Mohon tunggu...
Djamaluddin Husita
Djamaluddin Husita Mohon Tunggu... Lainnya - Memahami

Blogger, Ayah 3 Putra dan 1 Putri. Ingin menyekolahkan anak-anak setinggi yang mereka mau. Mendorong mereka suka membaca dan menulis (Generasi muda harus diarahkan untuk jadi diri sendiri yang berkarakter).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Corak Mimbar Khutbah di Aceh

11 Juni 2017   12:37 Diperbarui: 11 Juni 2017   13:33 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Cover: Mesjid Baitul Salihin Ulee Kareng Banda Aceh. Milika tangga yang Panjang (Foto: Dok. Pribadi)

Bila kita masuk ke dalam sebuah mesjid pasti akan kita temui bangunan khusus semacam perabotan yang diletakkan dekat tempat imam sholat berdiri. Perabotan itu sering dikenal dengan mimbar.

Mimbar yang ada di dalam mesjid khusus diperuntukan untuk khutbah Jumat, khutbah hari raya idul fitri dan Idul Adha. Mimbar di mesjid tidak lazim digunakan untuk tausiah, ceramah, atau kultum. Biasanya untuk ceramah dibuat podium khusus yang kecil. Bahkan untuk tausiah dan ceramah sering tidak menggunakan apa-apa. Penceramah berdiri di depan tanpa ada pembatas apa-apa.

Mimbar khutbah di Mesjid dibuat sedemikian rupa dan bagian yang tidak boleh tidak ada adalah tangga. Jumlah anak tangga juga memiliki ketentuan yang sesuai dengan sunnah. Sehingga dulu pernah terjadi perdebatan mengenai mengenai jumlah anak tangga mimbar ini.

Ada yang berpendapat bahwa anak tangga harus berjumlah tiga sesuai dengan masa rasul dan pendapat lain boleh lebih tetapi jumlahnya tidak boleh genap tetapi harus ganjil.  Menurut sejarah, anak tangga lebih dari tiga ada kaitan dengan situasi politik pada masa lalu (dan kita tidak sedang membahas sejarah itu).

Begitupula berkaitan dengan arah anak tangga untuk naik ke atas mimbar juga pernah terjadi perselisihan. Ada yang berpendapat arah anak tangga harus melalui depan tangga sesuai dengan sunnah sehingga proses sholat jumat atau sholat raya idul fitri dan idul Adha lebih afdhal. Sebaliknya, tidak jarang pula ada anak tangga mimbar khutbah di tempatkan di samping mimbar. Tergantung pada pemahaman dan keyakinan suatu daerah. Atau memang sudah terlanjur dibuat seperti itu dan tidak diganti takut mubazir (Wallahu’alam bisshawab).

Namun, saya yakin dan percaya bahwa corak, ragam, bentuk dan motif mimbar khutbah saat ini tidak sesuai dengan sunnah nabi. Pada massa Rasul mimbar hanya seadanya. Bahkan pada saat awal-awal khutbah di Mesjid nabi hanya berdiri agak tinggi di atas bekas pokok kurma yang dipotong. Baru kemudian ada tawaran dari seorang untuk membuat mimbar. Pada saat itu Rasul mengiyakan.

Berdasarkan amatan, bentuk, corak, ragam dan motif mimbar khotbah di mesjid-mesjid sangat dipengaruhi oleh budaya setempat terutama motif dan ukiran. Memang semuanya juga tidak terlepas dari seni kaligrafi. Tetapi yang pasti tidak persis sama seperti semasa Rasulullah.

Begitu pula dengan mimbar khotbah di Aceh antara satu dengan yang lainnya, pada prinsip dan konsepnya sama tetapi bentuknya ada nuansa berbeda termasuk letak anak tangga. Meskipun pada umumnya didominasi ukiran-ukiran semacam ukiran kaligrafi.

Satu hal yang menjadi catatan khusus saya adalah mimbar-mimbar tersebut dipengaruhi corak Timur Tengah dan juga pengaruh ukiran jawa. Saya jarang bahkan tidak melihat mimbar jumat yang benar-benar ukirannya bermotif  Aceh seperti misalnya yang sangat khas Aceh yaitu ukiran Pinto Aceh.  Begitu pula dengan motif Gayo dan yang ukiran khas Aceh lainnya, misalnya ukiran seperti bentuk kue khas Aceh, misalnya kue bungong saka yang dibawa saat acara walimah, kue kekarah yanh memiliki motif tersendiri dan yang lainnya. 

Jarangnya dibuat mimbar bernuansa Aceh karena biasanya para pengurus mesjid tidak terpikir terlebih dahulu saat mengorder. Karena corak dan bentuk sudah jadi itu yang dipilih. Biasa yang terpenting ada ukiran semacam khaligrafi sudah dianggap cukup. Padahal motif khas seperti yang disebutkan itu akan menambah khasanah budaya daerah. Namum demikian mimbar khotbah Mesjid di Aceh begitu banyak. Terkadang satu Desa (gampong) memiliki mesjid pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun