Baru akhir-akhir ini, saya di kagetkan dengan fakta vidieo seorang guru yang di aniaya oleh anak didiknya sendiri. Dan sebagai pemerhati pendidikan, saya sangat meradang dengan adanya pelecehan yang terjadi dari seorang guru bernama Nur Khalim.Â
Memang beginilah nasib seorang guru, -meminjam istilah dari Dr. Sri Untari- posisi guru belum aman, satu kaki di sekolah, satu kaki lagi di penjara. itulah kiranya, guru sebagai sasaran kesalahan jika terjadi tindakan a-moril dari siswanya.
Berlindung di balik undang-undang anak dan perempuan, sehingga siswa merasa lebih mewah dalam adanya payung hukum ini. Setidaknya, tidak ada ancaman berlebihan terhadap anak yang masih belajar. Tapi apakah itu yang ingin ditampilkan dari seorang siswa terhadap gurunya?
Secara pribadi, saya kagum dengan sosok Nur Khalim yang sangat sabar ketika dirinya terpojokan di dalam kelas. Fenomena merokok, duduk di atas bangku, dan gerakan tangan seolah mencekik leher guru yang dilakukan oleh anak didiknya, bukan lagi sebagai bahan candaan.Â
Kelas seharusnya menjadi qorum terhormat dan akademik, malah menjadi ajang kumpulan preman jalanan. Fenomena penganiayaan Nur Khalim di dunia pendidikan bukan kali pertama. Banyak juga hal serupa yang belum terrekam oleh mata kamera.
Sisi baik dan sisi kemanusiaan yang bisa kita petik dari vidieo penganiayaan yang viral adalah: bersabar ketika emosi. Walaupun di ejek, dan nyaris di tantang untuk berkelahi, akan tetapi Nur Khalim menaruh sikap untuk tetap tenang dan tidak beraksi berlebih terhadap anak didiknya.Â
Saya menaruh dugaan, bahwa Nur Khalim adalah sosok guru yang baik, dan mampu berpikir panjang. Sisi sebaliknya, sepatutnya siswa yang memiliki  sikap, perilaku demikian perlu dilakukan konseling. Gunanya agar ada perbaikian mental, sikap, dan perilakunya.
Fakta buruk di dunia pendidikan menjadi catatan penting bagi kita semua, bahwa: atticuted, etika, moral, dan norma adalah pelajaran mendasar yang harus semua siswa miliki. Dan semoga permintaan maaf dari anak didik ybs, memberikan pelajaran yang melekat dan tidak lagi diulangi untuk kedepannya. Seharusnya guru berwibawa dalam kelas, bukan lantas menjadi lawan tanding di ring tinju.