Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Salat Tarawih Bersama, "Walk Out" Kelompok 8 dan Rekonsiliasi Politik

6 Mei 2019   14:00 Diperbarui: 6 Mei 2019   15:32 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari pertama salat tarawih, Minggu malam (5/5/2019) saya lakukan di masjid dekat rumah, di bilangan Tebet, Jakarta Selatan. Berbeda dengan salat di hari-hari biasa yang jarang diikuti jamaah wanita, untuk salat tarawih cukup ramai kaum ibu-ibu atau remaja wanita. 

Makanya alokasi ruangan buat jamaah wanita sengaja diperluas. Akibatnya barisan buat jamaah laki-laki berkurang sekitar 4 saf (baris), padahal kebutuhannya bertambah karena banyak juga wajah-wajah yang hanya nongol di bulan puasa. 

Untung saja saya sampai di masjid beberapa saat sebelum salat Isya dilakukan. Mereka yang datang setelah saya, kebanyakkan harus menggelar sajadah sendiri di teras masjid yang juga tidak terlalu luas. Tentu kurang nyaman beribadah bila dilakukan di bagian luar masjid tersebut.

Namun yang ingin saya tulis di sini adalah tentang "demokrasi" pada pelaksanan salat tarawih yang saya lihat tadi malam. Jika pada salat Isya kepemimpinan imam bersifat mutlak karena semua jamaah kompak melakukan salat empat rakaat, pada salat tarawih tidak semua jamaah mengikuti imam.

Begitu imam menyelesaikan rakaat ke delapan, mungkin sekitar 30% jamaah dari berbagai saf yang ada dengan tertib meninggalkan masjid. Akibatnya begitu imam kembali menggemakan takbir sebagai tanda mulainya rakaat kesembilan, jamaah yang masih setia kembali merapatkan barisan yang sebagian lowong ditinggal oleh "kelompok 8", maksudnya kelompok yang salat tarawih 8 rakaat. Yang tersisa adalah "kelompok 20".

Tak ada tatapan tidak bersahabat dari kelompok 20 kepada kelompok 8 atau sebaliknya. Meskipun suasana masjid sedikit berisik saat kelompok 8 melakukan "walk out", semua pihak terlihat saling memahami dan saling menghargai.

Kelompok 8 tentu punya dasar kenapa melakukan salat tarawih hanya delapan rakaat, seperti yang dipraktikkan oleh keluarga besar Muhammadiyah. Begitu pula kelompok 20, seperti yang dipraktikkan oleh jamaah Nahdlatul Ulama. Yang penting kedua kelompok bersatu dengan syahdu di masjid yang sama, sama-sama beribadah menghadapkan wajah kepada Sang Khalik.

Setelah salat tarawih saya merenung, betapa sebetulnya telah tercipta rekonsiliasi politik tanpa dirancang secara khusus. Soalnya seingat saya di TPS tempat saya memilih kebetulan juga perolehan suara paslon 01 dan 02 relatif berimbang, dengan kemenangan tipis untuk pasangan Jokowi-Ma'ruf.

Mungkinkah polarisasi di pilpres di lingkungan tempat saya tinggal, terefleksikan pada salat tarawih di atas? Bisa jadi anggota kelompok 8 kebanyakan adalah pendukung Prabowo-Sandi dan kelompok 20 menjadi pendukung Jokowi-Ma'ruf.

Bisa jadi pula di antara dua kelompok itu pernah terjadi perang urat syaraf di media sosial dengan membuat atau menyebarkan konten yang memuji paslon pilihannya dan mencaci paslon pesaingnya. Tapi semua itu tak berbekas lagi, ketika semuanya beribadah bersama, meski dengan jumlah rakaat yang berbeda.

Semoga Ramadan tahun ini membawa keberkahan bagi kita semua.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun