Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Melestarikan Resep Masakan Warisan Simbah

23 November 2018   16:25 Diperbarui: 24 November 2018   20:26 1600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Theworldnews

Beberapa waktu lalu salah seorang tetangga saya memutuskan untuk mencabut saluran telepon kabelnya karena dianggap sudah tidak ada fungsinya. Betapa tidak, semua anggota keluarganya telah dipersenjatai dengan telepon seluler sehingga tidak lagi membutuhkan pelayanan dari kabel eh TELKOM. Kalau saya sendiri masih mempertahankan si telepon kabel ini walaupun memang sudah tidak pernah berdering lagi, ya siapa tahu IndiHome diskon 90 %, ya kan? 

Bicara tentang telepon rumah, saya akan selalu ingat akan simbah. Dulu beberapa teman sempat protes bila menelepon ke rumah, lalu yang mengangkat simbah. 

"Yang nelpon siapa yang bilang 'udah ya' siapa." Begitu protes mereka. Saya pun hanya nyengir dibuatnya, ya namanya juga embah-embah yang gak banyak gaul dengan alat komunikasi satu itu. Segitu juga sudah lumayan ada jawaban karena biasanya simbah suka terbalik menempelkan gagang telepon di telinganya, mikropon jadi speaker, haih.

Kini simbah telah tiada namun banyak sekali warisan yang beliau tinggalkan, bukan berupa harta benda layaknya sebuah gunung seperti warisannya Nyai Roro Fitria, namun hal yeng lebih berharga dari itu semua yaitu petuah bijak, kisah-kisah berbau komedi yang sarat dengan pelajaran hidup dan tentu saja resep masakannya.

Ya, simbah adalah juru masak handal. Katanya dulu ia pernah menjadi juru masak sebuah keluarga berkebangsaan Belanda yang tinggal di Yogya. Dengan menjadi juru masak, simbah memiliki bank resep yang lumayan gemuk, dari olahan masakan teman makan nasi sampai kue-kue tradisional. Ada 3 resep masakan simbah yang kini kerap saya olah, yaitu:

Brongkos
Brongkos adalah sahabat karib rawon, mereka berasal dari daerah yang sama yaitu Jawa. Bila rawon berasal dari Jawa Timur maka brongkos berasal dari Jawa Tengah. Satu lagi yang menyamakan pasangan lain bapak lain ibu ini terletak pada kuah hitamnya yang berasal dari kluwek. 

Nama lain kluwek adalah kepayang, mengapa disebut begitu? Karena tak hanya cinta, kluwek pun dapat membuat orang mabuk kepayang bila bijinya dimakan mentah. Kluwek mentah mengandung asam sianida dalam konsentrasi tinggi oleh karena itu kluwek harus direndam atau direbus dulu untuk menghilangkan racunnya. Kluwek yang dipakai untuk brongkos, rawon ataupun sop konro adalah kluwek yang telah direbus lalu dipendam di dalam tanah untuk beberapa hari lamanya, sudah seperti harta karun saja.

Layaknya badak bercula dua, keberadaan kluwek sedikit langka di pasar. Di pasar dekat rumah misalnya, hanya ada 3 lapak yang menyediakan bumbu dapur ini, terkadang itu pun stoknya kosong. See? Saatnya membuat suaka marga kluwek.

Ribet, begitulah yang dulu terbayangkan ketika melihat mendiang simbah atau ibu memasak olahan ini. Bahan dan bumbunya bejibun ditambah waktu pengolahan yang lama membuat saya angkat tangan sebelum pak detektif  LAPD ngomong "Drop the gun, Leo". Hihh siapaaa juga yang namanya Leo, kalo Waldi iya.

Tapi tidak seperti zaman simbah dulu, sekarang membuat brongkos begitu mudahnya berkat senjata dapur yaitu panci presto. Ya, dengan panci presto, membuat brongkos menjadi semudah mencuci baju, gak percaya? Samaaaa.

dokpri
dokpri
Resep Brongkos:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun