Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rapor Amalan Ramadan

24 Juni 2017   21:36 Diperbarui: 24 Juni 2017   21:45 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bulan Ramadan telah berakhir. Ibarat sebuah proses pendidikan yang melalui serangkaian ujian, maka di akhir Ramadan, umat Islam akan menerima "buku raport" amalan Ramadan. Dalam hadits qudsi, Allah Swt. berfirman bahwa "Puasa itu untuk-Ku, dan Aku yang memberikan pahalanya.". Oleh karena ibadah puasa adalah ibadah yang langsung dinilai oleh Allah, maka nilai setiap orang yang berpuasa bisa saja berbeda, tergantung kepada kualitas puasa yang dijalankannya.

Sejatinya puasa betujuan untuk membentuk insan yang bertakwa. Walau demikian, proses menuju predikat takwa tidak mudah, karena harus melalui serangkaian cobaan, ujian, dan godaan. Oleh karena itu, hanya hamba-hamba-Nya yang sanggup melalui proses tersebut yang layak mendapatkan kemenangan, kembali ke fitrah (kesucian), dan mendapatkan predikat takwa. Dan orang yang paling mulia di hadapan Allah adalah orang yang paling bertakwa.

Rasulullah Saw. telah mengingatkan bahwa "Banyak orang yang berpuasa, tetapi hanya mendapatkan lapar dan dahaga" karena dia hanya sekedar menjalankan kewajiban, tidak dilandasi niat yang lebih kuat dari itu. Ramadan adalah pendidikan (tarbiyah)dan latihan (riyadhah).Oleh karena itu, bagi orang-orang yang menyadarinya, dia akan terus mendidik dirinya selama sebulan penuh. Mendidik diri untuk disiplin, tepat waktu, tanggung jawab, dan sebagainya. Dia pun akan berlatih untuk menahan hawa nafsu.

Akhir Ramadan diisinya dengan banyak melakukan muhasabah, introspeksi, kontemplasi, dan memohon ampunan kepada-Nya. Idul fitri pun dirayakan dengan suka cita, diliputi kesederhanaan, dan kebersahajaan. Semangat menahan hawa nafsu bukan hanya tercermin ketika berpuasa, tetapi juga pada saat merayakan lebaran.

Semangat perlu dibawa ke dalam 11 (sebelas) bulan berikutnya, bukan hanya pada saat bulan puasa saja. Hal ini tidak mudah. Butuh perjuangan dan kesungguhan. Tantangan yang sebenarnya justru pasca bulan Ramadan. Ketika pada saat bulan Ramadan, memang karena situasi dan kondisinya mendukung, karena bulan yang penuh keutamaan, umat Islam banyak yang menjalankan ibadah  puasa, masjid ramai oleh aktivitas ibadah, plus janji pahala berlipat ganda dari Allah Swt. Setelah bulan Ramadan, niat untuk meningkatkan aktivitas ibadah sangat tergantung kepada komitmen pribadi masing-masing, karena situasinya sudah berbeda.

Layaknya seorang pelajar yang menimba ilmu, seorang muslim yang menjalankan ibadah puasa akan banyak menimba ilmu, dalam artian banyak belajar baik secara tekstual maupun kontekstual. Membaca firman-firman Allah yang tercantum dalam  Alquran dan berupaya untuk memahami isinya, serta "membaca" fenomena sosial dan fenomena alam, dan lingkungan. Pasca Ramadan, ilmunya pun bertambah.

Jika Ramadan diibaratkan sebuah sekolah, maka ada siswa yang rajin, biasa-biasa saja, bahkan mungkin ada yang malas. Pada saat kelulusan ada lulus dengan predikat istimewa, ada yang lulus dengan predikat biasa-biasa saja, bahkan tidak tertutup kemungkinan ada yang tidak lulus.

Orang yang lulus puasanya dengan predikat istimewa tentunya yang memang benar-benar menjalankan ibadah puasa bukan sekedar menahan lapar, haus, dan berhubungan badan, tetapi mampu menahan hawa nafsu. Hati, jiwa, dan pikirannya senantiasa mendekatkan diri kepada-Nya. Oleh karena itu, dia kadang "menyepi" agar bisa berkonsentrasi beribadah puasa.

Orang yang lulus puasanya biasa-biasa saja, hanya menjalankan ibadah puasa apa adanya, grafik ibadahnya tidak mengalami peningkatan, standar saja. Belum mampu menjaga hawa nafsunya, jiwanya masih terganggu oleh urusan duniawi. Mata, tangan, kaki, dan anggota tubuh lainnya, serta hatinya belum mampu berpuasa. Di hanya lulus berpuasa dalam artian lulus menahan menahan lapar dan haus saja.

Puasanya yang tidak lulus sama sekali adalah orang yang sama sekali tidak mau melakukan ibadah puasa. Di jalanan, pasar, dan tempat umum dengan mudah ditemukan orang yang tidak berpuasa. Bahkan dia dengan tanpa malu melakukannya. Dia terlihat sehat dan kuat, tetapi karena kadar keimanannya rendah, dia tidak memiliki niat yang kuat untuk berpuasa.

Di akhir Ramadan ini mari kita semua merenung apa saja kebaikan yang kita lakukan selama Ramadan? Apakah kita memanfaatkan bulan Ramadan dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan keimanan atau ketakwaan pada-Nya? atau banyak waktu yang terbuang? Apakah banyak perbuatan yang sia-sia yang dilakukan? Bagaimana dengan semangat ibadah kita? Apakah ada peningkatan selama bulan Ramadan atau biasa-biasa saja? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menentukan buku rapot amalan Ramadan kita. Selamat idul fitri. Mohon maaf lahir dan batin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun