Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Integrasi Gerakan Literasi dan PPK pada Diklat Calon Kepala Sekolah

26 Juli 2017   15:23 Diperbarui: 26 Juli 2017   16:39 790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh:

IDRIS APANDI

(Widyaiswara LPMP Jawa Barat, Master Trainer Diklat Calon Kepala Sekolah)

Gerakan Literasi dan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) merupakan dua program yang saat ini digulirkan oleh Kemdikbud. Kedua hal tersebut dalam rangka menyukseskan visi Nawa Cita Presiden Joko Widodo melalui penumbuhan budi pekerti. Kedua hal tersebut bukan hanya diberlakukan kepada peserta didik di sekolah, tetapi dalam kegiatan pendidikan dan latihan (diklat) seperti halnya dalam Diklat Calon Kepala Sekolah (cakep) mulai tahun 2017.

Tujuannya agar selain menyesuaikan dengan kebijakan yang saat ini dijalankan, juga memang kedua hal tersebut sangat relevan dan sangat dibutuhkan untuk membentuk calon kepala sekolah yang disamping profesional juga memiliki karakter yang kuat sebagai seorang calon pemimpin.

Materi diklat cakep, selain berisi paparan, juga banyak dalam bentuk penugasan untuk menyelesaikan masalah, bahkan proporsinya lebih banyak latihan dan praktek dibandingkan dengan ceramah. Peserta ditugaskan untuk membaca, menelaah, dan menganalisis sebuah kasus atau permasalahan yang ditugaskan baik secara individu maupun secara berkelompok, selanjutnya mempresentasikannya. Tujuannya disamping untuk membangun budaya baca, juga untuk membangun budaya berpikir kritis, karena dalam pelaksanaan tugas pemimpin tidak akan lepas dari pengambilan keputusan yang kadang cepat dan tepat dengan tetap mempertimbangkan setiap hal.

Ketika disodorkan sebuah contoh kasus atau masalah, para peserta diklat dapat mengidentifikasi permasalahan yang terjadi, mengidentifikasi penyebabnya, serta menyusun alternatif solusinya. Di tengah banyaknya masalah yang menuntut untuk diselesaikan, tentunya harus membuat skala prioritas. Disitulah diperlukan kekuatan analisis dan kemampuan berpikir kritis.

Kemampuan mengidentifikasi, menganalisis, dan menyusun alternatif pemecahan masalah merupakan refleksi dari seorang cakep yang literat. Literasi bukan hanya identik dengan membaca dengan menulis, tetapi juga berkaitan dengan kemampuan memahami dan berkomunikasi yang baik.

Muatan pendidikan karakter pun dapat diintegrasikan ke dalam berbagai materi diklat calon kepala sekolah. Sebagaimana diketahui bahwa ada 5 (lima) nilai yang ingin ditanamkan melalui program PPK, yaitu: (1) religius, (2) nasionalis, (3) integritas, (4) mandiri, dan (5) gotong royong. Kelima nilai tersebut hanya nilai-nilai minimal. Tentunya dapat dikembangkan sesuai dengan konteks dan relevansinya pada tiap materi diklat.

Materi diklat cakep meliputi latihan kepemimpinan dan materi-materi manajerial. Pada kedua jenis materi tersebut beragam nilai dapat dikembangkan seperti kepemimpinan, jujur, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sungguh-sungguh, kerjasama, kreativitas, saling menghormati, saling menghargai, mengendalikan emosi, bersosialisasi, komunikasi efektif, dan sebagainya.

Berbagai karakter tersebut diharapkan menjadi modal dasar ketika bagi seorang cakep ketika suatu saat nanti ditugaskan menjadi kepala sekolah. Pasal 1 ayat (1) Permendikbud Nomor 28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah/ Madrasah dinyatakan bahwa "Kepala sekolah/madrasah adalah guru yang diberi tugas tambahan untuk memimpin taman kanak-kanak/raudhotul athfal (TK/RA), taman kanak-kanak luar biasa (TKLB), sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs), sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK), atau sekolah menengah atas luar biasa (SMALB) yang bukan sekolah bertaraf internasional (SBI) atau yang tidak dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional (SBI)."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun