Mohon tunggu...
Akhmad Husaini
Akhmad Husaini Mohon Tunggu... Administrasi - Ditakdirkan tinggal di Selatan : Desa Angkinang Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan. Memiliki kesenangan jalan-jalan, membaca, dan menulis.

Terus menuliskan sesuatu yang terlintas, dengan pantas, tanpa batas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenal Gusti Sholihin, Pelukis Kalsel

23 Mei 2014   15:54 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:12 986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sholihin yang nama lengkapnya Gusti Sholihin dilahirkan di Kuala Kapuas pada tanggal 7 Juni 1925. Ayahnya bernama Gusti Hasan, bekerja sebagai Kepala Sekolah Rakyat di Banjarmasin. Pendidikan terakhir ialah MULO sampai dengan Kelas II tahun 1942.

Dilihat dari nama atau predikat atau gelar kebangsawan yang terdapat di depan namanya, Sholihin adalah keturunan bangsawan Kerajaan Banjar. Ini jelas dari gelar Gusti yang disandang di depan namanya dan nama ayahnya yaitu Gusti Hasan. Gusti ialah salah satu gelar dari bangsawan Banjar disamping gelar-gelar kebangsawan lainnya seperti : Pangeran, Raden, Antung, Nanang, Andin dan Rama, yang dipakai oleh keturunan raja atau bangsawan Kerajaan Banjar dari dahulu sampai sekarang, walaupun kerajaan tersebut telah tidak ada lagi sekarang.

Pada tahun 1942 sampai denga tahun 1949 dengan tahun 1949 Sholihin belajar melukis kepada pelukis Jepang yang bernama Kasa dan Kawazura. Pada tahun 1946 mendirikan Taman Lukisan Permai di Banjarmasin. Sesudah itu ia pergi keluar Kalimantan Selatan, yaitu ke Yogyakarta, setelah keluar dari NICA atau Belanda, akibat tindakannya dalam turut berjuang untuk menegakkan / mempertahankan kemerdekaan Indonesia di daerahnya. Sampai tahun 1947 ia turut melukis dalam SIM Solo.

Pada tahun 1947 ia memasuki Cine Drama Institut Yogyakarta. Pada tahun 1949 Sholihin bertemu dengan polisi yang menangkapnya di Banjarmasin dahulu, sesaat setelah Yogyakarta diduduki oleh Belanda. Oleh karena itu ia melarikan diri ke Jakarta, untuk menghindari penangkapan atas dirinya oleh pihak NICA atau Belanda.

Pada tahun 1950 ia melukis di Bali bersama dengan pelukis Sudarso, Zaini dan A. Wakijan.

Sebelum berangkat ke Jakarta mereka sempat mendirikan organisasi yang bernama Pelukis Indonesia (PI) di Yogyakarta, serta mengadakan eksposisi Seni Rupa Indonesia yang diselenggarakan oleh Jawatan Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (Kementerian PP dan K) di Jakarta. Sholihin menduduki jabatan sebagai Ketua Pelukis Indonesia di Yogyakarta dari tahun 1951 sampai dengan tahun 1957. Pada tahun 1952 sampai dengan tahun 1953 ia bekerja pada Bidang Kesenian Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan di Yogyakarta.

Tahun 1952 ia mengikuti eksposisi di Bukittinggi (Sumatera Barat), Denpasar (Bali) dan Banjarmasin. Sesudah itu tahun 1953 sampai dengan tahun 1954 menyumbang lukisan-lukisan dalam eksposisi Misi Kesenian Indonesia ke RRC. Kemudian bersama pelukis Affandi dan Kusnadi menjadi utusan Indonesia ke pameran Bienal II Sao Paulo di Brazil. Di Bienal II Sao Paulo Brazil membawa 34 karya dari 25 seniman Indonesia. Dalam pengalaman ini mereka berkeliling ke kota-kota seperti Nederland, Paris, New Delhi, Singapura dan Kuala Lumpur. Dengan tugas yang sama menyelenggarakan pameran keliling. Sekembalinya dari perjalanan ini ia muncul di Jakarta bersama Fajar Sidik dalam pameran Dwi Tunggal di Balai Budaya. Sholihin menampilkan 59 karya lukisannya, 20 buah diantaranya hasil karyanya di Sao Paulo Brazil.

Dari tahun 1954 sampai dengan tahun 1957 menjabat sebagai Ketua Seni Rupa dari Badan Kesenian Kotapraja Yogyakarta, pada saat itu mengirim 12 karya lukisan dari asuhannya ke Internasional Children Drawing Eksibition di Tokyo, dua diantaranya memenangkan hadiah medali perak dan medali perunggu.

Di Banjarmasin dari tahun 1957 ssampai dengan tahun 1958 menjabat sebagai Ketua BKS Seniman Militer, Ketua Yayasan Kebudayaan Banjar, Kepala Bagian Kesenian Jawatan Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Propinsi Kalimantan Selatan. Selain itu ia mengajar menggambar pada Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA), Sekolah Guru Kepandaian Puteri (SGKP) dan sekolah Guru Taman Kanak-Kanak di kota Banjarmasin. Ia juga memimpin Majalah Kebudayaan Banjarmasin pada saat itu.

Dari tahun 1958 sampai dengan tahun 1959 Sholihin menjadi pengasuh organisasi Tunas Pelukis Muda (TPM) yang organisasinya pada saat itu dipimpin oleh Misbah Tamrin, A.Thaberani dan Rusdi Prayitno. Tunas Pelukis Muda (TPM) muncul dalam pameran lukisan di Banjarmasin.

Sholihin melanjutkan karir keseniannya di bidang Seni Rupa ke pulau Bali pada tahun 1960 dan pada tahun itu juga mendirikan sebuah sanggar lukis dengan Painters Stadion Kedaton di jalan antara Sanur ke Denpasar Bali. Kurang lebih satu tahun Sholihin bermukim di sanggar lukis tersebut sebelum ia menderita sakit. Kemudian ia menderita sakit dan dirawat di Rumah Sakit Wangaya Denpasar sampai akhir hayatnya. Ia berpulang ke Rahmatullah pada jam 06.00 pagi tanggal 15 Februari 1961 dan dimakamkan di Pekuburan Muslimin Kampung Jawa, Denpasar, Bali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun