Manusia zaman batu belajar dengan gambar-gambar di dinding gua yang dilukis menggunakan batu. Manusia era pertanian belajar dengan manuskrip yang ditulis diatas kertas dari bahan kulit hewan atau daun-daunan seperti papirus di Mesir dan daun lontar di Indonesia. Manusia era manufaktur belajar menggunakan kertas yang terbuat dari kayu.
Bagaimana dengan manusia yang hidup di zaman yang sering disebut era digital ini? "Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya karena mereka bukan hidup dizamanmu" sebuah nasihat yang disampaikan Ali bin Abi Thalib, seorang sahabat yang juga keponakan, sekaligus menantu Nabi Muhammad SAW. Nasihat yang baik dan sangat logis ini mendorong kebutuhan untuk memordenisasi sistem pembelajaran kita.
Mulai tahun ajaran baru 2019/2020 ini, anak-anak Indonesia akan dikenalkan dengan mata pelajaran baru dengan nama Informatika. Melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan no. 35, 36, dan 37 tahun 2018 yang ditandatangani di penghujung tahun 2018 yang lalu oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, Indonesia telah mengikuti langkah progresif negara-negara lain yang telah lebih dahulu menerapkan mata pelajaran ini dalam kurikulum nasionalnya.
Di negara-negara lain, mata pelajaran ini memiliki nama yang berbeda-beda seperti Computer Science (Amerika Serikat, Canada), Computer Programming (Inggris, Australia, Singapura), Coding (Finlandia, Denmark, Tiongkok), STEM (Thailand, Vietnam) dan lain sebagainya, namun pada dasarnya mereka belajar hal yang sama. Mata pelajaran baru ini secara global dinilai sebagai bekal yang memadai untuk berkarya dan berkompetisi dalam Revolusi Industri 4.0 ini.
Dalam Permendikbud tersebut diatas, dijelaskan bahwa implementasi mata pelajaran Informatika untuk tingkat SD/MI masuk sebagai alat pembelajaran tematik, atau masuk sebagai muatan lokal, atau sebagai ekstra kurikuler. Untuk tingkat SMP/MTs, masuk menjadi pilihan pengganti prakarya dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran per minggu.
Untuk level SMA/MA masuk ke dalam lintas /pendalaman minat, dengan pilihan sebanyak tiga hingga empat jam pelajaran per minggu. Untuk SMK/ MAK menggunakan mata pelajaran Simulasi Digital yang telah direvisi dengan muatan-muatan Informatika.
Informatika bukan TIK
Mata pelajaran Informatika oleh banyak pihak baik dari para praktisi pendidikan, orang tua, masyarakat umum, maupun pemerintah daerah sering disalahartikan sebagai "baju baru" dari mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau mata pelajaran komputer yang telah dihapus dari kurikulum nasional sejak tahun 2013.
Informatika sangat berbeda dengan TIK. Mata pelajaran TIK didesain untuk mengajar para digital immigrants (Marc Prensky 2001), orang-orang dulu hidupnya dizaman pra digital dan sekarang sudah pindah dan hidup di era digital. Materi yang diajarkan adalah cara menggunakan komputer / perangkat keras beserta aplikasi / perangkat lunaknya. Dengan kata lain, TIK adalah pelajaran cara pencet-pencet tombol.
Sementara itu, Informatika didesain untuk mengajar para digital natives (Marc Prensky 2001), mereka yang lahir dan hidup di era digital atau dikenal juga dengan generasi milenial. Learning Objectives atau tujuan pembelajaran dari Informatika adalah agar siswa mampu bernalar pada tingkat yang lebih tinggi atau Higher Order Thinking Skills (HOTS), siswa memiliki kecakapan abad 21 (kritis dalam berpikir dan bertindak, berkolaborasi, berkomunikasi, serta kreatif), juga mampu berpikir secara komputasional dengan tujuan utama agar memiliki kemampuan memecahkan masalah dan menjadi pencipta / inovator melalui pembuatan game / aplikasi / software / solusi teknologi.
Revolusi Industri 4.0 dan Pendidikan STEAM
Pendidikan STEAM adalah ilmu yang mengintegrasikan elemen-elemen dari sains, teknologi, engineering / rekayasa, arts / seni, dan matematika. Setiap hasil karya atau ciptaan manusia pasti ada elemen-elemen STEAM didalamnya. Inilah alasan mengapa Pendidikan STEAM menjadi bekal utama dalam menghadapi tantangan Revolusi Industri 4.0 yang menuntut manusia untuk kreatif dan berinovasi tanpa henti.