Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kelas Sosial dan Tempat Makan, Tetap Ada yang Nyeleneh

20 Juli 2019   17:55 Diperbarui: 20 Juli 2019   20:05 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karyawan makan di kantin Mal Lotte Shopping Avenue (Sumber: www.thejakartapost.com/Intan Tanjung)

Suatu siang saya diajak seorang teman untuk makan di sebuah mal di Jakarta Pusat. Saya naik mobil pribadi teman tersebut yang disetiri seorang supir yang sehari-hari rutin bertugas mengantar jemput si teman atau keluarganya.

Kebetulan pas menurunkan kami di lobi mal, si teman memberi supirnya selembar uang Rp 20.000 untuk makan siang. Begitu berjalan memasuki mal saya tak tahan mengajukan pertanyaan ke teman tersebut, kok tega amat ngasih uang cuma Rp 20.000. Emang dapat apa di mal dengan uang segitu? Jangan-jangan itu baru untuk sepotong tempe dan segelas air dalam kemasan. Mana kenyang buat makan siang?

Ternyata si teman menanggapi saya dengan santai dan malah ngajak saya taruhan, bila ada yang menjual makanan yang terdiri dari sepiring nasi plus sepotong lauk dan sayuran seharga Rp 20.000, maka saya yang harus mentraktir dia.

Saya menolak ide tersebut. Kok ceritanya mau ditraktir malah jadi mentraktir. Si teman kemudian balas bertanya, "Emangnya pekerja mal yang jadi pelayan toko, termasuk petugas kebersihan dan tenaga keamanan, makan di mana?"

Kantin untuk pekerja di sebuah mal (detik.com)
Kantin untuk pekerja di sebuah mal (detik.com)
Benar juga kata saya dalam hati. Saya jarang melihat pekerja mal makan di food court yang ada di mal tersebut. Maka si teman pun menjelaskan ada yang namanya kantin bagi pekerja mal yang letaknya tersembunyi di parkiran mobil. Nah, supirnya sudah tahu itu.

Tentu tidak semua pekerja mal makan di kantin. Semuanya tergantung kelas sosialnya. Bagi yang telah punya jabatan, katakanlah  setingkat supervisor dan di atas itu, kantongnya cukup kuat untuk makan di berbagai gerai makanan di mal tersebut.

Begitulah, disadari atau tidak, tempat makan seseorang berkaitan erat dengan kelas sosialnya. Contoh lainnya, di komplek perkantoran di banyak gedung jangkung di ibu kota, sangat terasa sekali apa yang saya maksud.

Pekerja level bawah termasuk office boy, pengantar surat, supir, tenaga keamanan, biasanya makan di warung kaki lima atau penjual makanan bergerobak yang mangkal di gang di balik gedung tinggi. Bahkan ada yang makan di warung dadakan di bantaran sungai seperti di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat.

Karyawan biasa yang belum punya jabatan seperti petugas administrasi dan customer service, rata-rata makan di jejeran warung tenda yang tertata rapi, biasanya dibangun oleh perusahaan besar yang punya gedung tinggi di dekat itu dengan menggunakan dana corporate social responsibility-nya. 

Jejeran warung tenda yang rapi itu contohnya ada di dekat Kantor Pusat BNI di Dukuh Atas atau dekat Kantor Pusat BRI di Bendungan Hilir. Keduanya di Jakarta Pusat. Inilah yang diburu oleh ribuan karyawan BNI atau BRI setiap jam makan siang.

Nah, yang punya jabatan level menengah, baru makan siangnya di gerai-gerai makanan yang ada di dalam area gedung perkantoran tersebut. Seperti di Wisma BNI 1946, pada dua lantai terbawah, banyak restoran seperti juga yang terdapat di food court yang ada di mal-mal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun