Mohon tunggu...
Imam Kodri
Imam Kodri Mohon Tunggu... - -

Formal Education Background in UPDM (B) Of Bachelor’s Degree of Politics and Social Science, majoring of Public Administration and Master Degree, Majoring of Human Resources. Worked in various private companies over 30 years, such as: PT. Pan Brothers Textile as HRD Assistant Manager, PT. Sumber Makmur as HRD Manager, General Personnel Manager at PT. Bangun Perkarsa Adhitamasentra, Senior Manager of HRD and General affair at PT. Indoraya Giriperkarsa, Headmaster of Kelapa Dua High School, and the last, Head of the General Bureau and Human Resources at ISTN Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Strategi Indonesia, di Balik Konflik Rohingya

10 September 2017   16:01 Diperbarui: 10 September 2017   16:09 1161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Newly arrived Rohingya refugees sit inside a shelter at the Kutupalang refugee camp in Cox's Bazar,(Bangladesh [Mohammad Ponir Hossain/Reuters])

Tindakan kekerasan, pembunuhan, yang mengarah kepada genocide terhadap etnis Rohingya yang muslim telah menyebabkan pengungsian besar-besaran hingga pekan terakhir Agustus 2017 diperkirakan sedikitnya telah mencapai angka 670.000 jiwa. Hitungan kasar dari berbagai sumber lebih dari 1500 muslim Rohingya terbunuh. 

Sedang menurut SEOUL, KOMPAS "Lebih dari 1.000 orang diyakini telah dibunuh dan 270.000 muslim  Rohingnya telah mengungsi ke Banglades dalam perlakuan kekerasan oleh otoritas Myanmar; jumlah ini dua kali lipat dibandingkan laporan resmi pemerintah, demikian laporan dari perwakilan badan dunia PBB  kepada AFP dalam dua pekan terakhir". 

Sepertinya Keadilan, Kemanusiaan, kedamaian, dan keamanan dunia seolah runtuh tidak mampu ditegakan mengatasi tragedi kemanusiaan yang terjadi di Rohingya Myanmar baru-baru ini. Perlakuan diluar batas kemanusiaan rezim otoriter Myanmar terhadap muslim Rohingya telah merenggut ribuan nyawa.

Sangat disayangkan tragedi kemanusiaan yang luar biasa itu hanya dapat membangkitkan segelintir tokoh dunia yang menyampaian marah atau sekedar menyampaikan penyesalan ala kadarnya, baik dari negara tetangga terdekat maupun dari negara-negara Islam yang nota bene ada keterkaitan rasa persaudaraan seiman dengan muslim Rohingya.

Kecaman hanya datang dari beberapa kepala negara yang empatik terhadap nasib muslim Rohingya, seperti halnya Indonesia. Mulai dari Presiden Joko Widodo, Jokowi sangat mengutuk dan menyesalkan tindakan biadab militer Myanmar terhadap warga Rohingya karena bertentangan dengan kemanusiaan dan melanggar HAM. Tidak cukup dengan mengecam, Jokowi juga menegaskan pemerintah Indonesia turut membantu mengatasi krisis kemanusiaan yang menimpa etnis Rohingya, baik di Myanmar maupun yang sudah berada di perbatasan Banglades-Myanmar.

Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan mengecam keras pembantaian terhadap warga Muslim Rohingya, disusul  mengecam sikap diam negara-negara Muslim terhadap nasib Muslim Rohingya.  Namun demikian sangat disayangkan Turki hanya dapat mengecam, tetapi tidak bisa berbuat banyak karena tidak ada keterkaitannya hubungan diplomatik dengan Myanmar.

Pemerintah Malaysia juga ikut mengutuk dan menyampaikan rasa penyesalannya kepada otoritas Myanmar atas tindakan kekerasan kepada kaum muslimin Rohingya, dan mendesak kepada pemerintah Myanmar, untuk menghentikan kekerasan terhadap etnis Rohingnya yang bermukin di Rakhine, namun sejauh ini baru sebatas mengutuk, tindakan nyata yang ditunggu langsung oleh muslim Rohingya belum terwujud.  

Demikian pula Organisasi Kerjasama Islam (OKI) mengecam dengan keras pelanggaran HAM terhadap Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar, tetapi sedikit sekali berbuat, memberi bantuan yang tidak jelas sasarannnya tanpa disertai keikutan sertaan lembagaga-lembaga kemanusiaan yang dapat terjun langsung di pengungsian Rohingya terutama kondisi yang super kritis diperbatasan Banglades-Myanmar.  

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan negara-negara ASEAN bersikap tegas terhadap Pemerintah Myanmar baru sebatas retorika saja. Maksimalnya baru sebatas mengutus Koffi Annan itupun hanya sebagai ketua Komisi Penasehat untuk Rakhine State yang membuat laporan-laporan terkait seluruh kejadian Konflik Rahine Myanmar.  Belum ada bantuan nyata, bantuan yang sangat dibutuhkan oleh para pengungsi, terutama bantuan yang bersifat politis untuk nasib Rohingya.

Dunia terbelah demikian ASEAN, Indonesia, Malaysia, mengecam akan tetapi Singapura, Philipina, Thailand, Fietnam mana suaramu mereka diam membisu seribu bahasa. Jangan diharapkan suara China , Jepang, apalagi Amerika dan sekutunya agar ikut berpartisipasi aktif penyelesaian konflik di Rohingya. Tidak sepotong katapun  mengutuk  yang diucapkan atas tindakan militer Myanmar yang diluar batas terhadap kaum muslimin Rohingya.

Kenapa demikian sikap barat terhadap nasib Rohingya.  Bukan hanya negara-negara barat seperti Amerika dan lainnya ada perhatiannya terhadap Rohingya, bangsa Palestina yang sudah ratusan tahun menglami tindakan sewenang-wenang dari Israel-pun, tidak pernah mendapatkan perhatiaan yang berarti, baik dari negara yang serumpun apalagi dari negara-negara yang selama ini menganggap dirinya paling demokratis, penegak HAM, Amerika dan sekutunya. Kalaupun ada bantuan ekonomi itupun serba terbatas, kepentingan politik dan kekuasaan tetap menjadi hak mutlak barat terutama Amerika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun