Mohon tunggu...
intan rahmadewi
intan rahmadewi Mohon Tunggu... Wiraswasta - bisnis woman

seorang yang sangat menyukai fashion

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Indonesia Satu, Hentikan Anti Keberagaman

30 Maret 2017   03:10 Diperbarui: 30 Maret 2017   03:20 818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: wallpapersafari.com

Semboyan bhineka tunggal ika, yang diakui oleh bangsa Indonesia,menggambarkan keberagaman suku dan budaya di negeri ini. Meski berbeda dalam keberagaman, masyarakatnya tetap satu dalam negara kesatuan republik Indonesia. Negeri ini juga menegaskan sangat menjunjung tinggi toleransi. Nilai-nilai kearifan lokal di setiap suku, mengajarkan toleransi, gotong royong, saling tolong menolong dan menghargai. Karena itulah, lebih dari 70 tahun Indonesia merdeka dan mampu menjaga nilai-nilai luhur itu.

Namun, ancaman terhadap persatuan dan kesatuan negeri ini nampaknya masih terus ada. Memang bukan dalam bentuk penjajahan fisik. Namun penjajahan paham-paham radikal terus masif terjadi. Bentuk radikalisme ini bermacam-macam. Mulai dari ujaran kebencian, tindakan intoleransi, hingga tindakan terorisme. Semuanya ada di negeri yang mengedepankan toleransi ini. Terlebih dalam perhelatan pilkada, khususnya di ibukota, ujaran kebencian dan praktek intoleransi begitu kuat terasa. Jika hal ini dibiarkan, bibit-bibit perilaku radikalisme ini nanti bisa mengarah pada tindakan terorisme.

Karena itulah, perlu upaya pencegahan dari semua pihak. Dari sisi pemerintah, segala kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan, sudah semestinya tetap menjunjung tinggi kemanusiaan dan kepentingan publik. Peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan, harus mampu mencegah bibit-bibit radikalisme. Melalui semangat otonomi daerah, pemerintah daerah mempunyai kewengan untuk mengatur daerahnya sendiri. Peraturan daerah (perda) yang dikeluarkan juga harus bisa mempersatukan keberagaman. Jangan sampai perda yang dikeluarkan, justru diskriminatif dan mengancam keberagaman negeri ini.

Disisi lain, banyak juga kelompok tertentu yang selalu mengusung agama untuk kepentingan tertentu. Bahkan, tidak jarang mereka melakukan mobilisasi massa, untuk kepentingan yang bisa mengancam keberagaman negeri. Hal-hal semacam ini dikhawatirkan bisa didomplengi kepentingan politik, atau kepentingan lain. Di Pilkada DKI putaran pertama, berbagai macam aksi dari sebagian ormas keagamaan terus bermunculan. Mulai aksi yang dikenal 411, lalu muncul lagi 212, kini akan terjadi lagi aksi 313. Tuntutan dari aksi-aksi tersebut masih sama. Menolak pemimpin non muslim. Aksi-aksi semacam ini seharusnya tidak terjadi.

Dititik inilah, perlu kiranya peran aktif dari para ulama, untuk meredam gejolak di masyarakat. Ujaran kebencian dan tindakan intoleransi harus dicegah, dengan dakwah-dakwah yang menyejukkan. Ulama harus mampu memberikan dakwah yang mendidik, bukan dakwah yang membakar emosi masyarakat. Hal ini penting, karena ada upaya-upaya kelompok tertentu, yang ingin menggunakan ulama untuk kepentingan tidak baik. Tempat ibadah yang seharusnya dijaga kesuciannya, justru dimasukkan kepentingan-kepentingan politik melalui spanduk-spanduk provokatif.

Sekali lagi, mari kita jaga negeri yang indah ini dari ancaman perpecahan. Kontestasi politik lima tahunan, ditujukan untuk mendapatkan pemimpin yang benar-benar mengerti keinginan rakyatnya. Dan rakyat, juga harus menjadi pemilih yang cerdas, jangan mau diarahkan untuk kepentingan yang tidak baik. Jangan sampai pesta demokrasi ini, justru menjadi ajang untuk menyuburkan benih-benih radikalisme.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun