Mohon tunggu...
intan rahmadewi
intan rahmadewi Mohon Tunggu... Wiraswasta - bisnis woman

seorang yang sangat menyukai fashion

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jihad Itu Memelihara, Bukan Merusak

27 Juli 2017   05:29 Diperbarui: 27 Juli 2017   05:31 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menjaga Indonesia Damai - http://kertasputih.damai.id

Ibarat kabut di dalam pikiran, demikianlah kata jihad terdengar di telinga kita dalam waktu-waktu terakhir. Mendengar jihad, seakan-akan merasakan kebencian terhadap keberagaman, terhadap penganut agama lain, dan pada akhirnya keraguan terhadap NKRI.

Ini hanya soal satu kata: jihad. Tetapi bisa punya efek yang luber, bahkan bisa mengancam perdamaian kita sebagai negara kesatuan yang hidup dengan akar berbagai macam kepercayaan, suku, dan agama.

Posisi kita hari ini adalah melawan pemaksaan dalam pemaknaan terhadap jihad. Kita tak perlu menolak jihad, yang perlu dibasmi adalah definisi yang dibenamkan kepada kita untuk tujuan memecah-belah dan membangkitkan permusuhan.

Sejarah mengatakan bahwa kata jihad sebenarnya telah dimasukkan ke dalam usulan tentang pembelaan negara oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUKI) pada 16 Juli 1945. Namun ditolak oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) karena ternyata perang fisik terhindarkan akibat Jepang menyerah kepada sekutu.

Jihad, dalam masa itu, ditafsirkan dalam konteks perang fisik. "Jihaddalam masa dekolonialisasi dan konstitusi tidak memiliki interpretasi atau pengertian lain kecuali perang," kata Ketua Komisi Yudisial yang juga pakar hukum konstitusi, Aidul Fitriciada Azhari.

Argumen ini jelas menentang definisi jihad yang telah dipaksakan oleh sebagian pihak sebagai jargon anti-NKRI dan anti non-Muslim. Jihad, meski ditempatkan dalam konteks perang, bukanlah perang untuk merusak perdamaian, melainkan untuk menjaga keutuhan. Maka, jika kita lagi-lagi melihat orang menggunakan kata jihad untuk membenci sesama yang kebetulan berbeda agama dan suku, kita bisa mengabaikannya dengan menganggap jihad jenis ini adalah manipulasi.

Ke depan, pandangan bahwa keragaman adalah kekuatan, akan menjadi sentral dalam upaya kita untuk menjaga keutuhan sebagai bangsa dalam naungan NKRI. Kita hanya perlu meneguhkan bahwa keutuhan NKRI akan terus menapak dalam batas-batas yang kian bijaksana.

Membenci penganut agama lain bukanlah jihad, menolak seorang calon pemimpin dalam kontestasi politik hanya karena seseorang itu bukan muslim jelas pula bukan jihad. Melakukan teror dengan meledakkan bom di tempat keramaian untuk menghancurkan kehidupan anak manusia, jelas bukan jihad. Karena jihad, sekali lagi, tidak dilakukan untuk merusak, melainkan mempertahankan keutuhan.

Bahkan Al Quran telah menyebutkan bahwa perang hanya dilakukan ketika seseorang atau kaum diperangi. Jika kita berusaha hidup dalam perdamaian di atas keberagaman dan ada sekelompok orang yang menggunakan jihad untuk merusak usaha tersebut, maka kita bersiap untuk menentangnya sebagaimana kita menentang kepalsuan dan kemunafikan. "Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya, Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu (QS: Al Hajj - 22 (39-40))."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun