Mohon tunggu...
Imam Prasetyo
Imam Prasetyo Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya muslim

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Anti Formalisasi Syariah Berarti Liberal?

19 April 2013   08:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:57 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Kompasiana saya banyak memiliki teman-teman yang benar-benar mengenyangkan 'perut'  dan melonggarkan simpul-simpul keanekaan.

Keanekaan tersebut bisa berasal dari banyak hal, salah satunya menafsirkan keinginan sebagian ummat islam untuk dapat menegakkan syariah islam  di bumi pertiwi ini sebagai manifestasi ketundukan manusia terhadap hukum-hukum berkehidupan yang berkesesuaian dengan Islam. Dan seperti sebuah tawaran selalu berakhir akan adanya pilihan untuk menentukan mana yang akan diambil.

Jawabannya memang memberikan kesan adanya polarisasi; membelah menjadi dua kubu.

Kubu pertama menolak dan kubu kedua menginginkan tegaknya syariah Islam. Kaum kaffir (non islam) bukannya berarti serta merta menolak karena beberapa kali saya berdiskusi off air dan online ada keinginan mereka (non islam) untuk dapat juga hidup dinegara berlafadzkan dan bersendikan syara'.

Yang menolak pun ternyata tidak juga berarti menafikan Islam sebagai sebuah last standing untuk kesemrawutan kekinian dunia dan ujug-ujug mendeklarasikan dirinya sebagai anti syariat atau luas dikenal sebagai SEPILIS. Mereka yang menolak jenis ini cenderung lebih melihat marhalah atau fase yang mesti bergulir secara alamiah. Sehingga resistensi manusia terhadap formalisasi syariah lebih minim dan lebih civilized.

Sedangkan yang menolak dalam wujud lain adalah mereka yang dengan serta merta menyatakan Islam laksana sebuah baju yang sempit jika dipaksakan menjadi landasan hukum wajib untuk kebernegaraan. Mereka klaim bahwa demokrasi jauh lebih baik dan pantas disandang sebagai hukum formal bagi bernegara. Dan mereka ini islam!

Sekarang anda dimana berada? Menolak versi pertama. Karena ketawadhu'an dan melihat proses ini masih bergerak. Atau anda berada pada posisi melihat islam sebagai sebuah sistim usang (obsolete system) atau sebuah sistim yang sudah bertajuk telah layak dimusiumkan.

Judul ini saya pilih karena memang berlatarbelakang adanya tuntutan untuk memilih. Pilihlah!

(dilatarbelakangi oleh artikel yang 'genit' dari Dab Baskoro dan artikel 'over cooked' dari Sutan Paguci)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun