Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Arus Balik dan Solusi Masalah Urbanisasi

28 Juni 2017   12:05 Diperbarui: 19 Juni 2018   09:17 688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (kompas.com)

Pasca dipadati arus mudik, jalan raya sudah mulai dipadati arus balik. Para pemudik yang telah berlebaran di kampung halaman, mulai meninggalkan kembali ke kota karena waktu cuti bersama akan akan segera selesai. Mereka biasanya membawa oleh-oleh dari kampung halamannya. Dan ada juga yang membawa serta anggota keluarga di desa untuk ikut ke kota, tapi ada juga yang pergi ke kota beberapa pekan setelah lebaran.

Mereka ada memang diajak, tapi ada juga yang atas inisiatif sendiri ingin pergi ke kota agar nasibnya berubah dan kesejahteraannya meningkat. Disamping karena lapangan kerja yang susah di desa, mereka juga terinspirasi oleh kisah-kisah sukses para perantau yang mudik ke kampung halamannya.

Arus balik dapat menjadi pintu masuk laju urbanisasi dari desa ke kota. Kota adalah sebuah tanah impian untuk mengubah nasib. Istilahnya, daripada tinggal di desa, mending kerja kasar di kota, yang penting mendapatkan uang. Pada umumnya, orang-orang yang datang ke kota adalah orang-orang yang tidak memiliki keahlian khusus. Mereka pada umumnya bergerak pada sektor informal, seperti buruh pabrik, buruh serabutan, pemulung, asisten rumah tangga, dan berdagang kecil-kecilan.

Oleh karena itu, hal ini dapat menjadi permasalahan sosial bagi pemerintah kota. Datangnya  kaum urban, biasanya memunculkan komunitas-komunitas baru yang tinggal di daerah yang dilarang untuk ditempati seperti bantaran sungai, kolong jembatan, dan rel kereta api. Daerah yang telah ditata dan ditertibkan, kembali menjadi daerah kumuh.

Datangnya kaum urban ke kota juga berdampak terhadap meningkatnya potensi tindakan kriminal, karena mereka yang tidak memiliki kemampuan khusus akan melakukan berbagai cara untuk bertahan hidup, termasuk akhirnya terpaksa harus melakukan tindakan kriminal.

Kota besar seperti Jakarta masih menjadi magnet utama arus urbanisasi. Walau demikian, seiring dengan banyaknya berdiri wilayah pabrik dan industri di wilayah "satelit" Jakarta seperti Tangerang, Bekasi, Karawang, dan Purwakarta, maka arus urbanisasi mengalir daerah-daerah tersebut.

Setiap orang pada dasarnya berhak untuk meningatkan taraf hidupnya. Setiap daerah pun tidak bisa ekslusif, menolak pendatang, karena mereka adalah juga warga negara Indonesia sebagai pewaris kemerdekaan. Hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah kota hanya menyeleksi pendatang jangan sampai menjadi masalah sosial baru yang merepotkan.

Beban kota yang sudah sangat berat, jangan sampai semakin berat dengan datangnya para pendatang baru yang tidak memiliki keterampilan dan belum jelas akan bekerja dimana dan pada bidang apa. Kesenjangan pembangunan ekonomi antara desa dan kota masih terjadi. Anak-anak muda jarang yang mau tinggal di desa karena lapangan kerja terbatas  dan kurang menjanjikan peningkatan kualitas hidup.

Penanganan urusan urbanisasi juga tidak sepenuhnya diserahkan kepada kota yang didatangi oleh kaum urban, tetapi ada pula tanggung jawab dari masing-masing pemerintah daerahnya. Masih tingginya arus urbanisasi dari daerah ke kota-kota besar sebagai bukti bahwa pemerintah daerah belum bisa menyediakan lapangan kerja bagi warganya.

Pemerintah daerah harus semakin memperbanyak membuka lapangan kerja bagi warganya dengan cara mengizinkan investor masuk di daerahnya, dengan catatan pembangunan pabrik dan industri jangan sampai merusak lingkungan, karena pada banyak kasus suka mengorbankan lingkungan demi keuntungan ekonomi.

Pengumuman dan pameran lapangan kerja harus sering dilaksanakan sebagai sarana para pencari kerja mencari informasi lapangan kerja yang sesuai dengan kualifikasi pendidikannya. Selain itu, pelatihan kewirausahaan pun harus sering dilaksanakan, agar generasi muda jangan hanya menjadi pencari kerja, tetapi juga menjadi sosok yang bisa menciptakan lapangan kerja sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun