Mohon tunggu...
Irwan Harianja
Irwan Harianja Mohon Tunggu... wiraswasta -

Jika hari ini ada kata bijak, hari ini pula kita berlaku bijaksana. Jangan tunggu esok sebab hari ini juga hidup kita harus menuai kebajikan.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Salah Kaprah

11 Februari 2014   20:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:55 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

SALAH KAPRAH

Oleh Irwan Harianja

Kata kaprah berarti "lazim, biasa". Jadi, frasa salah kaprah diartikan "salah yang lazim, salah yang biasa", lebih spesifik dimaknai "kesalahan yang terbiasa sehingga dianggap tidak salah". Kata acuh, misalnya, sering di-salahkaprah-kan dengan pengertian sebaliknya, tidak acuh atau tidak peduli. Padahal, pada kalimat Anak itu nakal, selalu mengacuhkan larangan orang tuanya, kata acuh seharusnya diartikan "peduli, memedulikan". Dengan demikian, kalimat tersebut tidak bernalar.

Pada suatu acara seminar, saya tanpa ragu menyampaikan kata senonoh berulang-ulang. Saya melihat bermacam reaksi dari peserta. Ketika kalimat Kita harus selalu berbuat senonoh pada lingkungan tempat kita bekerja saya lontarkan, tiba-tiba terdengar suara dengan nada tinggi dari seorang peserta, "Apa tidak ada kata yang lebih sopan Pak daripada kata senonoh yang bisa Bapak pergunakan?" Sekali lagi, kata senonoh di-salahkaprah-kan. Padahal, senonoh berarti "patut, sopan", berbeda dengan pikiran peserta tadi karena memaknainya dengan sesuatu yang "kurang patut" atau "tidak sopan".

Beberapa hari yang lalu, saya terjebak dalam perdebatan teman-teman sekerja di kantor. Mereka berdebat tentang makna kata membonceng. Saat mereka melihat saya datang, mereka berharap perdebatan akan tuntas karena saatnya mereka menemukan jawaban (dari saya sebagai guru bahasa Indonesia yang selalu mereka juluki "senior"). Kalimat pertanyaan pun tertuju ke saya, "Kalau Presiden membonceng Wakil Presiden naik sepeda, siapa yang duduk di depan, siapa di belakang?" Saya jawab, "Wakil Presiden duduk di depan, Presiden di belakang." Tiba-tiba seorang guru mata pelajaran fisika berdiri sembari bertolak pinggang. Matanya memandang saya dengan tajam sambil berkata, "Makanya bahasa Indonesia itu mustahil menjadi bahasa internasional, maknanya tidak pasti seperti ilmu fisika! Dari dulu, ayah saya selalu mengatakan agar saya berhati-hati membonceng adik saya naik sepeda ketika pergi ke sekolah...."

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terdapat kata bonceng yang artinya "ikut", membonceng berarti "ikut naik". Jadi, kalau Sekutu membonceng Inggris, tepatlah berarti Inggris berada di depan dan Sekutu mengikut dari arah belakang. Ketika saya serta-merta tidak bereaksi menanggapi pernyataan guru fisika tersebut, teman-teman yang lain juga menjadi salah menduga bahwa saya tidak dapat menyelesaikan perdebatan. Sebagai guru bahasa Indonesia "senior", mereka sebaiknya mengharap penjelasan dari saya dan belajar bahasa Indonesia yang baik dan benar dari guru bahasa Indonesia yang mencintai bahasa Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun