Mohon tunggu...
Ilham NurWijayakusuma
Ilham NurWijayakusuma Mohon Tunggu... Freelancer - 1903016078 FITK UIN Walisongo

Just flow like a river

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sekolah Bukan Segalanya

22 Oktober 2019   08:22 Diperbarui: 22 Oktober 2019   08:29 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Belajar sering dikaitkan dengan sekolah. Seakan-akan belajar hanya ditemukan dalam dalam bangku sekolahan. Dan anak yang tidak bersekolah kita nilai dengan anak yang tidak pernah belajar, karena realitanya mereka tidak pernah pergi ke sekolah. Seperti, anak jalanan ataupun anak suku pedalaman. Tentu saja mereka belajar, tapi dengan cara yang tidak sama dengan kita. 

Anak jalanan, mungkin bisa saja mereka belajar dari orang-orang yang mereka temui di jalanan dan juga lingkungan disekitar mereka. Lalu anak suku pedalaman, mereka merasa sekolah bukanlah hal yang terlalu penting untuk melangsungkan kehidupan. Karena yang terpenting bagi mereka adalah bisa berdampingan dengan alam dan memanfaatkannya dengan baik.

Kita beranggapan bahwa cara belajar yang paling benar adalah di sekolahan dan tipe belajar yang efektif adalah di sekolahan. Padahal menurut Bell-Gredler (1986:1) belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam keterampilan, kemampuan dan sikap. Yang ketiganya tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai masa bayi sampai masa tua melalui proses belajar sepanjang hayat. Kemampuan belajar inilah yang membedakan manusia dari makhluk lainnya. Sekarang yang menjadi pernyataan apakah sistem pembelajaran yang ada di sekolah formal bisa menunjang proses belajar anak dengan efektif?

Pemilihan jenis belajar bagi seorang anak merupakan salah satu kunci menunjang keefektifan proses belajar bagi anak. Gagne (1985) mengelompokkan belajar menjadi 8 tipe.

1. Belajar Isyarat (Signal Learning)
Belajar tipe ini merupakan tahap yang paling dasar. Jadi, tidak ada persyaratan, namun merupakan hierarki yang harus dilalui untuk menuju jenjang belajar yang paling tinggi. 

Signal learning ini mirip dengan conditioning menurut Pavlov yang timbul setelah sejumlah pengalaman tertentu Belajar melalui isyarat adalah melakukan atau tidak melakukan sesuatu karena adanya tanda atau isyarat. Misalnya berhenti berbicara ketika mendapat isyarat telunjuk menyilang mulut sebagai tanda tidak boleh ribut; atau berhenti mengendarai sepeda motor di perempatan jalan pada saat tanda lampu merah menyala.

2. Belajar Stimulus-Respon (Stimulus-Response Learning)
Belajar stimulus-respon terjadi pada diri individu karena ada rangsangan dari luar. Tipe ini termasuk ke dalam instrumental conditioning atau belajar dengan trial and error (mencoba-coba). Proses belajar bahasa pada anak-anak merupakan proses yang serupa dengan ini. Misalnya, menendang bola ketika ada bola di depan kaki, berbaris rapi karena ada komando, berlari karena mendengar suara anjing menggonggong di belakang, dan sebagainya.

3. Belajar Rangkaian (Chaining Learning)
Belajar rangkaian terjadi melalui perpaduan berbagai proses stimulus respon (S-R) yang telah dipelajari sebelumnya sehingga melahirkan perilaku yang segera atau spontan. 

Prinsip kesinambungan, pengulangan, dan reinforcement tetap penting bagi berlangsungnya proses chaining.  Rangkaian atau rantai dalam chaining adalah semacam rangkaian antar S-R yang bersifat segera. Hal ini terjadi dalam rangkaian motorik, seperti dalam bahasa kita ibu-bapak, kampung-halaman, selamat tinggal, dan sebagainya. Juga dalam perbuatan kita banyak terdapat chaining ini, misalnya pulang kantor, ganti baju, makan malam, dan sebagainya.

4. Belajar Asosiasi Verbal (Verbal Association Learning)
Belajar asosiasi verbal terjadi bila individu telah mengetahui sebutan bentuk dan dapat menangkap makna yang bersifat verbal. Misalnya perahu itu seperti badan itik atau kereta api seperti keluang (kaki seribu) atau wajahnya seperti bulan kesiangan.

5. Belajar Membedakan (Discrimination Learning)
Belajar diskriminasi terjadi bila individu berhadapan dengan benda, suasana, atau pengalaman yang luas dan mencoba membeda-bedakan hal-hal yang jumlahnya banyak itu. Misalnya, Guru mengenal peserta didik serta nama masing-masing karena mampu mengadakan diskriminasi di antara anak itu. Diskriminasi didasarkan atas chain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun