Mohon tunggu...
Husni Cahya Gumilar
Husni Cahya Gumilar Mohon Tunggu... Guru - Bukan Penulis

Ngotok ngowo di desa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Generasi Emas di Balik Kabut Kemerdekaan

22 Maret 2017   18:39 Diperbarui: 22 Maret 2017   18:46 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Hari ini adalah peresmian sekolah mewah di kampung ini. Sebuah sekolah yang telah mencetak banyak lulusannya menjadi orang-orang sukses. Ada Husni, seorang lulusan sekolah ini yang menjadi pengusaha muda dan termasuk deretan anak muda berpengaruh di bidang ekonomi se-Asia Tenggara. Ada Cahaya yang berhasil menjadi dokter dan memiliki Rumah Sakit pribadi di sebuah kota besar. Ada Gugum Gumilar yang menjabat gubernur di salah satu provinsi di negeri ini. Dan masih banyak lagi anak-anak kampung yang kemudian menjadi orang-orang hebat baik skala lokal, nasional maupun internasional.

Kampung yang tadinya sepi, hari ini riuh gemuruh penuh suka cita. Terlihat bangunan sekolah berdiri dengan 3 lantai. Di setiap kelas dipasang AC serta fasilitas mewah lainnya seperti komputer, internet, telpon bahkan ada lift yang menghubungkan ke 3 lantai tersebut. Para murid belajar dengan menggunakan laptop, dengan para pengajar dari dalam dan luar negeri. Sarana olahraga, perpustakaan, kantin, kamar mandi/kloset dan parkiran terdesain dengan indah layaknya istana. Sekolah ini terlalu mewah untuk ukuran tingkat SD/MI. Bahkan kemewahannya mengalahkan beberapa hotel besar di negeri ini.

Para wartawan sudah memadati lokasi peresmian sekolah ini. Beberapa pejabat sudah mulai berdatangan dengan para ajudannya. Dan acarapun dimulai...

Satu persatu sambutan dari beberapa orang penting berlalu penuh kebanggan..

“Selanjutnya adalah sambutan dari tokoh yang sudah mendedikasikan hidupnya untuk sekolah ini, kami persilahkan kepada Abah Tatang untuk memberikan petuah dan pidatonya”, Pembawa acara mempersilahkan.

Abah Tatang, yaa dialah orang yang selama ini terus berjuang mengajar anak-anak ditempat ini tanpa lelah dengan segala keterbatasan. Sejak dia muda, hingga sekarang sudah ringkih dengan keadaan usianya yang menua.

Dengan dipapah beberapa orang Abah Tatang menuju podium. Dengan duduk di kursi dia mulai memegang mix. Tangannya yang sudah termakan waktu, sangat terlihat bergetar. Hanya satu yang tak pernah hilang senyumnya, senyum yang penuh ketulusan.. Dan dengan teerbata-bata dia mulai berpidato..

“Abah, tak sanggup berkata apa-apa. Abah senang sekali. Abah seperti mimpi, puluhan tahun sekolah ini berdiri dan telah melahirkan generasi emas negeri ini. Sekarang sekolah ini masih berdiri, dengan suasana yang lain..”

“Dulu, puluhan tahun, sekolah ini hanya berlantai tanah, kalaupun berlantai hanya adukan semen. Dindingnya masih anyaman bambu. Atapnya kropos bahkan bolong, kalau hujan banjir. Ruangannya hanya ada 3 ruang kelas, ditempati oleh 4 rombongan belajar tidak pakai skat. Kursinya kurang, ada dua kelas para murid belajar dengan lesehan”, Abah Tatang berhenti sejenak, sembari mengusap air matanya yang tanpa diperintah mengalir. Terlihat para hadirin yang datang tak kuasa menahan haru. Membayangkan masa-masa sulit itu.

“Sekolah ini seperti mati di tengah-tengah negara yang merdeka dan hidup. Sekolah ini, entah dulu adalah bagian dari bangsa ini atau bukan. Kami hidup jauh dari kesejahteraan, buruh tani yang ingin melihat anak-anaknya sekolah. Kami berjuang sendiri, seakan tidak punya orang lain, tidak punya siapa-siapa, termasuk ketika orang kaya itu menuntut lahan ini untuk ditebus dengan harga ratusan juta, atau kalau tidak sekolah ini akan tamat riwayatnya..”

“Anak-anak itu terus dan tetap tersenyum. Tidak faham dengan apa yang terjadi, yang mereka tahu hanya menuntut ilmu sambil bermain ditempat ini. Mereka tanpa seragam, dengan busana yang lusuh bahkan sobek-sobek. Tanpa sepatu atau sandal, tanpa memikirkan uang jajan sekolah. Padahal di saat yang sama, anak-anak lainnya berada di masa teknologi, penuh dengan kemewahan dan kemudahan hidup..”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun