Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Air Minum Kemasan, Betulkah Bersumber dari Pegunungan?

12 November 2019   10:10 Diperbarui: 12 November 2019   10:15 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. supplierairbersih.net

Air minum atau sering juga disebut air putih, sampai tahun 1970-an, tak terbayang akan menjadi bisnis besar. Soalnya, air tersebut dianggap sebagai sesuatu yang gampang didapat secara gratis.

Buktinya kalau kita makan di sebuah warung makan, harga yang harus kita bayar hanya untuk makanan yang kita makan. Untuk air putih tidak dihitung, kecuali kalau kita minum teh, kopi atau jus.

Tapi siapa yang menduga bahwa sekarang ini air minum dalam kemasan (AMDK) dalam berbagai ukuran botol, menjadi bisnis bernilai triliunan rupiah per tahun, tersebar dari kota metropolitan sampai ke pelosok desa.

Di kantor, para pegawai minum AMDK, demikian pula saat rapat atau seminar di hotel atau gedung pertemuan. Anak sekolah atau mahasiswa di ranselnya terdapat AMDK. Orang yang dalam perjalanan sering singgah di warung kecil di pinggir jalan membeli AMDK. 

Bahkan di rumah-rumah, sekalipun punya sumber air bersih yang tinggal dimasak, baik yang pakai jet pump maupun yang dialiri air PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), banyak yang minum dari AMDK. Tentu ini menambah biaya sehari-hari.

Adalah AMK dengan merek Aqua yang jadi pelopor bisnis ini di Indonesia, yang dimulai pada tahun 1973. Merek ini saking terkenalnya sehingga bersifat generik. Apapun nama yang tercantum pada kemasannya, masyarakat tetap menyebutnya sebagai Aqua.

Aqua yang didirikan Tirto Utomo  awalnya menyasar ekspatriat yang bekerja di Indonesia. Ide Tirto muncul karena sewaktu bekerja di Pertamina ia pernah menjamu tamu delegasi dari Amerika Serikat. 

Ternyata ada dari tamu tersebut yang terkena diare, tidak cocok dengan air rebusan, karena terbiasa minum air yang disterilkan. Tirto yang akhirnya berhenti dari Pertamina, belajar khusus ke Thailand tentang cara mensterilkan air.

Lama kelamaan tidak hanya orang asing yang jadi pelanggan AMDK. Masyarakat banyak yang dulunya memandang aneh ada orang yang minum AMDK, akhirnya malah ketagihan. Sehingga AMDK pun sekarang sudah menjadi kebutuhan pokok.

Makanya kalau kita makan bakso, sate, siomay, atau makanan lainnya di warung gerobak pinggir jalan, tak ada lagi disediakan air putih gratis. Tapi ada penjual AMDK di sebelahnya yang siap menguras kantong kita.

Saat ini persiangan bisnis AMDK terbilang ketat. Coba perhatikan, ada banyak sekali merek AMDK dari yang berharga murah sampai yang mahal. Masing-masing punya pelanggan setia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun