Mohon tunggu...
Isharyanto Ciptowiyono
Isharyanto Ciptowiyono Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pencari Pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Puisi dan Pendidikan Karakter

8 April 2013   07:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:32 2143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ketentuan UUD 1945 mengamanatkan agar  pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang mengarah kepada peningkatan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pencapaian amanat ini secara teoretis dapat dicermati secara komprehensif melalui peningkatan kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual.

Dilihat dari kacamata pendidikan, peningkatan tersebut haruslah diterjemahkan secara operasional dan diimplementasikan melalui proses pembelajaran yang memadai. Pembelajaran yang memadai bukan hanya mengembangkan salah satu kecerdasan, akan tetapi seluruh kecerdasan manusia.  Kecerdasan manusia secara operasional dapat digambarkan melalui tiga dimensi, yakni kognitif, psikomotorik, dan afektif. Melalui pengembangan kognitif, kapasitas berpikir manusia harus berkembang. Melalui pengembangan psikomotorik, kecakapan hidup manusia harus tumbuh. Melalui pengembangan afektif, kapasitas sikap manusia harus mulia. Hal ini sejalan dengan dasar pendidikan Indonesia, yakni mencerdaskan bangsa yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia. Dengan kata lain, peserta didik bersekolah bukan hanya untuk menghadapi bahasan soal-soal ujian; peserta didik bersekolah merupakan strategi untuk mempersiapkan dirinya memasuki kehidupan di masa kini dan masa yang akan datang yang lebih baik.

Secara empiris, pelaksanaan pembelajaran masih diarahkan kepada pencerdasan yang bersifat kognitif. Pada tataran ini pun, kecerdasan intelektual yang bersifat kognitif masih terbatas kepada pengembangan kemampuan menghafal atau transfer pengetahuan dan keterampilan menyelesaikan soal-soal ujian. Pengembangan kognitif yang lainnya masih diabaikan, misalnya, pengembangan kognitif untuk meningkatkan daya kritis. Sebagai gambaran dapatlah dikemukakan hasil studi The International Association for the Evaluation of Education Achievement. Data tersebut menunjukkan bahwa siswa SD Indonesia dalam hal kemampuan bacanya berada pada urutan ke-26 dari 27 negara yang diteliti. Hal yang sama dilaporkan pula oleh World Bank (1998) bahwa kemampuan membaca siswa Indonesia berada pada urutan kelima dari lima Negara Asia yang diteliti. Data termutakhir dari laporan UNESCO (2003) melalui Program for International Student Assessment (PISA) menunjukkan bahwa keterampilan membaca anak-anak Indonesia usia 15 tahun ke atas, berada pada urutan ke-39 dari 41 negara yang diteliti. Berita yang dilansir oleh Harian Umum Pikiran Rakyat (Pikiran Rakyat, 5 Agustus 2005) tentang kondisi ideal surat kabar yang harus dibaca, yakni 1:10 atau satu surat kabar untuk 10 penduduk, belum dicapai oleh masyarakat Indonesia. Bahkan, masih di bawah Filipina dan Sri Langka dengan rasio sebagai berikut: Indonesia 1:45; Filipina 1:30; dan Sri Langka 1:38.

Kondisi tersebut mencerminkan bahwa kebutuhan dan kemampuan membaca masyarakat Indonesia sebagai fondasi awal bagi pembentukan karakter masih sangat rendah. Oleh karena itu, untuk menciptakan agar masyarakat memiliki kebutuhan akan buku, melek aksara harus terus diciptakan. Penciptaan ini sejalan dengan kesepakatan Dakar (Global Monitoring Report, 2006) tentang Literacy for Life bahwa keberaksaraan merupakan hak seluruh umat manusia tidak hanya karena alasan moral, tetapi juga untuk menghindari hilangnya potensi manusia dan kapasitas ekonomi yang menjadi esensi fundamental dari  pendidikan karakter. Kondisi tersebut juga mencerminkan bahwa berbagai persoalan yang muncul di dalam pendidikan yang belum kuat secara kemanusiaan akan melemahkan kepribadian bangsa. Semangat untuk belajar, berdisiplin, beretika, bekerja keras, dan sebagainya akan menurun. Peserta didik banyak yang tidak siap untuk menghadapi kehidupan sehingga dengan mudah meniru budaya luar yang negatif, terlibat di dalam amuk massa, melakukan kekerasan di sekolah atau kampus, dan sebagainya.

Di sisi lain, tontonan yang dipertunjukkan oleh orangorang dewasa, seperti di “panggung” politik, di dalam birokrasi pemerintahan, di dalam kehidupan kampus, dan di seputar kehidupan masyarakat belumlah dapat dijadikan model kehidupan yang ideal seperti yang diamanatkan oleh UUD 1945. Meningkatnya kemiskinan, menjamurnya budaya korupsi,  menguatnya politik uang, dan sebagainya sebagai cerminan dari kehidupan yang tidak berkarakter kuat untuk menuju bangsa yang berperadaban maju. Fenomena-fenomena empiris tersebut haruslah segera disadari oleh para pendidik  bahasa Indonesia. Dalam ranah praksis pendidikan sehubungan dengan hal itu adalah pendidikan karakter. Hal ini untuk memberikan sentuhan yang menuju kepada keluhuran budi peserta didik supaya dalam kelakuan sehari-hari dan kelak saat terjun di masyarakat diharapkan berperilaku baik.

Menurut saya, salah satu media untuk pengembangan pendidikan karakter itu adalah puisi. minimal ada 4 alasan untuk hal tersebut.  Pertama, secara hakiki puisi merupakan media pencerahan mental dan intelektual yang menjadi bagian terpenting di dalam pendidikan karakter. Kedua, terdapat beragam karya puisi yang harus diapresiasi yang secara hakiki sangat penting bagi pengembangan karakter. Ketiga,  pembelajaran puisi yang relevan untuk pengembangan karakter adalah pembelajaran yang memungkinkan peserta didik tumbuh kesadaran untuk membaca dan menulis sebagai bagian terpenting dari prasyarat pembentukan karakter. Keempat, puisi yang dipandang relevan untuk pembentukan karakter adalah bahasanya indah; mengharukan pembacanya; membawakan nilai-nilai luhur kemanusiaan; serta mendorong pembacanya untuk berbuat baik kepada sesama manusia dan makhluk lainnya.

Mengapa puisi? Karya sastra sebagai simbol verbal mempunyai beberapa peranan. Di antaranya sebagai cara pemahaman (mode of comprehension), cara perhubungan (mode of communication) dan cara penciptaan (mode of creation). Obyek karya sastra adalah realitas.Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang mengandung elemen ritme, rima, metafor dan disusun menurut tata korespondensi tertentu. Pada lazimnya puisi didominasi oleh curahan rasa dan ritme. Oleh karena itu puisi disebut juga bahasa rasa. Jenis-jenis puisi dapat dibedakan berdasarkan sudut tinjauan kita terhadap segi-segi puisi itu.

Dari sudut cara pengungkapan penciptanya puisi dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu: puisi lirik, puisi epik dan puisi dramatik.Puisi merupakan kesusastraan yang sangat disenangi oleh masyarakat sejak jaman kuno sampai sekarang. Puisi di aman kuno disebut kekawin karena mempergunakan bahasa kawi. Kekawin dari kata dasar kawi yang artinya syair. Di jaman kuno orang yang pintar membuat kesusastraan kekawin dinamai kavya. Ciri-ciri kekawin itu sebagai berikut: Satu bait terdiri dari empat baris. Tiap baris jumlah suku katanya sama. Pembacaan kekawin itu terikat oleh suara berat yang disebut “guru” dan suara ringan yang disebut “lagu."

Kesusastraan yang padat berisi dan diolah dengan bahasa indah disebut puisi atau geguritan dalam kesusastraan Jawa. Berdasarkan bentuknya puisi terdiri dari puisi lirik dan puisi epik. Sedangkan berdasarkan isi atau temanya dapat dibedakan menjadi himne, ode, elegi dan satire. Bentuk gabungan antara puisi dan prosa dinamai prosa lirik atau puisi prosais. Karya ini termasuk jenis puisi. Keindahan bahasa puisi Jawa terletak pada tiga macam yaitu: Wilet, yaitu kelak-kelok suara agar ajeg, beruntun dan memiliki makna yang tinggi. Wirama, yaitu panjang pendek, keras liat dan tinggi rendah jatuhnya suara. Dan yang tidak kalah penting yaitu purwakanti atau dhong dhinging suara. Jika dua orang pelukis sama-sama melukiskan suatu bagian dari kota, bisa jadi kejadian yang lukisan satu mengagumkan kita, sedangkan lukisan yang lain kita rasa jelek. Perbedaan bukankah jadinya terletak pada "pokok", karena di sini pokok adalah sama. Perbedaan terletak dalam perasaan-perasaan yang mengiringi pemandangan di kota tadi, dan dalam cara bagaimana perasaan-perasaan itu mencapai pernyataannya.

Sejarah puisi telah mulai jauh sebelum manusia mengenal tulisan dan bahasa yang sempurna. Puisi bermula dari gumam, suara-suara dan gerak ritmis pada saat manusia purba menyelenggarakan ritus. Hal ini dinamai protipe puisi. Perkembangan puisi selanjutnya sejalan dengan perkembangan bahasa dan kebudayaan manusia. Pada tahap lebih lanjut manusia mengekspresikan rasa dan pengalamannya tidak hanya menggunakan suara dan gerak ritmis, tetapi juga dengan bahasa verbal yang mengandung makna. Pada tahap ini puisi yang lebih sempurna muncul dalam bentuk mantra. Serentak dengan ini puisi dalam bentuk nyanyianpun muncul pula, yang pada mulanya sangat erat dengan perbuatan magis dan kegiatan ritual. Mantra diucapkan dengan irama yang sangat kuat sehingga terdengar seperti nyanyian, sebaliknya nyanyian sebagian besar berbentuk lagu pujaan yang erat kaitannya dengan mantra.Menyusul kemudian lahirlah puisi yang mengandung pujian terhadap alam. Fenomena alam yang menyentuh hati nurani manusia diekspresikan dalam bentuk puisi. Keindahan alam atau fenomena alam lainnya tidak sekedar diekspresikan seperti kenyataan faktualnya, tetapi ditilik sampai ke hakikatnya dan hubungannya dengan kehidupan manusia Karena itu lukisan alam tersebut selain indah dan mengesankan juga terasa hidup dan filosofis. Pada tahap inilah munculnya gaya personifikasi sebagai suatu cara memberi tenaga dan nyawa kepada benda-benda mati dan menjadi salah satu ciri khas puisi.

Sebagai salah satu karya seni puisi terus berkembang mengikuti perkembangan peradaban manusia. Pada tahap lebih lanjut puisi menjadi karya seni sastra yang multidimensi. Semua aspek kehidupan manusia terekam dalam puisi. Puisi tidak lagi sekedar ekspresi emosi dalam bentuk bunyi dan irama, tetapi telah berubah menjadi karya seni bahasa untuk mengucapkan suatu gagasan atau pengalaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun