Mohon tunggu...
Ira Oemar
Ira Oemar Mohon Tunggu... lainnya -

Live your life in such a way so that you will never been afraid of tomorrow nor ashamed of yesterday.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama featured

Meminimalisir Bentrok Antar Supoter ala Jepang

3 Februari 2012   10:10 Diperbarui: 30 Juli 2017   23:20 1831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
TOKYO DOME STADIUM, The Big Egg

Ngeri sekali dan benar-benar memprihatinkan mendengar berita soal bentrok antar supeorter bola di Mesir, yang menewaskan 74 orang dan seribuan orang luka-luka. Belum lagi merembet ke stadion di Kairo yang dibakar suporter yang kecewa jadwal pertandingan tim kesayangan mereka ditunda gara-gara kerusuhan di Port Said. Banyak pihak yang menilai bentrok ini tidak murni kemarahan suporter dan ada peran polisi dan militer yang sengaja membiarkan keadaan.

Masalahnya suporter tim tuan rumah Al Masry yang menang kemudian menyerang tim tamu Al Ahly yang kalah, dianggap tidak wajar. Sebab biasanya yang mengamuk adalah pendukung tim yang kalah, sebab tim yang menang telah larut dalam euphoriakemenangan, sehingga emosinya telah tersalurkan. Kabar yang beredar, militer dan polisi sengaja membiarkan kejadian itu sebagai bentuk 'pembalasan' terhadap gerakan protes dari kelompok garis keras yang memunculkan revolusi di Mesir. Pasalnya, kelompok yang anti-militer ini banyak berada di organisasi garis keras atau lebih dikenal sebagai ultras dari suporter klub sepakbola. Saat menggelar demonstrasi di Kementerian Dalam Negeri, mereka berkumpul di sekitar markas klub Al-Ahly di Kairo. Akibatnya, fans klub itu dituding ikut terlibat dalam aksi protes.

Apapun penyebab sebenarnya, bentrok antar suporter bola – jarang terjadi pada suporter cabang olah raga lain – yang sampai berkembang menjadi kerusuhan bisa terjadi di mana saja. Di Indonesia, kejadian bentrok antar suporter sepertinya sudah jadi “makanan” sehari-hari. Ketika saya berkantor di Jakarta dan tiap petang pulang ke Cilegon lewat toll, sering mengalami kemacetan akibat bentrok antar suporter Persita dengan entah suporter mana. Bahkan pernah mobil kantor kami terkena lemparan nyasar. Polisi bersenjata pun tak membuat suporter takut.

Di Surabaya, terkenal dengan istilah “bonek” untuk suporter Persebaya. Kiprah “bonek” bahkan me-nasional dan seringkali bonek dimusuhi di berbagai kota. Bahkan “bonek” seperti menjadi ikon kota Surabaya. Saya sebagai “arek Suroboyo” terkadang malu bila berkenalan dengan orang lain, saat tahu asal Surabaya, langsung ditebak “wah, bonek ya?”. Kenapa malu? Sebab konotasi “bonek” di mata pubik tidak pernah positif, yang terdengar hanya ulahnya yang brutal.

Baiklah, kita tinggalkan saja ulah para suporter bola tanah air dan “perselingkuhan” politis militer dan suporter bola di Mesir. Fanatisme pendukung klub bola memang sulit dihindari. Seolah sudah menjadi keniscayaan. Apalagi kalau yang bertanding musuh bebuyutan yang sama kuat. Menang-kalah menjadi pertaruhan harga diri dan kehormatan, bukan lagi sebuah sportifitas permainan. Karena itu kalau tim kesayangan kalah, tak peduli pemainnya yang bermain buruk, maka kekesalan dilampiaskan dengan merusak stadion, menyerang wasit, melempari mobil di area parkir yang ber-plat nomor kota dari tim lawan. Gak masuk akal memang, tapi itulah amuk massa, tak ada yang pakai akal.

Karena fanatisme pendukung adalah suatu keniscayaan, maka yang diperlukan adalah upaya untuk mencegah dan meminimalisir potensi bentrok. Saya jadi teringat pengalaman saya nonton yakkyu di Tokyo Dome stadium. Yakkyu (yang berati “bola lapangan”) adalah sebutan orang Jepang untuk permainan baseball. Umumnya warga Jepang menggilai permainan yakkyu, mulai dari anak-anak sampai orang tua. Di sekolah-sekolah anak mulai usia SD sudah bergabung dalam klub yakkyu. Di TV Jepang, hampir tiap akhir pekan pasti banyak siaran pertandingan yakkyu. Ya, mungkin mirip orang Indonesia menggilai bola. Sedangkan untuk sepak bola sendiri, orang Jepang menyebutnya “sakkaa” – kata serapan dari soccer yang ditulis dalam huruf Katakana menjadi sakkaa.

Sebenarnya saya tak suka nonton yakkyu. Tapi karena kami diajak oleh sponsor beasiswa kami untuk nonton rame-rame di stadion Tokyo Dome, saya sih oke-oke saja. Kami diajak untuk menjadi suporter bagi tim tamu dari Kyoto, tim Nippon Shinyaku (NS). Sedang lawannya tim tuan rumah Tokyo, Senna. Kabarnya, keduanya musuh bebuyutan dan sama-sama kuat. Wah, bakal seru neh!

Pintu depan Tokyo Dome Stadium
Pintu depan Tokyo Dome Stadium

Sabtu siang saya dan teman-teman sudah berkumpul di stasiun Shibuya lalu bersama-sama naik kereta ke Tokyo Dome. Rupanya, disana berlaku aturan pintu masuk dan tempat penjualan tiket yang berbeda untuk masing-masing supoter. Untuk itu penonton diwajibkan menunjukkan identitas keberpihakannya. Kami sama sekali tak punya sebuah pun atribut Nippon Shinyaku, lalu bagaimana? Beli dulu? Ternyata tak perlu. Kami cukup mendatangi tim manajemen suporter NS yang berpencar di banyak tempat di sekeliling stadion. Mereka membagikan atribut penanda dukungan untuk tim mereka. Ada ikat kepala, kipas (karena saat itu musim panas), dan benda-benda lain.

Kami mendapat segepok kipas dari kertas berwarna pink keunguan berlogo Nippon Shinyaku. Dengan penanda itu kami menuju tempat penjualan tiket khusus untuk suporter NS. Setelah tiket di tangan, kami menunggu di gate-gate yang dikhususkan bagi masuknya suporter NS. Lalu bagaimana dengan penonton netral yang tak memihak NS dan tak pulan mendukung Senna? Oh, tidak masalah! Ada loket penjualan tiket khusus untuk penikmat yakkyu yang memang hanya ingin menonton pertandingan tanpa berpihak. Pintu masuknya pun khusus. Mereka tidak dibolehkan memakai atau memegang atribut apapun dari kedua tim. Pokoknya netral aja!

Saat gate sudah dibuka, kami tak bisa langsung masuk begitu saja, ada pemeriksaan ketat atas barang bawaan penonton. Siapa yang melakukan “razia”? Polisi? Tidak! Tim manajemen NS sendiri. Mereka menggeledah tas, jacket dan ransel penonton. Barang yang dianggap tidak perlu dan bisa membahayakan, akan di”sita”, nanti usai pertandingan bisa diambil lagi. Semua penonton yang sudah membawa minuman dalam botol – kendati hanya botol plastik seperti air minum kemasan – akan diminta untuk menuangkan minuman ke dalam gelas kertas yang sudah disediakan. Nah lho! Bagaimana akan melemparkan botol minuman kalo sudah begini? Baru dilempar saja airnya sudah tumpah kena ke badan sendiri. Hmm…, cerdik juga caranya.

Untuk masuk ke dalam stadion, pintu juga didesain sedemikian rupa sehingga harus masuk satu persatu. Karena pintu masuknya saja sudah di pisah, maka tribun tempat duduk penonton pun otomatis pisah antara suporter NS dan Senna. Di tengah antara kedua tribun – area yang tak terlalu luas – adalah tribun khusus penonton netral. Antara tribun penonton dengan lapangan pertandingan dibangun panggung. Ya, panggung hiburan! Jadi penonton tidak bisa merangsek masuk begitu saja ke lapangan, tanpa melompati panggung yang lebar dan tinggi. Di depan saya ada sebuah maskot NS yang berjoget ria diiringi pemain musik. Ada juga tim cheerleaders dan drumband yang kesemuanya berkostum dengan warna-warna khas NS. Di ujung seberang sana, tak kalah meriahnya juga ada panggung Senna yang juga ramai.

ramainya penonton
ramainya penonton

Sejak sebelum pertandingan mereka yang dipanggung sudah memanaskan semangat dan menggelorakan dukungan. Nonton yakkyu jadi serasa nonton hiburan. Saya dan teman-teman pun terbawa dalam emosi massal seolah-olah kami pendukung fanatik NS. Penjual makanan dan minuman berkeliling dari deretan bangku-bangku penonton. Tapi mereka tak menjual minuman dalam kemasan. Gadis-gadis penjual memanggul “tangki” di punggung, mirip tabung oksigen penyelam. Kalau ada pembeli, dia akan mengeluarkan gelas kertas dan menyemprotkan minuman melalui selang. Pokoknya tak ada satupun benda yang potensial untuk dijadikan lempar-lemparan.

Sebelum pertandingan dimulai, setelah kedua tim memasuki lapangan dan penghormatan resmi antar tim dilakukan, kini giliran panggung hiburan masing-masing tim menyuguhkan atraksi. Dimulai dari panggung Senna sebagai tuan rumah, menyuguhkan atraksi dan lagu-lagu selamat datang kepada tim tamu. Tepuk tangan bergemuruh dari dua sisi usai persembahan “tim hore” Senna. Dilanjutkan persembahan atraksi dari tim tamu NS yang menyanyikan lagu-lagu “kulo nuwun” kepada tuan rumah. Sorak sorai dari kedua belah pihak juga membahana mengiringi usainya unjuk kebolehan “tim hore” NS.

Pertandingannya sendiri memang berlangsung sangat seru. Kedua tim saling menyerang dan saling balas. Score berkejaran sampai di menit-menit terakhir. Tim NS sebenarnya sudah sempat unggul, tapi sayang di-injury time tim Senna berhasil menyamakan kedudukan. Terpaksa ada perpanjangan waktu. Makin menegangkan. Dan selama permainan panjang dan menegangkan itu, kedua “tim hore” dari atas panggung terus menerus memandu penonton menyemangati tim dukungan masing-masing. Ketegangan jadi lebih mencair karena menyemangati diiringi musik, bukan teriakan-teriakan emosi. Memang, ada gerakan-gerakan dari panggung kedua “tim hore” yang sedikit mengejek tim lawan, tapi karena diperagakan dalam atraksi musik dan gerak cheerleaders, jadi tidak memancing saling caci maki.

Akhirnya pertandingan benar-benar berakhir dengan kemenangan tim tamu Nippon Shinyaku. Ternyata, setelah para pemain dan officialnya saling bersalaman dan saling memberi penghormatan resmi, penonton tidak buyar begitu saja. Kembali “tim hore” saling mempersembahkan atraksi. Dari panggung Senna mengalun lagu-lagu dan tarian sebagai ucapan terima kasih pada tim tamu yang telah jauh-jauh datang dari Kyoto. Usai persembahan dari panggung Senna, giliran panggung NS menyuguhkan atraksi ucapan terimakasih pada tuan rumah Tokyo yang telah berkenan menjamu mereka. Semua atraksi itu juga diliput layar televisi besar di ke-4 sisi dtadion, seperti juga saat pertandingan. Lagu-lagu yang dinyanyikan syairnya dituliskan dalam teks yang bisa dibaca di layar lebar. Itu makanya saya sediktit tahu artinya, hehehe…

Setelah semua pertunjukan berakhir, penonton dipersilakan keluar dari pintu keluar yang berbeda. Semula dari tribun kami menuju ruangan besar lalu untuk keluar menuju ruangan berikutnya yang ada pintu keliarnya. Nah, pintu keluar ini menggunakan daya dorong angin buatan bertekanan agak tinggi. Jadi keluar dari pintu itu kami seperti terlempar. Karena tak menyangka, kami limbung dan nyaris jatuh di luar. Kami tertawa ngakak karena merasa ndeso. Saya berdecak kagum dengan kecerdikan perancang pintu keluar model begini. Lha kalau keluarnya saja sudah seperti itu, sampai di luar mana bisa mau menyerang. Dan area di luar pintu itupun masih area suporter NS. Sebab area suporter Senna ada dibelahan sebaliknya.

Itulah pengalaman saya pertama sekaligus terakhir nonton pertandingan antara 2 tim besar di stadion besar Tokyo Dome, The Big Egg (bentuknya mirip telur). Jadi upaya untuk meminimalisir pertemuan dan persinggungan langsung antar suporter kedua tim yang berlaga sudah diminimalisir sejak dari loket penjualan tiket, pintu masuk, tempat duduk sampai pintu keluar. Penandaan suporter juga dicirikan dengan atribut yang dibagikan secara gratis. Setiap penonton yang mengaku mendukung suatu tim akan diberi atribut tim itu. Sedang yang netral dilarang memakai atribut. Dengan begitu masuknya suporter penyusup ke sarang lawan bisa dihindari.

Benda yang dibolehkan dibawa masuk ke stadion pun sudah diseleksi. Tentu petasan dan kembang api tak bakal bisa masuk. Spanduk bernada ejekan yang memancing emosi lawan pun tak bakal ada. Saya pernah nonton di GBK jaman PSSI masih dipimpin Nurdin Halid. Semula saat Tim Garuda menang, tak ada apa-apa. Tapi ketika gol-gol lawan mulai merontokkan semangat bermain tim Garuda, tiba-tiba dari salah satu tribun muncul spanduk besar yang mencaci maki NH dan menuntut NH turun. Jadi rada gak nyambung juga, mestinya kekecewaan dan penolakan atas NH dilontarkan kapan saja tak harus menunggu kalah. Artinya, ketika kalah, emosi penonton kemana-mana, mencari sasaran untuk dimaki. Dan karena penonton cinta tim Garuda dan pemainnya, maka yang dicaci pengurus PSSI.

Dengan kondisi kematangan emosi penonton bola serta fanatisme ngawur masyarakat pecinta bola kita, sepertinya langkah-langkah antisipasi seperti yang dilakukan di Jepang itu perlu diwacanakan dan ditiru. Panitia penyelenggara pertandingan perlu melibatkan sepenuhnya tim manajemen suporter klub-klub bola agar mereka juga punya tanggung jawab besar membina para suporternya. Bagaimana pun, mencegah lebih baik daripada mengatasi bentrokan dan kerusuhan. Lagipula, nonton sport diiringi pertunjukan musik dan gerak tari asyik juga lho!

Numpang nampang kenangan saya dan teman2 di Tokyo Dome sesaat sebelum nonton yakkyu, belum pakai atribut di kepala
Numpang nampang kenangan saya dan teman2 di Tokyo Dome sesaat sebelum nonton yakkyu, belum pakai atribut di kepala

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun