Mohon tunggu...
ichwan prasetyo
ichwan prasetyo Mohon Tunggu... -

Saya jurnalis, suka membaca buku, suka mengoleksi buku, suka berkawan, tak suka pada kemunafikan. Saya memilih lebih baik hidup terasing daripada menyerah pada kemunafikan.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Desa Wisata, Ancaman Kapitalisme

14 Januari 2012   00:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:55 1212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Denyut ekonomi warga pedesaan di kawasan lereng Gunung Merapi semakin kencang setelah pemerintah menyatakan aktivitas Gunung Merapi mulai turun. Demikian berita di situs VOA, Kamis 12 Januari 2012.  Sebelumnya, pada 18 Desember 2011, situs berita itu memberitakan pemerintah harus mengembangkan desa wisata untuk meningkatkan kunjungan wisatawan ke Indonesia.

Dua berita ini menarik bagi saya. Menurut saya substansi dua berita ini sangat berkaitan. Di kawasan lereng/kaki Gunung Merapi terdapat desa wisata. Desa wisata itu sempat mati suri akibat letusan Gunung Merapi pada 2010 lalu. Salah satu desa wisata itu adalah Dusun Pentingsari, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Saya lahir di dusun itu, dan sampai kini kartu tanda penduduk (KTP) saya masih beralamat di dusun itu. Aktivitas Gunung Merapi yang menurun, dan kemudian didukung oleh pernyataan pemerintah bahwa Gunung Merapi kini sudah aman, kembali menggiatkan aktivitas desa wisata di dusun tempat kelahiran saya itu. Letusan Gunung Merapi pada 2010 merusak sejumlah aset budaya penting di Dusun Pentingsari. Salah satunya adalah pancuran di bawah teping perbatasan Dusun Pentingsari sebelah barat. Pancuran itu berada di tepi aliran Kali Kuning yang merupakan salah satu kanal aliran lahar dingin dari Gunung Merapi.

Ketika Kali Kuning Banjir lahar dingin, situs pancuran yang merupakan salah satu aset desa wisata karena lekat dengan legenda berbalut mistik Jawa itu menjadi hancur total. Di sekitar pancuran itu, sebelum Gunung Merapi melestus adalah kawasan lahan persawahan yang juga menjadi salah satu aset desa wisata. Ketika banjir lahar dingin menerjang, lahan persawahan itu hancur total.

VOA memberitakan bahwa United Nations World Tourism Organization (UNWTO) atau organisasi pariwisata dunia mendorong Indonesia untuk lebih memaksimalkan pengembangan pariwisata berbasis desa atau desa wisata. Selain untuk lebih banyak menarik kunjungan wisatawan, pengembangan desa wisata juga memberikan dampak pemerataan pembangunan hingga tingkat desa dan mengangkat tingkat perekonomian masyarakat.

Anggota Dewan Etik UNWTO, I Gde Ardika, ketika memberikan keteranganya seusai sosialisasi desa wisata di Desa Sudaji, Buleleng, Bali pada Minggu siang, 18 Desember 2011, mengungkapkan pengembangan desa wisata juga bertujuan untuk melibatkan masyarakat dalam pengembangan kepariwisataan sehingga masyarakat dengan kebudayaanya tidak hanya menjadi objek pariwisata.

I Gde Ardika mengatakan, “Jadi sekarang yang dimaksud dengan pembangunan wisata pedesaan ini, masyarakat desalah yang harus sadar dan mau memperbaiki dirinya mempergunakan kepariwisataan sebagai alat, baik itu untuk peningkatan kesejahteraan, maupun pelestarian nilai-nilai budaya-adat setempat.”

Sedangkan Direktur Yayasan Wisnu Made Suarnatha menyatakan pengembangan desa wisata yang dilakukan pemerintah selama ini hanya pasang label semata, tanpa disertai upaya identifikasi kekhasan desa dan keunggulan desa yang dikembangkan sebagai desa wisata.

“Pemerintah punya cara berbeda (dalam) mengembangkan desa wisata, atau ada langgam yang masih lama. Pokoknya, mau mengembangkan desa wisata banyak desa tempelkan kata wisata, seolah-olah itu sudah siap menjadi desa wisata. Padahal, kalau kita mengembangkan berbasis masyarakat desa, langkah yang (harus) dipersiapkan cukup lama,” ujar Made Suarnatha.

Nyoman Dodi Iriyanto, Kepala Bidang pengembangan Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Buleleng, menyampaikan tantangan yang paling besar dalam pengembangan desa wisata adalah perilaku masyarakat dalam pengimplementasian Sapta Pesona pariwisata, salah satu contohnya adalah dalam hal kebersihan

Nyoman Dodi Iriyanto mencontohkan, “Jadi selama ini sulit mengubah tingkah laku atau pola hidup masyarakat yang memang belum menunjukkan tanda positif untuk kebersihan itu, misalnya seperti habis minum mereka langsung membuang bungkusnya. Inilah tantangan kita pemerintah, masyarakat dan juga para pengusaha untuk bisa menyadarkan mereka.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun