Mohon tunggu...
Irvan Rahardjo
Irvan Rahardjo Mohon Tunggu... Komisaris -

Lahir di Semarang, Jawa Tengah. Ingin selalu ber interaksi dengan sesama berbagi pengalaman dan pengetahuan agar bermanfaat bagi kemajuan bersama membangun peradaban masyarakat yang maju,berahlak dan terbuka.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Aji Mumpung Perusahaan Asuransi

4 Oktober 2017   10:26 Diperbarui: 5 Oktober 2017   21:08 3835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: thinkstock

Isu aji umpung asuransi (moral hazard) di bidang industri asuransi tengah menjadi sorotan. Berbagai hal menjadi sebab suburnya moral hazard di bidang asuransi. Bahkan lahirnya Lembaga Penjamin Polis (LPP) sebagai salah satu Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK ) yang diamanatkan UU No 40/2014 Perasuransian dapat menjadi pemicu.

Moral hazard dapat terjadi di segala sektor kehidupan oleh pihak mana pun. Dalam bidang asuransi moral hazard timbul pertama karena adanya informasi asimetris antara perusahaan asuransi dengan nasabah, di mana nasabah dianggap mengetahui hal ihwal mengenai risiko yang akan diasuransikan dibanding yang dapat diketahui oleh pengetahuan dan teknik underwriting perusahaan asuransi. Moral hazard ini menimbulkan kerugian yang tidak sedikit bagi perusahaan asuransi seperti contoh asuransi kesehatan yang banyak menimbulkan kerugian bagi perusahaan asuransi di negara negara maju seperti Amerika Serikat.

Kedua, moral hazard timbul karena sikap anti seleksi dari nasabah yang hanya mengasuransikan risiko yang dinilai tinggi sehingga menimbulkan kerugian bagi perusahaan asuransi karena tidak tercapainya hukum bilangan besar yang menjadi dasar berlakunya mekanisme asuransi. Sebaliknya perusahaan asuransi hanya menerima risiko tinggi demi meraup premi yang besar atau sebaliknya menerima risiko rendah dengan maksud memperoleh keuntungan yang tinggi.

Ketiga, moral hazard timbul karena insentif dari peraturan perundang-undangan atau kebijakan pemerintah seperti rencana pembentukan Lembaga Penjamin Polis yang diamanatkan oleh UU No 40/2014 tentang Perasuransian yang disinyalir dapat menyuburkan perilaku moral hazard bagi industri asuransi lantaran sudah ada lembaga yang menjadi "penjaga gawangnya" ("Quo Vadis Industri Asuransi ", Haryo Kuncoro, Kompas 2/9/2017).

Contoh lain dapat dikemukakan mengenai ketentuan dalam UU No 40/2014 yang melarang pialang dan agen menahan dan menggelapkan premi tapi ketentuan yang sama tidak berlaku bagi perusahaan asuransi terhadap reasuransi melainkan sebatas kewajiban bagi asuransi memelihara kesehatan keuangan. Hal ini menimbulkan tanda tanya mengenai sikap exclusive undang-undang yang tidak memperlakukan seluruh pelaku perasuransian pada aturan main yang setara (level playing field).

sumber: liputanbmi.com
sumber: liputanbmi.com
Hal lain tampak pada belum diaturnya payung hukum bagi usaha bersama asuransi (mutual) sesuai yang diamanatkan oleh undang-undang perasuransian. Amanat putusan Mahkamah Konstitusi atas uji materi terhadap substansi pasal 7 ayat 3 UU 2/1992 tentang Usaha Perasuransian 3 April 2014 memutuskan harus dibuat UU tentang usaha bersama paling lambat 2 Oktober 2016. Hal ini sejalan dengan UU No 12/2011 tentang pembentukan peraturan peraturan perundangan yang menyebutkan bahwa hasil keputusan MK harus diatur dengan undang-undang. Berbeda dengan putusan MK tersebut, UU 40/2014 tentang perasuransian menyatakan bahwa ketentuan mengenai usaha bersama akan diatur dalam peraturan pemerintah yang hingga kini belum terwujud.

Akibatnya Asuransi Bumi Putera sebagai usaha bersama asuransi satu satunya sejak lama mengalami masalah solvabilitas yang belum terpecahkan hingga saat ini. Karena menggunakan ukuran-ukuran kesehatan keuangan perseroan berbasis modal yang tidak dimiliki pada usaha bersama asuransi. Akibat dari ketiadaan aturan tersebut timbul masalah tata kelola yang membuka peluang moral hazard dari berbagai pihak baik internal maupun eksternal. Bahkan upaya restrukturisasi yang tengah dilakukan dengan mengandung investor tidak kunjung membuahkan hasil.

SE OJK Nomor 6/SEOJK.05/ 2017 tentang penetapan tarif premi asuransi harta benda dan asuransi kendaraan bermotor yang membenarkan perusahaan asuransi dapat memberikan bagian dari premi dalam bentuk komisi kepada pihak ketiga yang terkait dengan perolehan bisnis asuransi termasuk kepada nasabah. Hal ini berpotensi memicu moral hazard terkait dengan larangan gratifikasi bagi penyelenggaran negara bila berkenaan dengan nasabah asuransi BUMN atau kementerian dan lembaga negara. Padahal undang-undang menegaskan komisi hanya diberikan kepada pialang dan agen.

Berbagai contoh di atas menimbulkan kekhawatiran skema perlindungan pemegang polis akan menjadi beban bagi pilar jaring pengaman sistim keuangan (JPSK) bila berbagai peraturan yang ada belum mengacu kepada best practice dan mengandung potensi moral hazard seperti terbukti ditutupnya beberapa asuransi oleh regulator.

Terlebih perusahaan asuransi banyak melakukan kerjasama pemasaran melalui bancassurance dengan perbankan. Maka bila perusahaan asuransi mengalami gagal bayar terhadap nasabah dapat serta merta berimbas pada meningkatnya kredit bermasalah perbankan. Menjadi ironi bila sekarang dengan UU No 9/2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistim Keuangan (PPSK) fasilitas bail out perbankan berdampak sistemik tidak lagi dapat diberikan, tapi praktik moral hazard dimungkinkan terjadi pada industri keuangan lain yang menjadi mitra perbankan.

Sebenarnya undang undang perasuransian telah mengandung berbagai lapis perlindungan bagi pemegang polis bila perusahaan asuransi mengalami gagal bayar.

Lapis pertama, dengan adanya dana jaminan yang wajib disesuaikan dengan perkembangan usaha, tidak boleh diagunkan atau dibebani dengan hak apapun dan hanya bisa dicairkan dengan peraturan OJK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun