Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gagal Paham Penguatan Pendidikan Karakter Melalui Penambahan Jam Belajar di Sekolah

14 Juni 2017   12:53 Diperbarui: 14 Juni 2017   13:06 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

GAGAL PAHAM PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER

MELALUI PENAMBAHAN JAM BELAJAR DI SEKOLAH

Oleh:

IDRIS APANDI

(Praktisi Pendidikan)

Di tengah perdebatan tentang lima hari belajar di sekolah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menerbitkan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah tanggal 12 Juni 2017. Pada bagian konsideran dicantumkan (a) bahwa untuk mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi tantangan perkembangan era globalisasi, perlu penguatan karakter bagi peserta didik melalui restorasi pendidikan karakter di sekolah, dan (b) bahwa agar restorasi pendidikan karakter bagi peserta didik di sekolah lebih efektif, perlu optimalisasi peran sekolah.

Berdasarkan kepada hal tersebut, maka yang menjadi latar belakang utama terbitnya Permen ini adalah penguatan pendidikan karakter, bukan seperti alasan yang selama ini disampaikan oleh Mendikbud, Muhadjir Effendi, yaitu memenuhi kewajiban guru sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) selama 40 jam.

Pada pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa Hari Sekolah dilaksanakan 8 (delapan) jam dalam 1 (satu) hari atau 40 (empat puluh) jam selama 5 (lima) hari dalam 1 (satu) minggu. Yang menjadi pertanyaan saya adalah apakah penambahan jam belajar di sekolah otomatis akan memperbaiki karakter peserta didik? Bukankah pendidikan karakter bukan hanya tanggung jawab sekolah, tapi juga tanggung jawab orang tua dan masyarakat? Kalau semuanya diserahkan kepada sekolah, hal ini akan mereduksi peran orang tua dan masyarakat.

Setelah pulang sekolah, ketika anak membantu pekerjaan orang tua, ketika anak-anak bermain, berkomunikasi, dan bersosialisasi dengan teman-temannya, ketika pada sore hari anak mengaji ke madrasah, apakah itu bukan bagian dari pendidikan karakter? Bukankah hasil penelitian dari Harvard University menyimpulkan bahwa kesuksesan seseorang hanya 20% ditentukan oleh hard skilldan 80% ditentukan oleh soft skill.Dengan kata lain, proses pendidikan bukan hanya identik dengan pengajaran, bukan hanya mempelajari sekian banyak ilmu pengetahuan, tetapi juga penanaman nilai-nilai budi pekerti.

Ketika anak-anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah dari pagi sampai dengan sore hari, maka disamping bisa bosan dan stress, anak juga menjadi seolah terisolir dengan lingkungan sosialnya, tidak bermain dengan teman sebayanya di kampung dan tidak mengenal tetangganya. Dia lebih kenal dengan teman-teman sekelas atau sekolahnya dibandingkan dengan teman-teman satu lingkungan tempat tinggal.

Dengan adanya kewajiban lima hari sekolah sebanyak delapan jam per hari, seolah-olah sekolah dibebani tanggung jawab yang lebih besar untuk mendidik karakter anak, dan bagi saya, hal justru kurang efektif. Adalah benar para peserta didik tidak seharian berada di dalam kelas. Mereka juga bisa melakukan berbagai aktivitas seperti kegiatan ekstrakurikuler atau pengajian. Walau demikian, tetap dalam harus dalam bimbingan dan pengawasan sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun