Mohon tunggu...
IIM IMANDALA
IIM IMANDALA Mohon Tunggu... Guru - Membuka cakrawala berpikir melalui menulis

Guru SLBN Cicendo Kota Bandung dan Sebagai Mahasiswa S3 Nanjing Normal University China

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sociopreneur dan Sekolah Luar Biasa

19 Agustus 2017   05:51 Diperbarui: 19 Agustus 2017   07:06 1304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada tahun 2008 kita telah dihebohkan dengan hadirnya kegiatan wisata dengan nama Jakarta Hidden City Tour. Apa yang menjadi heboh, yaitu tour atau wisata tersebut mengajak para wisatawan mengunjungi daerah-daerah kumuh (slum area) di Kota Jakarta. Wisata tersebut, ternyata berdampak positif pada pemberdayaan masyarakat yang tinggal di slum area itu. Belum habis tentang tour tersebut kemudian muncul Gojek. Jasa angkutan ojek yang berbasis online terseut telah berhasil mengangkat citra pengemudi ojek. Masyarakat pengguna pun diuntungkan karena mendapat kejelasan tarif dan keamanan.

Itulah dua contoh sociopreneur yang telah berhasil. Berawal dari orientasi membantu masyarakat yang rentan dengan masalah sosial-ekonomi yang kemudian dibalut dengan basis bisnis (wirausaha) telah berhasil mengangkat derajat sosial-ekonomi baik kepada pemilik usaha tapi juga kepada penggunanya (konsumen). Itulah suatu model aktifitas yang disebut dengan sociopreneur.

Perlu digarisbawahi bahwa orientasi sosial inilah yang merupakan ide dasar menuju pengembangan enterpreneurship (kewirausahaan). Meskipun upaya ini terkesan menjual 'kelemahan/keterbatasan' orang lain ternyata membawa dampak positif terhadap pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan secara masif. Kesan tersebut dapat ditepis dengan strategi layanan profesional dan sentuhan modernisasi pada penggunaan alat produksinya. Melalui strategi tersebut mampu menunjukkan keberhasilan dengan terus tumbuh dan berkembangannya sociopreneur ini. Ini juga membuktikan bahwa yang 'dijual' bukan sentimen kepedulian tapi profesionalisme, solusi, dan kebutuhan masyarakat.

Fenomena sociopreneur ini pun diharapkan dapat menyasar pada penyandang disabilitas. Kelompok penyandang disablitas termasuk kelompok yang rentan mengalami masalah sosial-ekonomi. Strategi sociopreneur dapat menjadi jalan solusi meningkatkan derajat dan citra penyandang disablitas. Untuk menjalankan strategi tersebut dapat dilakukan oleh sekolah luar biasa (SLB) sebagai lembaga sosial yang di dalamnya terdapat proses pendidikan formal bagi penyandang disabilitas usia sekolah.

SLB sebagai lembaga sosial dapat menjadi tempat pengembangan sociopreneur. Apabila jiwa sosial yang ada di dalam lembaga SLB ini kemudian bertemu dengan adanya jiwa enterpreneurship maka akan lahir berbagai ide sociopreneur yang dapat dikembangkan di SLB. Pengembangan ini tentunya diharapkan dapat dilakukan oleh warga SLB, terutama oleh guru dan kepala sekolah.

Selama ini bagi kepala sekolah dan guru sudah terbiasa mendapat peningkatan kompotensi jiwa kewirausahaan. Kegiatan itu sudah tepat, selanjutnya dipadukan dengan jiwa sosial yang sudah ada. Perlu adanya penambahan wawasan dan keterampilan bagi guru dan kepala sekolah mengenai sociopreneur ini demi menghasilkan peserta didik yang tidak hanya memiliki kemampuan akademik.namun juga harus mandiri dan memiliki keterampilan hidup untuk bekerja serta mampu menghidupi dirinya sendiri.

Pendidikan kewirausahaan yang telah dikembangkan saat ini melalui program vokasional di SLB, harus menemukan irisannya dengan jiwa sosial yang sudah dimiliki. Produk-produk (jasa atau barang) hasil vokasional dapat dikembangkan menjadi produk yang layak jual dan dapat dinikmati masyarakat pada umumnya. Melalui kemasan yang menarik dan adanya promosi yang baik dapat mengangkat citra produk hasil karya SLB yang tidak kalah dengan yang dibuat atau dilakukan orang pada umumnya.

SLB dapat memulai dengan memiliki showroom sendiri untuk memajang hasil karya siswa-siswanya. Ruang pamer itu dapat berupa toko, kafe, minimarket, salon kecantikan, dll. Tempat tersebut sekaligus merupakan laboratorium inkubasi sociopreneur di SLB. Dari tempat itulah diharapkan muncul pengembangan sociopreneur.

Perlu pula adanya dukungan dari stakeholderdalam hal peningkatan kapasitas guru dan kepala sekolah, yaitu tidak hanya memberikan pelatihan jiwa kewirausahaan tapi perlu juga adanya pelatihan tentang sociopreneurship. Sepertinya sociopreneurship ini dimasa datang akan menjadi salah satu kompetensi inti yang harus dimiliki oleh guru dan kepala SLB.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun