Mohon tunggu...
ikhwan ikhwanringga
ikhwan ikhwanringga Mohon Tunggu... -

nice

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ekonomi Meroket Ala Jokowi Hanya Pencitraan

9 Desember 2016   18:38 Diperbarui: 9 Desember 2016   20:39 1643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Jelang penutupan tahun 2016.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal III 2016 mencapai 5,02 persen (yoy). Angka tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan kuartal sebelumnya yang tercatat 5,18 persen (yoy). 

Pertumbuhan ekonomi negara-negara lain: Merujuk Focus Economic pertumbuhan 5,02 persen Indonesia di atas Malaysia (4,30), Thailand (3,50), dan Singapura (0,60). Masalahnya, apakah pertumbuhan 5,02 persen itu berkualitas?

Korelasi pertumbuhan ekonomi dengan pertambahan lapangan kerja, pertumbuhan kesejahteraan, tingkat harapan hidup, dll. Menurut Bank Dunia, setiap pertumbuhan ekonomi 1 persen sepatutnya dapat menyerap 500.000 tenaga kerja. Ternyata, pertumbuhan ekonomi itu baru menyerap 200.000 tenaga kerja pada 2009-2015, sedangkan kini angkatan kerja terus naik.

Ada janji-janji Nawacita soal target penciptaan lapangan kerja, kesejahteraan, dll. Mengacu pada data tradingeconomics.com (Indonesia GDP Annual Growth Rate  Forecast 2016-2020) pertumbuhan ekonomi Indonesia pada lima tahun ke depan akan duduk di kisaran 5.1 persen. Artinya, sampai akhir pemerintahan Jokowi, ekonomi Indonesia tak akan mampu memenuhi janjinya sebesar 7 persen.

Ada 13 jilid paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan Jokowi selama ia menjabat. Paket ini berisi macam-macam. Mulai dari soal perizinan, stabilisai harga, investasi asing, dan lain sebagainya. Sejatinya, rakyat menunggu efek langsung dari paket-paket tersebut. Kebijakan yang telah dirilis selama ini masih terkendala time lag, karena kebijakan fiskal baru terasa efeknya pada  jangka panjang.

Namun, masyarakat ingin merasakan dampak riil dari kebijakan tersebut yaitu pada jangka pendek atau efek secara langsung. Kedepannya, selain memperhatikan sektor penawaran yang memang krusial, Pemerintah juga harus mengedepankan sektor daya beli masyarakat. Karena daya beli masyarakat adalah salah satu penopang ekonomi domestik melalui konsumsi masyarakat.

Terlepas masih ada poin-poin kritik lain atas paket-paket yang telah diluncurkan, faktanya kebijakan  paket ekonomi yang ada saat ini masih berputar dari sisi penawaran saja. Kebijakan yang telah diluncurkan lebih tertuju kepada para pebisnis dan investor. Hanya Paket kebijakan tahap IV yang dirilis pada 15 Oktober 2015 yang spesifik menyasar kesejahteraan para buruh dan juga pelaku industri kecil atau mikro.

 Harapan agar pemerintah fokus pada target dan capaian di akhir tahun. Sebagai catatan tambahan, data 6 Desember 2016 total pemasukan pajak kita baru Rp965 triliun (atau 71% dari Rp1.355 triliun). Sedangkan, akhir 2016 bakal berakhir kurang dari 3 pekan lagi. Apalagi, banyak libur-libur nasional yang justru mengurangi produktivitas pekerja pajak.

 Lesunya ekonomi global menjadi alasan utama melesetnya target pajak 2016. Bahkan, Sri Mulyani sudah sebut kita akan kembali shorffall (kekurangan penerimaan pajak) sekitar Rp250 triliun. Belum lagi soal tax amnesty yang gembar-gembor semata. Hingga (7/12) total dana repatriasi kita hanya Rp143 triliun (hanya 14,3 persen) dari target Rp1.000 triliun.

 Kondisi ini menjadi konsekuensi serius karena sejumlah pos anggaran kementerian/lembaga kembali dipangkas. Bahkan berdampak pada Dana Alokasi Umum (DAU) untuk 169 daerah. Mengacu dokumen hasil asesmen IMF pekan lalu imf.org (Staff Completes 2016 Article IV Mission to Indonesia) pertumbuhan ekonomi tahunan Indonesia bulat di angka 5 persen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun