Mohon tunggu...
Rinnelya Agustien
Rinnelya Agustien Mohon Tunggu... Perawat - Pengelola TBM Pena dan Buku

seseorang yang ingin menjadi manfaat bagi sesama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Selasar III "Perlindungan Anak"

8 Mei 2017   15:52 Diperbarui: 8 Mei 2017   16:03 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bertepatan dengan hari Ibu 22 Desember 2016,  Pena dan Buku mengadakan Selasar III dengan tema yang diangkat adalah “Perlindungan Anak  Dari Aspek Psikologis dan Hukum”. Nara sumber yang hadir adalah Renny Oceanita psikolog anak dan remaja, Wawan pengacara domisili Balikpapan yang  membahas mengenai hukum perlindungan anak, dan Gladys dari P2TP2A Balikpapan yang mengulas kejadian kekerasan anak  yang terjadi di Balikpapan.

Tahun 2016 menjadi tahun kekerasan seksual pada anak, karena angka kejadiannya meningkat tajam. Yang disebut anak sendiri adalah bayi baru lahir sampai usianya 18 tahun. Berbicara mengenai kekerasan, ternyata kekerasan ini ada pembagiannya yaitu kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan emosional, tindakan pengabaian dan penelantaran dan kekerasan ekonomi.

Fenomena gunung es begitulah penggambaran kasus kekerasan terhadap anak. Yang tak terlaporkan kasusnya sebenarnya lebih banyak. Tidak terlaporkan ini bisa karena belum ketahuan, atau bisa jadi belum paham bahwa itu adalah kekerasan. Menghardik anak saja itu sudah termasuk kategori kekerasan, apalagi mengancam, atau tindakan pembullyan.

Tindakan memperlihatkan konten pornografi ke anak sudah termasuk kekerasan seksual, karena ketika  anak diperlihatkan konten pornografi itu sama seperti memberikan rangsangan ke impuls syaraf sensoriknya lalu dibawa ke otak,  yang secepat kilat membuat efek candu, bahkan efeknya lebih kuat dari kecanduan narkoba. Jadi bukan hanya tindakan pemerkosaan saja yang termasuk kekerasan seksual.

Dalam waktu 10 hari apabila seseorang terus menerus diperlihatkan pornografi maka hipotalamus akan melepaskan hormon kortisol yang akan menghambat prefrontal cortex. Fungsi dari prefrontal cortex adalah control diri, pengaturan emosi, kemampuan bekerja, kemampuan kognitif, moral judgement, kemampuan merencanakan dan menganalisa. Di sisi lain respons hipotalamus dari rangsangan melihat konten pornografi adalah melepas hormone testoteron yang berakibat peningkatan nafsu seks, peningkatan agresifitas, dan peningkatan kekerasan.

Penelitian  menyebutkan  sebanyak 41% merasa ingin tahu saat pertama kali nonton pornografi, 27% terkejut, 24% bingung dan 23% merasa jijik. Tetapi ini yang mengejutkan, mereka yang meneruskan untuk melihat pornografi akan berkurang rasa khawatir dan jijiknya menjadi merasa terangsang dan timbul rasa senang yang luar biasa.

Undang Undang yang mengatur mengenai perlindungan anak ada di pasal 13 ayat 1 UU NO 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak  yang telah diubah oleh UU NO 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak, yang menyatakan bahwa setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan: perlakuan, eksploitasi ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman,kekerasan dan penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya.

Yang dimaksud dengan kata penganiayaan yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka. Contoh “rasa sakit” tersebut misalnya diakibatkan mencubit, mendupak, memukul, menempeleng, dan sebagainya.

Dalam pasal 76C UU NO 35 2014 menyatakan bahwa  “Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak”. Apabila melanggar pasal tersebut sesuai ketentuan dalam pasal 80 UU 35 tahun 2014 akan mendapat hukuman 3,5 tahun sampai 15 tahun dengan denda paling banyak 3 Miliar rupiah.

Trauma yang dirasakan anak akan selalu membekas dan membutuhkan terapi dalam waktu yang lama. Oleh karenanya, ada usulan hukum kebiri untuk para pelaku kekerasan seksual terhadap anak, bahkan ada juga usulan hukuman mati. Saat membicarakan hukuman bagi pelaku kekerasan seksual, kami menjadi panas dan penuh emosi. Apalagi ketika mengetahui pelakunya adalah orang tua, dan memang menurut Gladys, aktifis yang bekerja di P2TP2A pelaku kebanyakan adalah orang orang terdekat korban. Alasan pelaku adalah orang orang terdekat karena mereka sudah dipercaya oleh korban dan memiliki akses mudah ke korban.

Penyelesaian dari masalah ini haruslah meliputi dari hulu ke hilir, dimulai dari sosialisasi :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun