Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Gerakan Nasional Makan Ikan, Salah Satu Pilar Kedaulatan Sumber Daya Perikanan Bangsa

22 Juli 2017   21:45 Diperbarui: 23 Juli 2017   06:01 2251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Susi Pujiastuti muncul di video youtube yang disebarkan melalui media sosial beberapa waktu lalu. Dalam video berdurasi amat singkat itu, Susi bicara tentang pentingnya makan ikan laut. Bahkan, saya masih ingat kalimat terakhir yang diucapkannya, "Jika tidak makan ikan, akan saya tenggelamkan". Berseloroh Susi. Dengan menganalogikannya dengan persitiwa penenggelaman kapal-kapal asing yang berhasil ditangkap.

Publik heboh tapi senang. Susi mungkin menjengkelkan para mafia penangkap ikan asing, pelaku ilegal-fishing di Indonesia. Susi mungkin pula figur yang mengesalkan bagi para politisi busuk yang gemar berbisnis cantrang, atau para mafia pengusaha kapal tangkap pengguna cantrang. Tapi Susi disenangi masyarakat banyak.

Ketika saya membuat tulisan tentang Susi, sang Menteri KKP, selalu saja orang yang saya kirimi link tulisan akan membalasnya dengan ungkapan mendukung Susi. Rakyat melihat Susi sebagai pemecah kebuntuan birokrasi yang kaku, birokrasi yang enggan bergerak jika tidak mau dikatakan malas, birokrasi penakut dan tidak berani keluar dari zona nyaman. Susi menjadi pertanda bahwa negara bisa saja dihadirkan dalam kehidupan masyarakat, jika para pemangku kebijakan bersedia.

Kembali kepada persoalan makan ikan yang dijadikan sebagai sebuah gerakan nasional oleh Susi. Dalam pelbagai perspektif, sosialisasi pentingnya makan ikan yang semula hanya dipropagandakan sebagai sebuah tindakan yang bermanfaat bagi kesehatan dengan penyampaian gizi apa saja yang didapat dalam kandungan ikan. Saya melihatnya mungkin dari sudut yang berbeda.

Bagi saya, upaya Susi menggalang gerakan makan ikan adalah sebuah upaya yang memiliki aspek ideologis. Betapa tidak, jika kita melihat fakta bahwa Indonesia memiliki 63 persen wilayah perairan, dilalui oleh migrasi besar ikan yang bukan hanya sekedar lewat tapi juga bertelur, menetas hingga berkembang menjadi besar di perairan kita. Tetapi sejak era kolonialisme, rakyat bangsa kita telah 'dijauhkan' dari laut oleh para penjajah. Dimasa kemerdekaanpun hingga beberapa tahun lalu, stigma bahwa negara kita adalah sebuah negara agraris, bukan negara maritim, tetap terus dipompakan dalam pikiran masyarakat. 

Para penguasa jahat dan mafia berkomplot agar rakyat menjauhi laut, karena mereka tidak mau kegiatan merampok potensi sumberdaya laut yang mereka lakukan terganggu. Sampai semua itu kemudian terinterupsi ketika Presiden Jokowi mengumandangkan Indonesia Poros Maritim Dunia, yang menahbiskan keberadaan Indonesia sebagai negara maritim yang tentu saja memiliki potensi sumberdaya kelautan termasuk perikanan yang melimpah ruah. Untuk itulah maka menjaga kedaulatan laut kita bukan saja wilayah teritori dan keamanannya, tetapi juga menjaga kedaulatan sumberdaya kelautan dan perikanannya perlu dilakukan. Susi melakukannya.

Makan ikan. Sebuah istilah sederhana yang mungkin remeh temeh. Tetapi jika perilaku makan ikan tersebut dilakukan secara masal dalam keseharian mayarakat Indonesia yang ratusan juta jiwa, maka makan ikan bukan hanya sekedar kegiatan manusiawi biasa tapi menjelma menjadi sebuah kegiatan nasional yang secara ideologis bukan hanya meluruskan kembali pandangan masyarakat Indonesia dari daratan kepada lautan, tapi juga memperkuat tujuan mulia untuk berdaulat dalam bidang sumberdaya kelautan dan perikanan.

Masih teringat bagaimana Susi, selaku Menteri KKP, menyampaikan dengan tegas kepada pemerintah dan pengusaha sektor perikanan Jepang bahwa jika mereka menginginkan ikan dari perairan Indonesia, mereka dapat membelinya dari nelayan penangkap ikan Indonesia. Tetapi tidak dengan melakukan kegiatan penangkapan ikan seperti waktu-waktu sebelumnya.

Kegiatan makan ikan yang tumbuh dalam kehidupan keseharian masyarakat Indonesia juga bukan saja membuat kegiatan penangkapan ikan yang tertib sesuai aturan menjadi bergairah. Juga akan membangun kesadaran baru untuk masuk dalam sektor kegiatan perikanan budidaya. Nelayan dan masyarakat pesisir akan terpacu untuk melakukan pengembangbiakan ikan budidaya untuk memenuhi kebutuhan nasional. Diperairan yang ketersediaan ikan tangkapnya semakin menipis karena kegiatan penangkapan ikan dengan alat-alat terlarang seperti cantrang dan lain-lain dapat segera berpindah dengan mengalihkan kegiatan mereka dari menangkap ikan menjadi peternak ikan budidaya.

Seperti juga jika kita melihat kerja bejana berhubungan, maka berkembangnya perilaku makan ikan akan mengakibatkan tingginya permintaan (demand) terhadap ketersediaan ikan. Tingginya demand akan memacu nelayan dan masyarakat pesisir untuk ikut serta memenuhinya. Jika ketersediaan ikan tangkap semakin terbatas maka pemeliharaan ikan budidaya adalah pintu keluarnya. Susi melakukannya berputar. Tapi itu justru menjadi teramat filosofis.

 Ia ingin bersama-sama rakyat membangun kesadaran tentang pentingnya meningkatkan keterbutuhan pada ikan sebagai konsumsi sehari-hari, yang berakibat kepada kesadaran kolektif ditengah masyarakat tentang perlunya melindungi ketersediaan ikan tangkap dan memulai gerakan besar pembudidayaan ikan secara bersamaan. Menciptakan demand untuk kemudian membangun infrastruktur bagi pemenuhan suplai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun