Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Episode Kehidupan dan Pemulihan Energi untuk Menjalaninya

16 Mei 2016   04:32 Diperbarui: 16 Mei 2016   10:50 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sepenggal jejak langkahku

Sepanjang kehidupan ini, ada kalanya kita mengalami saat-saat yang menyita perhatian, waktu, energi mental dan fisik. Ketahanan kita secara keseluruhan diuji, juga semangat dan daya fokus serta ketekunan menjalani suatu proses dalam sebuah episode kehidupan ini. Hal ini merupakan faktor internal seseorang yang terus menerus mendapatkan tantangan dan ujian sepanjang kehidupan kita.

Dalam prosesnya, kita bisa saja menghadapi godaan untuk menyerah, dan berhenti melakukan apa yang sebenarnya menjadi salah satu mimpi besar kita. Yakin setiap orang punya mimpi besar? Mungkin sebagian besar mengatakan “ya”, diakui secara terbuka atau hanya dalam hati.

Jalan menuju pencapaian atas mimpi itu, agar akhirnya menjadi kenyataan yang menggembirakan, melegakan, membanggakan, dan mengharukan --- ditempuh secara beragam oleh setiap individu berbeda. Ada jalan tol, jalan mulus namun berliku, jalan terjal namun satu-satunya yang harus dilalui, jalan indah namun sangat licin dan membuat yang melaluinya bisa tergelincir setiap saat. Hanya yang bersangkutan yang benar-benar mengalami semua itu. Orang lain seakan paham, bisa menonton, atau menjadi saksi namun lebih nyata dirasakan oleh pelakunya.

Sementara itu, bisa saja kita menjumpai orang-orang yang setia mendukung semangat dengan berbagai cara, atau sebaliknya menyoraki bila kita jatuh. Ada juga orang yang memang senang dan puas kalau melihat orang lain menderita, maka membully, meremehkan, atau mengejek menjadi kunyahan renyah mereka. Dalam hal ini baik yang mendukung, menonton, atau menghalangi kita sebenarnya adalah faktor eksternal dalam sebuah episode perjuangan.

" ... We simply have too much on our mental plates day-in and day-out to manage effectively. Without a quality external system for helping to manage it all, we can’t help but feel overloaded, and that contributes to a feeling of being out of sorts with the responsibilities and demands we face endlessly. Our brains didn’t evolve for nonstop information-driven, consumerism-driven, technology-laden societies, so we have to find tools to offload our cognitive load, or sink." (David DiSalvo – Pengarang buku “Brain Changer”)

Dalam satu titik, kita bisa merasa sangat lelah, bahkan nyaris ingin menyerah. Kita sulit menerima keadaan bahwa kita mungkin tidak sekuat yang kita bayangkan, dan itu bila semua tampak kelabu dan remang-remang, tanpa kepastian, dan mengubah fokus kita menjadi pendar harapan yang hilang timbul. Begitulah kekuatan pribadi yang bertarung dengan godaan hidup mudah, sampai tahu-tahu perjalanan tiba di titik “finish”. “Well done, I win!” begitu bisikan sang pribadi tangguh pada dirinya sendiri.

Lantas semua kembali pada situasi normal, rutin, dan “thank God, I am alive!” Namun jangan keburu senang dulu. Kita tetap perlu menjaga kesadaran bahwa satu pencapaian, satu penyelesaian masalah, tidak akan membuat kita berhenti bekerja, berpikir, berkarya, berjuang, dan mengemban tanggung jawab berikutnya. Realistis, dan tidak terninabobokan oleh satu pencapaian saja, mungkin itu intinya.

Pulihkan energi mental dan spiritual kita dengan keterbukaan, doa, dan introspeksi

Penting kita sadari bahwa hidup ini tidak sekadar pemenuhan kebutuhan jasmani dan materiil. Kita perlu menyeimbangkan diri dengan asupan rohani, mental spiritual yang akan menjadi sumber kekuatan baru, atau yang dipulihkan dalam perjalanan dari satu episode ke babak lanjutan kehidupan.

Melakukan evaluasi diri, introspeksi, mengambil hikmah dari pengalaman sebelumnya – yang baik ditingkatkan, yang buruk ditinggalkan, dan memberi ruang kreasi dan rekreasi jiwa raga. Ini cakupannya luas, dan karenanya hal ini akan berbeda pelaksanaannya di antara individu berbeda.

Berdoa atau bermeditasi, adalah salah satu bentuk komunikasi vertikal dengan Sang Maha Pencipta, sumber dari segala sumber kehidupan – itu esensial. Hidup berlimpah harta, dan penuh kebanggan dunia hanya sementara. Tak seorang makhluk pun yang punya hak istimewa mampu membawa semua itu ke alam sesudah mengucapkan “sayonara” kepada bumi yang kita pijak ini. Semua akan kita tinggalkan, namun sebaliknya bisa meninggalkan jejak kenangan di hati orang yang kita tinggalkan – entah kenangan baik, buruk, atau tanpa kesan sama sekali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun