Mohon tunggu...
Harun Imohan
Harun Imohan Mohon Tunggu... Psikolog - Saya anak kedua dari tiga bersaudara. Sebagai sarjana muda, saya hanya bisa menulis untuk sementara waktu karena belum ada pekerjaan tetap.

Aku ber-Majelis maka aku ada

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Agama Menjadi Bumbu Lezat Konflik

13 September 2017   21:16 Diperbarui: 13 September 2017   21:22 2195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ada Apa Dengan Agama?

Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskerya, agama yang berarti "tradisi" atau "A" berarti tidak, "GAMA" berarti akcau. Sehingga agama berarti tidak kacau. Data juga diartikan suatu peraturan yang bertujuan untuk mencapai kehidupan manusia kea rah tujuan tertentu. Menurut kamus besar bahasa Indonesia,  agama berarti ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Jadi layak dikatakan bahwa agama merupakan sarana manusia menuju Tuhan dan manusia yang lainnya.

Seperti yang kita pahami, bahwa agama mengajarkan nilai, norma dan aturan yang sebenarnya tidak mengikat. Manusia bebas mengikuti aturan yang disediakan oleh lembaga apapun, termasuk juga agama. Namun, aturan dan nilai yang diajarkan agama sejatinya adalah hal yang tepat untuk kedamaian manusia. Kita tahu bahwa tidak ada agama yang mengajarkan manusia untuk tidak mengahargai manusia yang lain. Hal tersebut terdapat dalam falsafah agama berupa kitab suci. Hanya saja karena keterbatasan akal manusia yang beragam, maka sangat mungkin terjadi perbedaan pendapat mengenai nilai-nilai agama yang sudah disampaikan dalam kitab suci.

Ada banyak agama yang berkembang di seluruh penjuru dunia. Semua pemeluk dari masing-masing agama, mereka hidup berdampingan dengan pemeluk agama-agama yang lain. Untuk itu, sebagai pemeluk agama yang bijaksana, kita tidak disarankan untuk menghardik, menghina dan berkata kepada pemeluk agama lain bahwa perbuatan mereka itu salah. Sikap tersebut harus dihindarkan karena dapat memicu konflik antar umat beragama. Konflik yang bernuansa aroma agama, biasanya sangat tidak mungkin akan redam dan tercabut sampai akar. Akan ada balas membalas antar umat beragama yang sedang dalam gelanggang konflik untuk membela keyakinannya.

Namun kita lihat fakta yang ada di lapangan. Apakah kebijaksanaan umat beragama mampu dilaksanakan dengan baik? Lalu, mengapa masih banyak konflik yang bersembunyi dalam tameng Agama?

Konflik merupakan gejala sosial yang serba hadir dalam kehidupan sosial,  sehingga  konflik  bersifat  inheren  artinya  konflik  akan  senantiasa ada dalam setiap ruang dan waktu, dimana saja dan kapan saja. Di dalam setiap kehidupan sosial tidak ada satu pun manusia yang memiliki  kesamaan  yang  persis,  baik  dari  unsur  etnis,  kepentingan, kemauan,  kehendak,  tujuan  dan  sebagainya.  

Dari  setiap  konflik  ada beberapa diantaranya yang dapat diselesaikan, akan tetapi ada juga yang tidak dapat diselesaikan sehingga menimbulkan beberapa aksi  kekerasan. Kekerasan merupakan gejala tidak dapat diatasinya akar konflik sehingga menimbulkan  kekerasan  dari  model  kekerasan  yang  terkecil  hingga peperangan. Seperti yang terjadi diberbagai daerah di dunia; Gaza, Arab Saudi, Yaman, Sampang Madura, Jember, Turki dan kini yang terbaru adalah konflik di Rohingnya.

            Mengenai konflik di rohingnya yang menyita banyak perhatian dari berbagai penduduk dunia. Konflik tersebut berhasil membuat dunia menangis dan pendarahan dalam tubuh. Hal ini dikarenakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum-oknum sadis. Ashin Wirathu adalah pimpinan kelompok controversial dan sadis itu. dibantu dengan para tentara Myanmar yang menembaki umat muslim di Rohingnya dengan membabi buta. Banyak warga dibunuh dengan kejam, rumah dan tampat ibadah dibakar. Seakan sifat manusiawi sudah tidak ada dalam benak mereka.

            Meskipun konflik itu sudah dimulai sejak lama, namun kita sebagai sesama pemeluk agama dan sesama manusia harus bersikap bijaksana dalam melihat kondisi yang terjadi. Mengingat tidak semua konflik  diakibatkan oleh perbedaan agama, maka perilaku moderat dan kritis harus tetap terjaga. Tidak kemudian membalas perbuatan mereka para tentara dan oknum-oknum lain di Rohingnya yang beragama Budha dengan menyakiti umat Budha yang lain. Niscaya jika hal itu dilakukan maka kedamaian enggan muncul.

Wakil Sekretaris Jendral (Wasekjen) Pengurus Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Dr Mahmud Syaltout SH DEA. Menyampaikan hasil kajian ansor akan konflik yang terjadi di Negara Myamar antara Pemerintah dan Rohingya, yakni disebabkan konflik politik, karena adanya blok-blok migas dan pipa gas yang cukup panjang. Hasil riset ini mampu menyelamatkan kebencian umat muslim kepada para umat beragama Budha karena sejatinya perbuatan itu harus dibalas, maka haruslah kepada orang yang tepat.

Peluru harus sampai pada sasaran yang hendak dituju supaya para pembunuh akan mati dan tidak membuat kuburan-kuburan mayat yang tak berdosa yang baru.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun