Mohon tunggu...
Irma Rithin
Irma Rithin Mohon Tunggu... lainnya -

Hidup adalah pilihan.....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pak Min, Tukang Becak di Surabaya

20 Januari 2011   02:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:23 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1295490414547937564

Waktu tinggal di Surabaya, sekitar tahun 1991 sampai tahun 1993, saya punya tukang becak langganan. Namanya Pak Min. Usianya sekitar 30 tahunan. Orangnya baik sekali dengan wajahnya yang selalu tersenyum. Pertama tau Pak Min karena suka nongkrong nunggu penumpang di depan rumah saya, terus tau kebaikannya dari tetangga yang anaknya diantar sekolah sama Pak Min. Setiap pagi Pak Min antar sekolah anak pertama saya, Willy, yang waktu itu masih kelas 1 SD. Siangnya dia jemput lagi. Sore hari anterin Willy ngaji di mesjid dekat rumah. Kadang dalam sehari Pak Min ke sekolah Willy lebih dari biasanya, karena Willy ketinggalan tas atau tempat minumnya. Willy selalu minta diambilkan saat itu juga. Pak Min turuti kemauan Willy dengan senyum diwajahnya. Diantara jam itu kadang Pak Min antar saya ke pasar atau ke tempat lain yang masih bisa dijangkau becak. Kalau antar saya kemana pun, Pak Min selalu setia nunggu sampai saya selesai, padahal saya selalu bilang saya ditinggal aja, nanti pulang naik becak lain. Dia tetap nunggu, kasian, kadang kan lama, kalau misalnya saya ke pasar biasanya lebih dari 1 jam. Suatu hari saya minta diantar ke pasar Pucang. Waktu itu lagi musim kampanye. Hari itu yang sedang kampanye partai PDI. Saya ngga ngeh. Ko' ya kebetulan hari itu saya pakai baju warna merah. Di jalan becak saya berpapasan dengan rombongan besar dengan seragam kaos merahnya bergambar kepala banteng. Mereka naik truk, pick up, mobil-mobil lainnya dan puluhan motor. Suasananya ramai sekali. Pak Min pun melambatkan jalannya becak. Entah gimana mulanya, mungkin karena baju saya merah, tiba-tiba dari salah satu rombongan yang naik truk ada yang nunjuk saya sambil teriak,  ''Hidup PDI''  dengan jari tangan dibentuk seperti kepala banteng. Saya kaget. Karena yang di truk itu yang lihat saya langsung serentak  teriak yel-yel yang sama sambil acungkan simbol jari tangan mereka, dan seketika badan mereka dicondongkan ke arah saya. Tingkah mereka diikuti rombongan dibelakangnya, dengan suara lebih keras lagi, "Hidup PDI..Hidup PDI!"                                                                       Semangat sekali mereka. Saya senyum buat nutupi hati yang ketakutan. Pak Min sambil jalan pelan bilang, "Bu, tangannya.."Dengan ragu-ragu saya acungkan tangan kanan dengan jari dibentuk simbol kepala banteng. Kayak salam rocker,,hehehe. Mereka pun sepertinya seneng.Alhasil sepanjang jalan tangan saya tetap begitu sampai rombongan mereka berlalu. Waktu saya bilang malu ke Pak Min, dia tersenyum geli gitu. Ahh Pak Min ngetawain,,hehehe. Di kesempatan lain dijalan, Pak Min bilang,  "Bu, saya udah beli becak.." "Wah..Alhamdulillah, bagus dong,,jadi ini becak punya Pak Min?" "Iya, Bu" "Becak harganya mahal, Pak?"  tanya saya. "Iya Bu, 300 ribu.." "Harganya segitu? Mahal juga ya. Emang ga bisa kurang?" "Bisa Bu.." jawab Pak Min. "Kurang berapa, Pak?" " 150, Bu.." "Oooh,, banyak juga kurangnya..jadi harganya 150 ribu?  tanya saya. "Iya, Bu" Saya ga bisa ngga senyum dengar jawaban Pak Min. Kenapa dari pertama tadi ga bilang harganya 150 ribu aja ya,,hehehe. "Syukur deh Pak, udah punya becak sendiri semoga tambah lancar rezekinya ya.." Doa saya tulus buat Pak Min. "Iya Bu, makasih" Obrolan-obrolan dan kejadian yang seperti itu yang mengingatkan saya tentang Pak Min. Sampai sekarang kalau teringat saya masih selalu senyum. Sejak saya pindah lagi ke Jakarta, baru tahun 2004 bisa ketemu lagi Pak Min. Masih seperti yang dulu dengan senyum di bibirnya. Pak Min masih setia dengan becaknya. Pagi sebelum terang Pak Min sudah antar langganannya memulai rutinitas hari. Kadang hari sudah gelap pun Pak Min masih menunggu penumpang. Rajin sekali. Mungkin cuma itu saja jalan mencari nafkah hidupnya. Semoga Pak Min tetap sehat dan selalu lancar rezekinya. Amiin

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun