Mohon tunggu...
innaistantina
innaistantina Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Creator

Enjoying blogging, video editing, & taking a quick shot photography

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ganti Menteri, Ganti Kurikulum?

16 Maret 2019   07:49 Diperbarui: 16 Maret 2019   07:55 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Mendekati Pilpres begini, jujur yang paling bikin deg-degan bukan siapa yang terpilih nanti. Sederhana saja, buat saya, ibu 2 anak yang salah satunya akan menempuh ujian kelulusan sekolah tahun ini, kurikulum dan sistem pendidikanlah yang paling mencuri perhatian. 

Apakah nanti setelah Presiden terpilih, entah siapapun itu,  lalu kurikulum sekolah beserta sistemnya pun akan berubah (lagi) seiring dengan pergantian jajaran menteri di dalamnya?

Saya yakin, tiap orang tua, pasti ingin anak-anaknya mendapatkan pendidikan terbaik. Jika kita bicara dalam ranah yang luas, maka akar dari sistem pendidikan adalah kurikulum. Utamanya, bagi pendidikan anak-anak usia dini hingga kelas 6 SD, apakah sudah ramah dengan psikologi anak? Ataukah tiap tahun justru beban materi pelajaran makin meningkat?

Anak saya yang masih kelas 6 SD, suatu hari melihat materi adiknya yang masih kelas 1 dan berkomentar, "Bun, kok adik udah belajar ini ya, padahal aku baru belajar materi ini sekitar kelas 3-4". 

Atau suatu hari, ia juga sempat bilang, "Bun, kenapa waktu ujian akhir kelulusan itu, cuma 3 mata pelajaran aja? Terus gimana dengan anak-anak yang sebenarnya lebih menguasai di luar 3 pelajaran itu?".

Saya sendiri tidak pernah menargetkan anak dari sisi nilai. Harus punya nilai bagus di kelas, harus juara kelas, dst. Karena saya ingin, anak-anak bersekolah dengan nyaman dengan tetap mengembangkan minat & bakatnya. Bagaimanapun, tidak bisa kita pungkiri, lifeskill di luar bangku sekolah juga penting untuk mengembangkan kemampuan anak.

Almarhum Bapak saya pernah bilang, "Sekolah itu tempat anak belajar berpikir". Ya, belajar berpikir, mengolah logikanya, dan kalau saya boleh tambahkan, sekolah juga merupakan tempat anak belajar berinteraksi. Apalagi jaman sekarang, anak berada di sekolah sekitar 5-8 jam berada di sekolah, tentu sekolah memberikan porsi cukup besar dalam hal sosialisasi. 

Saya bukan pakar pendidikan, bukan pula lulusan jurusan pendidikan, tapi saya sangat concern dengan sistem pendidikan yang berlangsung selama ini. Sebagai orang awam, yang melihat pendidikan dari kacamata sebagai seorang Ibu, meski ada perubahan istilah misal dari UTS (ujian tengah semester) ke PTS (penilaian tengah semester), atau munculnya istilah UN, USBN, dll, saya belum melihat perubahan signifikan dari sisi *jeroannya* yaitu kurikulum itu sendiri. Belum lagi dengan kemunculan sistem zonasi, yang sepertinya masih terlalu prematur, langsung eksekusi tanpa persiapan matang.

Apakah dengan launching sistem pendidikan dan kurikulum berbeda dari yang sudah ada itu selalu lebih baik? Apakah ganti menteri pendidikan lalu harus terus menerus berganti sistemnya? Kalau begini terus, kapan pendidikan negeri ini akan bisa bersaing dengan negara-negara lain yang sudah semakin fokus mengolah kemampuan anak? 

Kemampuan anak, kecerdasan anak berbeda. Seperti yang sempat viral beberapa tahun lalu, ketika seorang kepala sekolah menuliskan poin-poin penting yang sangat mencerminkan kecemasan orang tua, terutama ketika anaknya tidak jago Matematika atau IPA, siapa tahu ternyata ia jago di bidang lain seperti bidang seni atau olahraga misalnya.

Ketika tiap orang punya sesuatu yang unik, berada di lingkungan keluarga & sekolah yang kondusif, maka ia pun akan tumbuh menjadi seseorang yang expert dibidangnya. Tapi ketika selama belasan tahun, hanya dijejali ilmu yang sebenarnya bukan minatnya, maka ia pun hanya akan menguasai ilmunya setengah-setengah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun