Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pensiunan Mantap dan Mantab

25 Januari 2017   07:19 Diperbarui: 25 Januari 2017   08:14 2823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mantap dan mantab, apa bedanya bagi seorang pensiunan? Akan disebut mantap, bila jumlah uang pensiun yang diterima setiap bulan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Akan lebih mantap lagi, bila masih punya penghasilan di luar uang pensiun, baik yang bersifat aktif atau pasif.

Penghasilan aktif maksudnya bila si pensiunan punya usaha seperti berdagang, bertani, rumah kos-kosan, atau dapat honor dari mengajar, menulis, konsultan, dan sebagainya. Sedangkan yang pasif, bila sewaktu bekerja, si pensiunan mampu menyisihkan dana untuk ditanam dalam bentuk deposito atau obligasi yang mendatangkan imbalan setiap bulan tanpa menggerus pokok deposito atau obligasi.

Nah, mantab (pakai b) adalah akronim dari makan tabungan. Dalam hal ini, yang dimakan adalah pokok tabungan (bukan bunganya). Seperti diketahui, meskipun bank memberikan bunga atas tabungan nasabah, tapi amat kecil. Bahkan bagi para penabung yang punya saldo rendah, bisa tekor, karena bunga yang diterima lebih kecil dari potongan biaya administrasi bulanan.

Ada tetangga saya yang awal pensiun punya tabungan yang lumayan untuk ukuran masa itu, sekitar 7 tahun yang lalu. Namun tabungan tersebut sekarang saldonya tipis, karena setiap bulan diambil terus. Kebetulan ia telat menikah dan punya anak, sehingga saat memulai pensiun, dari 3 anak yang dipunyainya, belum satu pun yang sudah bekerja.

Padahal saat bekerja, kehidupannya termasuk mapan, paling tidak terlihat dari rumah dan mobil yang dimilikinya. Meski hanya pegawai biasa (tanpa menyandang jabatan) di sebuah perusahaan milik negara, gaji yang diterimanya terbilang memadai.

Awal pensiun masih disongsongnya dengan gembira karena ada sejumlah uang yang menambah tabungannya dari penerimaan tunjangan hari tua dan dari asuransi tenaga kerja. Tapi setelah itu, karena penerimaan pensiun bulanan tidak cukup untuk menutupi kebutuhan sehari-hari, dimulailah proses "mantab" itu tadi.

Kenapa saya tahu sekarang tabungannya sudah tipis? Karena baru-baru ini  tetangga  saya tersebut menjual mobil tuanya. Lalu saya tanya apakah mau ganti yang baru? Dengan polos ia menjawab buat ditabung, dan akan dikikis lagi untuk pengeluaran rutin.

Karena sudah lumayan akrab, tanpa ditanya, ia menjelaskan kebutuhannya untuk belanja kebutuhan dapur, jajan dan transpor anak-anak, biaya listrik, air, dan pulsa telepon, dengan cara sudah berhemat, paling tidak Rp 4.000.000 sebulan. Padahal pensiun bulanan cuma Rp 2.500.000.

Dari informasi teman-teman yang bekerja di berbagai instansi dan perusahaan, ternyata uang pensiun mantan pegawai BUMN berbeda dengan mantan PNS. Di BUMN, termasuk BUMN besar yang punya citra bonafid, memberi take home pay yang relatif besar bagi pegawai aktif. Tapi komponen yang dominan adalah tunjangan, bukan gaji pokok. Bonus pun amat lumayan bagi pegawai yang memenuhi target dalam bekerja. Namun tunjangan dan bonus tidak berpengaruh terhadap pensiun bulanan nantinya, karena rumusnya adalah persentase dari gaji pokok.

Sementara di PNS unsur gaji pokok relatif dominan dalam take home pay. Alhasil mantan PNS menerima pensiun bulanan yang tidak turun terlalu jauh ketimbang penghasilan bulanan saat masih aktif. Sementara di BUMN terlihat jomplang dengan penurunan yang signifikan. 

Ada cerita dari seorang teman, yang terakhir berkarir sebagai wakil kepala di level kantor dengan lingkup kecamatan dari sebuah bank BUMN. Betapa ia merasa terhormat saat berdinas karena sering di-satu meja-kan dengan Camat, Kapolsek atau Danramil dalam berbagai seremoni. Namun di saat pensiun, penerimaan bulanannya di bawah pensiunan Guru SD yang dulu waktu mengambil gaji di kantor bank, begitu hormat padanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun