Mohon tunggu...
Hilman Fajrian
Hilman Fajrian Mohon Tunggu... Profesional -

Founder Arkademi.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Merancang Ulang Dunia Iklan Masa Depan

19 Juni 2017   11:58 Diperbarui: 19 Juni 2017   20:58 3017
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:lime-imc.com

Dunia iklan yang kita kenal akan mati. Alasannya: tak ada orang yang menyukai iklan dan mereka membencinya. Tak ada seorang pun yang mau diingatkan kapan mereka berhasil dibujuk.

Bukan kabar baru bahwa periklanan bermodel megaphone atau broadcast akan segera mati. Iklan tertarget sudah lama ada dan makin canggih saja seperti yang disediakan Google dan Facebook. Internet memperkenalkan kita pada sebuah istilah baru yang merupakan dampak dari makin masifnya produksi dan distribusi informasi: Information Economy (ekonomi informasi). Tapi tulisan ini bukan soal iklan tertarget yang sudah kita kenal.

Bagi pengiklan, ekonomi informasi menjadi masalah baru. Bukan hanya bagaikan air bah dan terdistribusi ke berbagai medium, namun besarnya ukuran informasi itu membuat perhatian (attention) makin sulit dimenangkan. Tanpa mendapatkan perhatian, tak ada gunanya beriklan.

Kita bisa membayar orang lain (media iklan) untuk mendistribusikan informasi, bahkan ke tempat dan waktu paling strategis sekalipun. Tapi perhatian tidak bisa dibeli. Perhatian adalah sumber daya yang sangat terbatas dan terjadi dalam zero sum game: ketika satu mendapat perhatian, yang lain kalah. Karena satu perhatian hanya bisa dicurahkan di satu waktu. Ketika Anda membaca tulisan saya ini, saya berhasil mendapatkan perhatian Anda. Tapi apakah sekarang Anda sedang memikirkan sebuah merk pasta gigi? Saya yakin tidak. Saya menang, pasta gigi kalah.

Perhatian adalah mata uang yang sangat mahal dan terbatas di dunia hiperealitas. Celakanya, ia tak bisa dipertukarkan dengan uang. It's priceless.

Mereka yang akrab dengan digital advertising (periklanan digital) pasti merasakannya. Tidak ada satupun platform ad network di dunia ini yang memberi harga pada perhatian sebagai sebuah satuan komoditas. Di Google atau Facebook Ad, kita bisa membayar sejumlah uang agar iklan kita didistribusikan ke sejumlah orang dalam satu waktu. Tapi kita tak bisa membayar Google/Facebook agar audien mengklik atau mengambil tindakan setelah melihat iklan tersebut. Padahal, tindakan itulah yang kita perlukan (call to action, CTA).

Audien bisa saja melihat iklan (impression) billboard kita di tepi jalan raya, tapi memperhatikan itu cerita lain, apalagi membuat mereka bertindak. Kita hanya bisa sebatas melihat keberhasilan iklan menarik perhatian melalui besarnya angka prosentase konversi (berubahnya tindakan) atau biaya yang dikeluarkan per tindakan (cost per action, CPA). Angkanya tidak pernah sama. Karena perhatian dan tindakan audien tidak untuk dijual.

ATTENTION ECONOMY

Jauh sebelum internet menguasai dunia, ekonom Herbert A Simon pada 1971 sudah punya ramalan. Ia mengatakan, "Di dunia banjir informasi, besarnya jumlah informasi berarti kematian bagi yang lainnya: kelangkaan yang disebabkan oleh apapun yang diraup informasi. Yang diraup oleh informasi sangat jelas: ia menyita perhatian dari penerimanya. Oleh karena itu, banjir informasi menyebabkan kelangkaan perhatian, dan kebutuhan untuk mengalokasikan perhatian secara efisien di antara informasi yang berlimpah.

Singkatnya: perhatian menjadi barang amat langka di dunia yang kian bising. Menambah satu iklan lagi akan hanya menambah kebisingan.

Bagi para pemilik brand, dunia saat ini makin bikin frustasi. Mereka tak hanya mesti berkompetisi dengan kompetitor agar mendapatkan perhatian. Karena saat ini semua orang adalah bintang. Semua individu memiliki brand masing-masing dan juga ingin mendapatkan perhatian. Brand harus berkompetisi dengan setiap individu ini. Bayangkan, gambar seekor kucing lucu yang dibagikan oleh seorang pengguna media sosial yang entah siapa, bisa mendapatkan perhatian puluhan juta orang dalam waktu singkat. Bagi brand, harusnya perhatian yang masif ini milik mereka, atau setidaknya bisa mendapatkan perhatian serupa. Nyatanya tidak. Zero sum game: brand kalah, si kucing menang.

Ada lagi yang makin celaka. Di dunia hyper-trusted endorsement, orang makin mempercayai peer (sejawat) dalam network (jejaring), bukan brand. Broadcast awareness yang diupayakan brand menjadi terbatas dalam lingkup endorsement itu. Dengan demikian, ketika setiap orang bersatu dalam platform dimana mereka bisa berbagi informasi, konsumenlah yang mengontrol brand, bukan sebaliknya. Brand makin kehilangan kontrol terhadap awareness, attention, dan action. Kontrol itu berpindah ke peer network yang berada dalam hubungan yang longgar.

Melanjutkan ramalan Simon, Thomas H Davenport pada 2001 dalam bukunya berjudul The Attention Economy: Understanding the New Currency of Business, menyebutkan transaksi perhatian (attention transaction) akan menggantikan transaksi keuangan (financial transaction) sebagai fokus dalam sistem ekonomi kita. Mengapa? Karena perhatian menggerakkan ekonomi, sedangkan perhatian tidak bisa dibeli.

Lalu bagaimana caranya supaya kita bisa mentraksaksikan perhatian?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun