberikan alternatif perencanaan keuangan yang sesuai dengan syariat agama. Memang betul bahwa tidak semua agen asuransi jujur dan juga tidak semua agen asuransi berengsek alias pembohong. 

Salam Gambar: www.neu-ins. com www.insurancecomparison.net

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun